Merasa Diperlakukan Tak Adil AGUNG PS MENANGIS

PEMBELAAN AGUNG: Agung Purno Sarjono usai sidang pembacaan nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Semarang, kemarin. (SM/Eka Handriana)

SEMARANG- Terdakwa kasus suap pembahasan RAPBD 2012 Kota Semarang Agung Purno Sarjono menangis saat membaca nota pembelaannya. Ia mengaku terkejut dituntut hukuman enam tahun dan denda Rp 200 juta.

Anggota Komisi B DPRD Kota Semarang itu merasa diperlakukan tidak adil dan merasa sangat dibenci  jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saya memiliki dua anak berusia empat tahun dan lima tahun. Keduanya membutuhkan pendampingan seorang ayah. Alangkah berdosanya saya jika tidak dapat melakukannya,” ucap Agung dengan suara parau dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (31/5).

Agung membaca sendiri pembelaan yang disusunnya, kemudian disusul pembelaan dari tim penasihat hukum yang diketuai Bambang Joyo Supeno. Penasihat hukum membandingkan penanganan perkara Agung dengan terdakwa kasus lain yang ditangani KPK.

Misalnya kasus suap pemilihan gubernur Bank Indonesia dan Wisma Atlet yang nilainya jauh lebih besar ketimbang uang panas yang diterima Agung. Menurut Bambang, kliennya hanya menerima Rp 1,5 juta untuk pembahasan mata anggaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

“Nilai itu jauh lebih kecil dibanding kasus suap lain, itu pun belum sempat dinikmati terdakwa. Tapi mengapa tuntutan JPU kepada terdakwa tidak sebanding dengan nilai suap. Ini sungguh tidak adil,” kata Bambang di hadapan majelis hakim yang diketuai Ifa Sudewi.

Menurut dia, JPU tidak dapat membuktikan dakwaannya bahwa Agung menerima suap guna memperlancar pembahasan RAPBD.

Sebelumnya, KPK menuntut terdakwa dengan Pasal 12 (a) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bambang menilai kliennya tidak termasuk dalam penerima suap sesuai pasal tersebut. Sebab, Agung bukan pegawai negeri sipil.

“Uang Rp 1,5 juta yang diterima itu hanyalah kopi coro (uang lelah-Red), bukan uang untuk menggerakkan terdakwa agar bertindak dalam pembahasan TPP,” lanjut Bambang.

Ia menambahkan, uang tersebut diterima Agung sebagai ketua DPD PAN Kota Semarang. Menurut dia, ketua partai bukan termasuk penyelenggara negara. Penasihat hukum juga menilai jaksa tidak dapat menunjukkan bukti yang diminta dalam sidang, yakni rekaman CCTV yang mengarah ke ruang Sekda Kota Semarang.

Inisiator Suap

Sesuai dakwaan jaksa, Agung diduga berkali-kali mendatangi ruang sekda, di antaranya keluar dengan membawa segepok uang. Dia dituduh menerima uang untuk membahas Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dan TPP.

Jumlah yang diterimanya Rp 48 juta untuk enam anggota Fraksi PAN dalam pembahasan KUA-PPAS. Adapun jumlah uang suap yang disepakati eksekutif dengan legislatif Rp 4 miliar. Lantaran eksekutif tak memiliki cukup dana, maka suap diberikan dengan cara dicicil.

Untuk pembahasan KUA-PPAS, eksekutif mengeluarkan Rp 304 juta untuk 38 anggota Dewan. Menurut jaksa, selain PAN, anggota Fraksi Demokrat, PDIP, Golkar, dan Gerindra juga mendapat jatah.

Tak hanya menerima, Agung juga dinilai terbukti aktif dalam proses suap. Ia diduga menjadi inisiator dengan meminta uang pelicin dari Pemkot. Hal itu dibuktikan dengan intensitas hubungan telepon Agung dengan Walikota Soemarmo. Agung menanyakan kondisi keuangan eksekutif untuk memenuhi permintaan Dewan. (H89-59-JBSM/11)

 

Newer Post Older Post