Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Aku Malu dan Menyesal

Pembaca, aku yakin Anda tidak ingin mengalami nasib seperti yang kualami. Semua wanita pastilah tidak mau menjadi manusia hina.

Sebut saja namaku Mawar. Di desaku di pinggiran Pati, aku terkenal cantik. Sejak SD aku sudah dikagumi. Semua kesengsem jika melihat parasku yang ayu.
    
Ketika masuk SMP, aku semakin menikmati dipuja banyak orang. Rambutku yang panjang, hitam tergerai, menambah keelokan jasmaniku. Teman sekolah maupun guru, tetangga maupun saudara, suka sekali membicarakan atau berbisik-bisik membahas keindahan rupaku. Orang-orang tak jemu memandangiku.
   
Tidak perlu menjadi pakar psikologi untuk mengetahui akibat buruk terbuai kebanggaan. Ya, aku pun begitu. Yang kupikirkan dan kulakoni setiap hari hanya mematut-matut diri di depan cermin. Tak ada yang kuperhatikan selain kesempurnaan fisik.
   
Pikiranku fokus pada kecantikan. Benakku hanya berisi bagaimana menjaga kemolekan. Demikianlah, setiap hari ada saja cowok mendekatiku. Siang maupun malam para pemuda mencoba mendapatkanku. Orang-orang tua juga bersaing mengambilku sebagai menantu. Dirubung banyak lelaki membuatku semakin besar kepala.
    
Ditambah aku suka menyanyi, namaku jadi moncer sebagai biduan. Warga kecamatan lain pun berlomba mengundangku untuk manggung. Kala aku masuk SMA, karirku sebagai penyanyi semakin melejit. Seiring usiaku yang bertambah, postur tubuhku semakin mempesona. Saweran demi saweran semakin banyak kudapatkan. Bertubi-tubi tangan-tangan nakal menyentuh anggota badanku sambil menelusupkan lembaran rupiah.
   
Sudah menjadi rumus, jika biasa disenggol lelaki, maka mudah sekali menyerahkan diri pada pria yang dicintai. Benar saja, aku tak kuasa menahan rangsangan pacarku sehingga jatuh dalam dosa besar. Menjelang lulus SMA, aku hamil. Tentu tidak mengagetkan.
  
Sudah “lagu lama”, pria lari dari tanggungjawab ketika pacarnya mengandung. Aku ditinggal minggat Budi dalam keadaan bunting. Hanya tangis yang bisa kukeluarkan.    
   
Tinggal kesedihan mendera diriku. Orang tuaku terpaksa mengungsikanku ke rumah paman di Jogja, agar aku tenang menjalani persiapan melahirkan. Karena aku tak siap jadi ibu, begitu bayiku lahir, kuserahkan bayiku kepada bibi. Jangankan perhatian, ASI pun tidak kuberikan pada anakku.
    
Begitulah resiko berzina. Semua pihak kena getahnya. Banyak orang menanggung akibatnya. Orangtuaku malu, kerabatku repot melulu. Karena kehamilan tidak dikehendaki, aku jadi manusia tanpa perasaan. .
Melihat wajah anakku seperti Budi, aku ingin marah. Jengkel banget mengingat wajah pria itu. Tak sudi aku mengelus atau mencium bayiku karena ingat muka bapaknya. Benar-benar jauh dari naluri normal seorang ibu.
    
Pembaca, jahatkah aku? Bolehkan aku sedikit protes kepada Tuhan, mengapa aku diberi orang tua yang tidak bisa menjaga anaknya dari zina? Mengapa aku diberi kesempurnaan badaniyah tetapi lingkunganku tidak bisa mendidik menjadi wanita solihah? (moi)
   
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous