Pengawasan DPRD Lemah PERLU GERAKAN REFORMASI JILID II
SEMARANG – Kemarin, sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Pendukung Reformasi Nasional (APRN) melakukan protes kepada DPRD Jateng. Mereka mempertanyakan soal lemahnya fungsi pengawasan dewan dalam kasus bantuan sosial (bansos).
Penegasan itu dilontarkan Kordinator APRN Riyanto, saat bertemu dengan beberapa anggota dewan di Gedung Berlian Semarang. Ia mengatakan kedatangannya ke DPRD hanya ingin mengklarifikasi soal bansos fiktif Rp 26 miliar.
“Kalau terjadi penyimpangan, kenapa dewan tidak menggunakan fungsi pengawasannya dengan baik. Bahkan soal kasus yang menimpa pimpinan dewan Riza Kurniawan, yang telah memotong bansos hingga 70% merupakan temuan yang benar tapi di mana fungsi pengawasan dari DPRD sendiri,” tegasnya.
Ia menegaskan sudah seharusnya DPRD mengetahui persis persoalan anggaran daerah. Namun, ia menyayangkan, pelanggaran masih kerap terjadi sampai sekarang.
“Bicara anggaran, dewan mengetahui pasti dan terlibat di dalamnya. Mulai pembahasan hingga pengesahannya. Malah sekarang, dewan justru mengeluhkan soal bansos melalui media. Hal itu kan justru dipertanyakan,” keluhnya.
Ia juga mengatakan sebagian besar bansos itu berasal dari dana aspirasi dewan. “Kalau sekarang masyarakat akhirnya bersikap apatis dalam hal bansos, hal itu merupakan kondisi yang wajar.
Untuk itu, kita berkomitmen membantu dewan dalam penegakan fungsi pengawasannya. Dengan begitu, ada pelibatan masyarakat untuk mengawasi alur pencairan dana bansos maupun hibah,” jelasnya lagi.
Reformasi Kedua
Menanggapi hal itu, Anggota Badan Anggaran (Banggar) sekaligus Komisi D DPRD Jateng Abdul Azis mengakui, sudah saatnya sekarang dimunculkan gerakan reformasi jilid II untuk menangani persoalan penyelewengan anggaran tersebut. Bahkan, tindakan itu harus dimulai dari Jateng yang kerap bermasalah dalam hal penganggaran.
“Harus dijalankan dan harus bisa dimulai dari Jateng. Hal itu perlu dilakukan karena selama ini penyelewengan anggaran tidak hanya terjadi di eksekutif tapi juga di legislatif,” tegas Azis.
Meski begitu, ia sempat menyanggah bahwa kasus bansos fiktif itu semuanya berasal dari aspirasi dewan. Menurut dia selama ini justru penyelewengan lebih besar terjadi di eksekutif.
“Sumbernya tidak sepenuhnya dari dewan tapi juga dari non- DPRD. Banyak akses untuk pencairan bansos sehingga banyak pula potensi penyelewengannya. Jadi, tidak hanya difokuskan pada bansos aspirasi dewan semata,” ungkapnya.
Untuk itu, ia bersama anggota dewan lainnya sepakat akan membentuk panitia kerja (Panja). Tujuannya, mendalami permasalahan bansos 2011 yang dianggap keliru oleh sejumlah kalangan.
“Kita sendiri sudah sepakat membentuk panja untuk menindaklanjuti LHP BPK (laporan hasil pemeriksaan badan pemeriksa keuangan) yang menemukan bansos fiktif pada 2011 lalu,” tandasnya.(ano/11)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.