Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Bapak Kawini Janda, Anak Nikahi Putri si Janda

Ada kisah menarik yang mengundang perdebatan hukum di salah satu kecamatan di Pati, beberapa waktu lalu. Bapak dan putranya menikahi wanita dan putrinya.

Seorang pria -- sebut saja Wawan (28) –sulit menyebut status hukum perkawinannya, tetapi tidak kuasa untuk mengambil tindakan hukum. Status perkawinan Wawan sungguh unik. Dia dan istrinya, Wiwin (25), punya hubungan “sedarah”. Itu terjadi ketika ia dan keluarganya menjadi transmigran di Sumatera. Ibunya sudah meninggal saat Wawan remaja.

Saat itu, Mugiyo, ayah Wawan ikut program transmigrasi pemerintah. Dia dan rombongan dari daerah lain ditempatkan di kawasan perkebunan kelapa sawit. Lokasinya nun di pelosok hutan, jauh sekali dari “peradaban”.

Di pedalaman rimba itu Mugiyo bertemu Ngaisah, seorang janda beranak dua asal Grobogan. Rasa senasib sekaligus sama-sama tak punya pasangan hidup membuat keduanya saling membutuhkan. Lalu timbul perasaaan cinta. Maka menikahlah mereka secara agama alias kawin siri.

Mengapa kawin siri? Jangankan ke kantor KUA yang tidak pernah mereka ketahui lokasinya, sedangkan desa terdekat saja 80 kilometer jauhnya. Dan hal itu biasa dilakukan oleh kaum transmigran. Kehidupan mereka mirip suku asli yang menggunakan adat sebagai hukum.

Namun yang jadi persoalan, Wawan yang telah tumbuh jadi pemuda, ingin juga kawin. Dia nembung bapaknya ingin menikahi anak perempuan bawaan Ngaisah, Wiwin. Wiwin juga terlihat suka kepada Wawan.

Daripada susah menghadapi risiko moral dan alasan “kondisi alam”, dinikahkanlah saudara tiri ketemua gede itu oleh orang tuanya sendiri. Jadinya hubungan di rumah itu aneh, Mugiyo dan Ngaisah yang telah jadi suami istri, kini jadi besan karena anak-anak mereka menikah.

Padahal menurut agama hal itu dilarang. Dalilnya jelas, perkawinan antaranggota keluarga menjadi mahram, alias haram dikawin. Aturan syariat, yang boleh menikah harus salah satunya. Mugiyo dengan Ngaisah saja, atau Wawan dengan Wiwin saja. Tak boleh kedua-duanya.

Tetapi Wawan dan Wiwin saat itu tidak mengerti konsekuensi hukum atas nikahnya kedua orang tuanya masing-masing. Mereka menganggap dirinya sebagai orang lain, karena bukan saudara kandung. Wawan baru menyadari setelah ayahnya meninggal dan dia membawa pulang keluarga kembali ke tanah Jawa.

Ketika hendak mengurus dokumen untuk tinggal di Pati, Wawan baru mengerti “kecacatan hukum” nikahnya. Dia jadi bingung karena sudah punya satu anak dari perkawinannya dengan Wiwin.

“Saya bingung saat diberitahu Pak RW kalau status nikah saya tidak sesuai syariat. Padahal kami punya anak dan ayah sudah meninggal,”  kata dia kepada Harsem. 

Untuk memperoleh surat nikah dari KUA, Wawan harus menegaskan bahwa dia dan istrinya bukan mahrom. Itu berarti perkawinan ayah dan ibu tirinya harus dibatalkan. Padahal Mugiyo telah wafat. Bagaimana cara menceraikan mereka? Sementara jika perkawinan Wawan yang dibatalkan, bagaimana status hukum anaknya dari perkawinan dengan Wiwin itu? Rumit jadinya.  (moh ichwan/rif)

Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous