Karnaval Dugderan Kehilangan Substansi
Budayawan Djawahir Muhammad menilai karnaval budaya Dugderan yang digelar tiap tahun untuk menyambut bulan puasa mulai kehilangan substansinya.
"Hilangnya substansi itu, terutama pada warak (maskot karnaval budaya Dugderan, red) sebagai presentasi karakter atau identitas orang Semarang," katanya, kemarin.
Ia menjelaskan bahwa identitas dalam warak itu diwujudkan dengan sudut-sudut yang lurus 90 derajat yang menandakan masyarakat Semarang yang egaliter, terbuka, dan tidak banyak basa-basi.
"Akan tetapi, sekarang kepala warak sudah dimodifikasi sedemikian rupa dengan kesenian lain yang sudutnya tidak tegas atau 'bliyat-bliyut'," ujarnya.
Menurut dia, hal tersebut bertolak belakang dengan sebuah teori bentuk mengikuti fungsi (form follow function). "Kalau bentuknya sudah berubah, fungsinya akan ikut berubah sehingga bentuk asli warak tidak boleh diubah walaupun secara kreativitas diperbolehkan," katanya.
Terkait dengan hal itu, Djawahir mengharapkan Pemerintah Kota Semarang memberikan masukan kepada para pengrajin atau pembuat agar mengerjakan warak sesuai bentuk aslinya.
Secara umum, Djawahir juga menilai bahwa saat ini orientasi karnaval Dugderan hanya sebagai peristiwa budaya dan rekonstruksi sejarah saja. "Dugderan tidak lagi berfungsi sebagai penanda dimulainya puasa bagi umat muslim, tetapi hanya 'dalam rangka' menyambut Ramadan," ujarnya. (ant/rif)
"Hilangnya substansi itu, terutama pada warak (maskot karnaval budaya Dugderan, red) sebagai presentasi karakter atau identitas orang Semarang," katanya, kemarin.
Ia menjelaskan bahwa identitas dalam warak itu diwujudkan dengan sudut-sudut yang lurus 90 derajat yang menandakan masyarakat Semarang yang egaliter, terbuka, dan tidak banyak basa-basi.
"Akan tetapi, sekarang kepala warak sudah dimodifikasi sedemikian rupa dengan kesenian lain yang sudutnya tidak tegas atau 'bliyat-bliyut'," ujarnya.
Menurut dia, hal tersebut bertolak belakang dengan sebuah teori bentuk mengikuti fungsi (form follow function). "Kalau bentuknya sudah berubah, fungsinya akan ikut berubah sehingga bentuk asli warak tidak boleh diubah walaupun secara kreativitas diperbolehkan," katanya.
Terkait dengan hal itu, Djawahir mengharapkan Pemerintah Kota Semarang memberikan masukan kepada para pengrajin atau pembuat agar mengerjakan warak sesuai bentuk aslinya.
Secara umum, Djawahir juga menilai bahwa saat ini orientasi karnaval Dugderan hanya sebagai peristiwa budaya dan rekonstruksi sejarah saja. "Dugderan tidak lagi berfungsi sebagai penanda dimulainya puasa bagi umat muslim, tetapi hanya 'dalam rangka' menyambut Ramadan," ujarnya. (ant/rif)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.