Penembak Misterius Bikin Polisi Trauma
Kerap muncul penembak misterius yang mengincar anggota polisi, membuat korps kepolisian di sejumlah tempat merasa trauma.
Peristiwa penembakan yang menewaskan anggota Provos Sat Pol Air Baharkam Polri, Bripka Sukardi di depan gedung KPK Jakarta, adalah insiden yang kesekian kalinya. Pasalnya, hingga kini penembakan terhadap anggota polisi itu belum diketahui latar belakangnya. Bahkan kepolisian dinilai terjebak dalam opini terorisme yang dibuatnya sendiri.
Indonesian Police Watch (IPW) mengingatkan Polri jangan terpaku pada opini bahwa pelaku penembakan terhadap Bripka Sukardi oleh orang tak dikenal di depan gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta, merupakan tindak terorisme.
"Akibatnya polisi terperangkap pada opininya sendiri hingga kesulitan mengungkap kasus-kasus penembakan terhadap personelnya itu," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, kemarin.
Ia juga mengkhawatirkan jika kasus penembakan tersebut tidak terungkap oleh polisi, maka dikhawatirkan kasus penembakan akan terus terjadi.
IPW sendiri menduga penembakan tersebut ada kaitannya dengan maraknya aksi pemberantasan preman belakangan ini. "Sepertinya ada aksi balas dendam dari para pelaku kriminal jalanan terhadap polisi," ucapnya, menegaskan.
Karena itu, di dalam kasus penembakan di depan KPK itu, polisi perlu mencermati adanya persaingan dalam bisnis jasa pengamanan dan pengawalan antara oknum aparat maupun yang melibatkan preman.
IPW mengkhawatirkan dengan seringnya penembakan itu, akan membuat warga Ibukota menjadi sangat takut dan khawatir. Pasalnya, kata dia, bagaimana polisi bisa melindungi masyarakat, jika melindungi diri sendiri tidak bisa.
"Ironisnya lagi kasus-kasus penembakan terhadap polisi itu tidak kunjung terungkap, sementara penembakan, pengeroyokan, dan penusukan terhadap polisi masih saja terjadi," tandasnya.
IPW mendesak Kapolri agar memerintahkan dengan memberi batas waktu, atau mensupervisi jajaran Polda Metro Jaya untuk segera memburu, menangkap dan mengungkap kasus penembakan terhadap polisi tersebut.
Kasus penembakan di depan KPK menjadi puncak keresahan warga Jakarta setelah sebelumnya adanya empat kasus penembakan dan dua kasus pengeroyokan terhadap polisi di ibukota sejak dua bulan terakhir. Aksi penembakan terhadap polisi yg semula di wilayah pinggiran dan kini mulai bergeser ke pusat ibukota menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi banyak pihak.
Jika aksi penembakan ini tidak segera diungkap dan kemudian terbiarkan bukan mustahil aksi teror penembak misterius ini akan makin melebar dan muncul di berbagai pihak. Jika tren penembakan misterius ini kian melebar bukan mustahil sasarannya pun kian melebar pula.
"Artinya, tidak hanya polisi jajaran bawah yg jadi sasaran. Bukan mustahil para pelaku penembak misterius meningkatkan sasarannya untuk uji nyali, di antaranya menembak perwira atau pejabat Polri atau bahkan menjadi para politisi atau pejabat pemerintah dan pejabat negara sebagai sasaran atau korban," tandasnya.
Sementara itu, terkait maraknya penembakan terhadap anggota kepolisian, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Dwi Priyatno, menginstruksikan jajarannya agar tidak melaksanakan tugas seorang diri.
"Prinsipnya kami tetap memperhatikan hakekat ancaman, gangguan Kamtibmas secara menyeluruh, termasuk ada ancaman penembakan," terang Dwi kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Penanggulangan Terorisme: Antara Menjaga Keutuhan NKRI dan Penegakan HAM, di Hotel Santika Premiere, Semarang, Kamis (12/9).
Tugas pengawalan bagi anggota kepolisian idealnya berjumlah minimal dua orang dan dilengkapi senjata. "Tujuannya agar bisa saling back up," tandasnya. (abm/rif)
Peristiwa penembakan yang menewaskan anggota Provos Sat Pol Air Baharkam Polri, Bripka Sukardi di depan gedung KPK Jakarta, adalah insiden yang kesekian kalinya. Pasalnya, hingga kini penembakan terhadap anggota polisi itu belum diketahui latar belakangnya. Bahkan kepolisian dinilai terjebak dalam opini terorisme yang dibuatnya sendiri.
Indonesian Police Watch (IPW) mengingatkan Polri jangan terpaku pada opini bahwa pelaku penembakan terhadap Bripka Sukardi oleh orang tak dikenal di depan gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta, merupakan tindak terorisme.
"Akibatnya polisi terperangkap pada opininya sendiri hingga kesulitan mengungkap kasus-kasus penembakan terhadap personelnya itu," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, kemarin.
Ia juga mengkhawatirkan jika kasus penembakan tersebut tidak terungkap oleh polisi, maka dikhawatirkan kasus penembakan akan terus terjadi.
IPW sendiri menduga penembakan tersebut ada kaitannya dengan maraknya aksi pemberantasan preman belakangan ini. "Sepertinya ada aksi balas dendam dari para pelaku kriminal jalanan terhadap polisi," ucapnya, menegaskan.
Karena itu, di dalam kasus penembakan di depan KPK itu, polisi perlu mencermati adanya persaingan dalam bisnis jasa pengamanan dan pengawalan antara oknum aparat maupun yang melibatkan preman.
IPW mengkhawatirkan dengan seringnya penembakan itu, akan membuat warga Ibukota menjadi sangat takut dan khawatir. Pasalnya, kata dia, bagaimana polisi bisa melindungi masyarakat, jika melindungi diri sendiri tidak bisa.
"Ironisnya lagi kasus-kasus penembakan terhadap polisi itu tidak kunjung terungkap, sementara penembakan, pengeroyokan, dan penusukan terhadap polisi masih saja terjadi," tandasnya.
IPW mendesak Kapolri agar memerintahkan dengan memberi batas waktu, atau mensupervisi jajaran Polda Metro Jaya untuk segera memburu, menangkap dan mengungkap kasus penembakan terhadap polisi tersebut.
Kasus penembakan di depan KPK menjadi puncak keresahan warga Jakarta setelah sebelumnya adanya empat kasus penembakan dan dua kasus pengeroyokan terhadap polisi di ibukota sejak dua bulan terakhir. Aksi penembakan terhadap polisi yg semula di wilayah pinggiran dan kini mulai bergeser ke pusat ibukota menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi banyak pihak.
Jika aksi penembakan ini tidak segera diungkap dan kemudian terbiarkan bukan mustahil aksi teror penembak misterius ini akan makin melebar dan muncul di berbagai pihak. Jika tren penembakan misterius ini kian melebar bukan mustahil sasarannya pun kian melebar pula.
"Artinya, tidak hanya polisi jajaran bawah yg jadi sasaran. Bukan mustahil para pelaku penembak misterius meningkatkan sasarannya untuk uji nyali, di antaranya menembak perwira atau pejabat Polri atau bahkan menjadi para politisi atau pejabat pemerintah dan pejabat negara sebagai sasaran atau korban," tandasnya.
Sementara itu, terkait maraknya penembakan terhadap anggota kepolisian, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Dwi Priyatno, menginstruksikan jajarannya agar tidak melaksanakan tugas seorang diri.
"Prinsipnya kami tetap memperhatikan hakekat ancaman, gangguan Kamtibmas secara menyeluruh, termasuk ada ancaman penembakan," terang Dwi kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Penanggulangan Terorisme: Antara Menjaga Keutuhan NKRI dan Penegakan HAM, di Hotel Santika Premiere, Semarang, Kamis (12/9).
Tugas pengawalan bagi anggota kepolisian idealnya berjumlah minimal dua orang dan dilengkapi senjata. "Tujuannya agar bisa saling back up," tandasnya. (abm/rif)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.