Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Minta Kawin Saat Itu Juga

Pembaca, sebut saja namaku Rini. Usiaku sekarang 29. Barangkali romantika hidupku ini lucu tetapi wagu. Saat gadis, aku sering mangkel dengan sikap orangtua. Menurutku, bapak dan ibu terlalu mengekang. Sangat membatasi kebebasanku dalam berteman.
   
Aku merasa pendapatku benar. Sebab menurut dosenku maupun ahli psikologi, juga pernah kudengar dari kyai, banyak orang tua yang tidak tahu cara mendidik anak. Banyak ibu dan bapak yang tidak bijaksana dalam mengasuh anak. Ada yang memanjakan secara keterlaluan, ada yang otoriter tak karuan.
    
Nah, aku mengalami yang kedua. Aku bengal bukan karena punya jiwa yang jahat. Aku bandel bukan karena watak yang jelek. Tapi aku tidak suka diperlakukan seperti tawanan terus. Serba melarang dan mengekang. Selalu dimarahi, tanpa pernah diberi solusi. Itulah apologiku pembaca.
    
Mau tahu kenakalanku?  Saat aku kuliah di Jogja, semester satu aku sudah punya pacar. Sebenarnya tidak kekasih yang serius banget. Hanya waktu itu, sebut saja Toni, kakak kelasku, terlihat menykaiku. Dia memberi perhatian, lama-lama aku menerimanya. Dan kami “jadian”.
    
Cara pacaranku pun biasa saja. Tidak hot bin ngawur seperti teman-temanku yang tidak takut dosa. Hubunganku sebatas salin dolan dan makan bersama. Sesekali dolan ke tempat wisata di seputar Jogja.
    
Menginjak semester dua, bapakku mengatahui pacaranku itu, dan beliau memarahiku. Bukannya menasehati dengan lembut, bapakku ngamuk-ngamuk diriku habis-habisan. Aku sampai menangis sekaligus marah dalam hati.
    
Reaksi keras melahirkan reaksi lebih keras lagi. Merasa aku selalu disalahkan dan dimarahi, akupun tak sudi pulang lagi. Maka, pada suatu malam, aku minggat dari rumah.
    
Hanya dengan celana sedengkul dan kaos oblong serta membawa tas kecil, aku lari seperti maling. Seorang pemuda di pos ronda sempat meneriakuku karena curiga melihat wanita malam-malam lari sambil bawa buntalan.
    
Aku tak peduli. Tujuanku adalah terminal. Tekadku, malam itu aku  harus lepas dari ikatan dengan bapakku. Kebetulan saat itu libur kuliah, aku tuju rumah Mas Toni di Mojokerto, Jatim.
    
Sesampai di sana, dengan terengah-engah aku beri bilang ke Toni, hari itu juga dia harus mengawinikau. Harus menikahiku. Dengan napas tersengal-sengal usai berlari dari pertigaan usai turun dari bus, kuminta Toni memutus kaitanku dengan bapakku. Ya, dengan jadi istrinya, aku secara hukum menjadi tanggungjawab suami. Bukan lagi orang tua.
    
Ayah dan ibu Toni tentu saja kaget. Dia kami yakinkan bahwa pernikahan tergesa-gesa ini bukan karena kami telah berzina. Bukan karena aku hamil dan minta pertanggungjawaban.
    
Tak bisa berkata lain, ayah dan ibu Toni lantas menelepon bapakku memberitahu soal posisi diriku. Bapakku yang sudah terkena fait a compli dariku, hanya bisa pasrah. Menyerahkan urusan perwalian kepada naib yang akan ditunjuk mertuaku.

Akhirnya, aku dan Toni dinikahkan sehari setelah aku datang. Beliau mengantarkan kami ke kantor KUA setempat. ***
            
   
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous