Jotosi Murid, Guru Dipolisikan
Seorang guru matematika di SMP Muhammadiyah VII, Jalan Tambak Dalam, Semarang, dilaporkan ke Mapolrestabes, kemarin siang. Diduga, guru berinisial KS (30) tersebut melakukan tindak penganiayaan terhadap Tegar Sakti Pambudi (14), salah satu muridnya, hingga mengalami luka memar di beberapa bagian tubuhnya.
"Guru tersebut menghajar anak saya sekitar pukul 08.00 di ruang kelas. Saat itu sedang berlangsung pelajaran matematika. Saat jam pelajaran hampir habis, tiba-tiba dia marah-marah dan melakukan pemukulan," ujar ayah korban, Rahmat Budi Santoso (38), saat melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes, kemarin siang.
Warga Jalan Ngablak Kidul RT 09/RW 08 Pedurungan ini melanjutkan, guru tersebut menghampiri Tegar dan menyeretnya. Kemudian langsung memukul menggunakan buku. Selanjutnya menghajar menggunakan tangan kosong mengenai tangan, pipi, dan perut. "Saya tidak menerima anak saya diperlakukan tidak manusiawi seperti itu!" Cetus Rahmat.
Tegar yang turut hadir di kantor polisi mengaku tidak mengetahui apa permasalah sebenarnya, sehingga guru tersebut tiba-tiba naik pitam dan berbuat yang tidak selayaknya dilakukan oleh seorang pendidik.
"Awalnya, di dalam kelas ada seorang siswi menangis, entah apa sebabnya. Lalu kelas jadi ramai," terang Tegar.
Guru kelas tersebut lalu melerainya, lanjut Tegar, kemudian menanyai mengapa siswi tersebut menangis? Namun secara spontan, siswi yang menangis tersebut manjawab, "Rak popo to mata-mataku dewe." Ucapan itu tentu saja memantik tawa seluruh semua siswa. Tawa keras di kelas 9 B itu ternyata memicu amarah guru matematika itu.
Entah tersinggung atau bagaimana, tiba-tiba pak guru ini menarik Tegar dan langsung menghajarnya. "Teman-teman sekelas pun tidak ada yang berani berkata-kata. Semuanya terdiam. Saya dipukuli beberapa kali," kata Tegar.
Akibatnya, tubuh Tegar pun memar-memar membuat tangan kiri robek, muka bagian kiri memar, perut sakit karena dipukul, kepala pusing. Tegar pun langsung memutuskan pulang dengan raut muka kusut plus mengerang kesakitan.
Sebagai orangtua, Rahmat sangat menyayangkan kejadian seperti itu bisa terjadi di instansi pendidikan, yang notabene bukan perguruan karate, sekaligus juga mengungkapkan kekecewaan atas tanggapan pihak sekolah yang acuh tak acuh terhadap persoalan ini.
"Sekitar pukul 11.00, saya langsung menuju kantor sekolah. Tapi mereka menanggapinya sepele. Salah satu guru malah berkata, kesabaran guru itu juga ada batasnya," ujar Rahmat.
Itulah sebabnya mengapa akhirnya ia mantap melaporkan tindakan tersebut ke kepolisian. Bermodal surat visum dari RS Bhayangkara, Rahmat menyerahkan kasus ini untuk diselesaikan melalui jalur hukum. (abm/rif)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.