Pertempuran Lima Hari di Semarang
Berkaca pada Bara Patriotisme Pemuda
Oleh: Mohammad Ichwan
Para pemuda Semarang adalah pejuang yang tangguh sekaligus pahlawan yang layak diteladani. Itulah yang terjadi di masa paskakemerdekaan, lebih dari setengah abad lalu, kala meletus Pertempuran Lima Hari di Semarang. Kini, selain diperingati setiap tahun, nilai-nilai patriotisme dan heroisme itu diharapkan bisa menginspirasi generasi muda.
PERTEMPURAN Lima Hari di Semarang yang terjadi pada tanggal 14-19 Oktober 1945 lalu, kembali diperingati untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan dalam mempertahankan Semarang dari penjajahan Jepang di Bundaran Tugu Muda, semalam.
Peringatan yang diisi dengan upacara dan renungan pertempuran ini menghadirkan inspektur upacara Gubernur Jateng Bibit Waluyo, Pangdam IV/Diponegoro Mayjen Langgeng Sulistyono Kapolda Jateng Irjen Pol Edward Aritonang. Hadir pula Walikota Semarang Soemarmo HS, unsur Muspida Semarang, dan para veteran pejuang kemerdekaan.
Adapun komandan upacara Letkol Elphis Rudy, Danyon Arhanudse SE- 15. Pelaksanaan upacara dimulai pada pukul 19.00. Peserta upacara terdiri atas unsur Akpol, Denpom, Yonif 400, Arhanud-15, Penerbad, Kodim 0733 BS, Lanal, Brimob, dan Polrestabes.
Ada pula organisasi kepemudaan, di antaranya FKPPI, PPM, pelajar SMPSMA, hingga pramuka yang jumlah seluruhnya mencapai 28 peleton dan delapan kompi.
Bibit Waluyo dalam amanatnya menyampaikan, Semarang perlu bertekad seperti para pahlawan zaman dulu. Yaitu bekerja keras dan rela berkorban. “Semarang itu Ibukota Jawa Tengah. Menjadi kunci kepercayaan kepada Jawa Tengah. Jika mengusung Semarang Setara dengan kota-kota lain, itu jelas bukan pekerjaan ringan. Maka harus kerja keras dan rela berkorban.”
Peringatan diawali pembacaan nukilan sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang. Dilanjutkan renungan pertempuran disertai performing art pertempuran oleh 100 pemuda dari pelajar SMA. Usai renungan, diadakan ramahtamah dan pemotongan tumpeng di halaman Museum Mandala Bhakti.
Secara simbolis, tumpeng dipotong oleh Gubernur Jateng Bibit Waluyo dan diserahkan kepada Ketua Paguyuban Pelaku Pertempuran Lima Hari di Semarang Soedijono Kartonegoro. Tepat pukul 19.35, mengenang detikdetik Pertempuran Lima Hari dengan dibunyikannya sirine selama dua menit.
Bersamaan dengan itu, seluruh lampu di seputar Tugu Muda dipadamkan, diganti pendar obor. Dalam kegelapan itulah terdengar bunyi tembakan secara kombinasi diselingi ledakanledakan selama dua menit. Disambung pergelaran performing art pertempuran para pemuda dengan pasukan Jepang.
Usai pemeran dr Kariadi gugur dan ditaburi bunga, dalam adegan itu, dilanjutkan pembacaan Prasetya Generasi Muda dengan menghadap Tugu Muda yang dikawal tentara, polisi, dan pemuda yang menyandang bambu runcing dengan bendera Merah Putih di ujungnya. Di depan panggung, para tamu serentak mengibarkan bendera Merah Putih.
Hujan rintik-rintik sempat turun saat fragmen berlangsung. Namun peserta upacara maupun ribuan warga masyarakat yang menonton tak beranjak dari posisinya. Mereka begitu khidmat menyaksikan prosesi acara. Bersaman selesainya pidato inspektur upacara, hujan pun turut mereda.
Siang hari sebelum upacara digelar, dilakukan ziarah ke makam Almarhum Wongsonegoro, Gubernur Jateng, semasa terjadi Pertempuran Lima hari, di Sukoharjo, pada Rabu (13/10). Sedangkan masyarakat Kota Semarang, selain menonton, kemarin juga mengibarkan bendera setengah tiang sesuai imbauan walikota.***
Oleh: Mohammad Ichwan
Para pemuda Semarang adalah pejuang yang tangguh sekaligus pahlawan yang layak diteladani. Itulah yang terjadi di masa paskakemerdekaan, lebih dari setengah abad lalu, kala meletus Pertempuran Lima Hari di Semarang. Kini, selain diperingati setiap tahun, nilai-nilai patriotisme dan heroisme itu diharapkan bisa menginspirasi generasi muda.
PERTEMPURAN Lima Hari di Semarang yang terjadi pada tanggal 14-19 Oktober 1945 lalu, kembali diperingati untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan dalam mempertahankan Semarang dari penjajahan Jepang di Bundaran Tugu Muda, semalam.
Peringatan yang diisi dengan upacara dan renungan pertempuran ini menghadirkan inspektur upacara Gubernur Jateng Bibit Waluyo, Pangdam IV/Diponegoro Mayjen Langgeng Sulistyono Kapolda Jateng Irjen Pol Edward Aritonang. Hadir pula Walikota Semarang Soemarmo HS, unsur Muspida Semarang, dan para veteran pejuang kemerdekaan.
Adapun komandan upacara Letkol Elphis Rudy, Danyon Arhanudse SE- 15. Pelaksanaan upacara dimulai pada pukul 19.00. Peserta upacara terdiri atas unsur Akpol, Denpom, Yonif 400, Arhanud-15, Penerbad, Kodim 0733 BS, Lanal, Brimob, dan Polrestabes.
Ada pula organisasi kepemudaan, di antaranya FKPPI, PPM, pelajar SMPSMA, hingga pramuka yang jumlah seluruhnya mencapai 28 peleton dan delapan kompi.
Bibit Waluyo dalam amanatnya menyampaikan, Semarang perlu bertekad seperti para pahlawan zaman dulu. Yaitu bekerja keras dan rela berkorban. “Semarang itu Ibukota Jawa Tengah. Menjadi kunci kepercayaan kepada Jawa Tengah. Jika mengusung Semarang Setara dengan kota-kota lain, itu jelas bukan pekerjaan ringan. Maka harus kerja keras dan rela berkorban.”
Peringatan diawali pembacaan nukilan sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang. Dilanjutkan renungan pertempuran disertai performing art pertempuran oleh 100 pemuda dari pelajar SMA. Usai renungan, diadakan ramahtamah dan pemotongan tumpeng di halaman Museum Mandala Bhakti.
Secara simbolis, tumpeng dipotong oleh Gubernur Jateng Bibit Waluyo dan diserahkan kepada Ketua Paguyuban Pelaku Pertempuran Lima Hari di Semarang Soedijono Kartonegoro. Tepat pukul 19.35, mengenang detikdetik Pertempuran Lima Hari dengan dibunyikannya sirine selama dua menit.
Bersamaan dengan itu, seluruh lampu di seputar Tugu Muda dipadamkan, diganti pendar obor. Dalam kegelapan itulah terdengar bunyi tembakan secara kombinasi diselingi ledakanledakan selama dua menit. Disambung pergelaran performing art pertempuran para pemuda dengan pasukan Jepang.
Usai pemeran dr Kariadi gugur dan ditaburi bunga, dalam adegan itu, dilanjutkan pembacaan Prasetya Generasi Muda dengan menghadap Tugu Muda yang dikawal tentara, polisi, dan pemuda yang menyandang bambu runcing dengan bendera Merah Putih di ujungnya. Di depan panggung, para tamu serentak mengibarkan bendera Merah Putih.
Hujan rintik-rintik sempat turun saat fragmen berlangsung. Namun peserta upacara maupun ribuan warga masyarakat yang menonton tak beranjak dari posisinya. Mereka begitu khidmat menyaksikan prosesi acara. Bersaman selesainya pidato inspektur upacara, hujan pun turut mereda.
Siang hari sebelum upacara digelar, dilakukan ziarah ke makam Almarhum Wongsonegoro, Gubernur Jateng, semasa terjadi Pertempuran Lima hari, di Sukoharjo, pada Rabu (13/10). Sedangkan masyarakat Kota Semarang, selain menonton, kemarin juga mengibarkan bendera setengah tiang sesuai imbauan walikota.***
Heru+Setiabudi+dan+Tarmuji.(FOTO+ARIEL).jpg)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.