Terdakwa Penyuapan Bupati Kendal, Heru Djatmiko Bebas
SEMARANG - Mantan Kepala Wilayah V PT Hutama Karya, Heru Djatmiko divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (12/6). Heru didakwa menyuap Bupati Kendal untuk proyek pembangunan Stadion Utama Bahurekso dan pembangunan SMK Brangsong tahun 2004.
Saat itu, Bupati Kendal dijabat Hendy Boedoro. Heru juga didakwa menyuap Kepala DPKD Kendal saat itu, Warsa Susilo. Majelis hakim yang diketuai Lilik Nuraini menilai penyuapan itu tidak terbukti.
"Memutuskan, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana memberikan sejumlah uang kepada Hendy Boedoro dan/ atau Warsa Susilo, sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu dan kedua," kata Lilik membacakan putusan.
Dalam dakwaan kesatu, Heru dijerat Pasal 5 (a) UU 31/1999 yang diperbarui dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam dakwaan kedua, Heru dijerat Pasal 13 perundangan yang sama. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kendal menuntut Heru satu tahun pidana penjara, serta denda Rp 50 juta setara tiga bulan kurungan.
Untuk memenangkan tender proyek stadion dan SMK Brangsong Heru diduga memberikan uang kepada Warsa Susilo dan Hendy Boedoro Rp 5,99 miliar. Hakim telah memeriksa 15 saksi. Dalam putusan kemarin, hakim menyatakan tak ada saksi yang dapat membuktikan pemberian itu dengan maksud untuk memenangkan tender proyek.
Sebaliknya, PT Hutama Karya menyatakan, pemberian itu adalah pengembalian nilai proyek berdasarkan ketetapan sepihak Pemkab Kendal. Bersama 19 kontraktor lain yang memiliki proyek di Kendal, PT Hutama karya diwajibkan mengisi kekosongan kas daerah Pemkab Kendal yang pada tahun 2003 memiliki utang di BPD Kendal senilai Rp 30 miliar.
Dibebankan Kontraktor
Utang yang tak lunas hingga 2004 itu adalah akibat dari korupsi yang dilakukan Hendy Boedoro dan Warsa Susilo. Keduanya telah dihukum berdasarkan penyidikan KPK. Kasus ini juga menyeret Ketua DPRD Jateng, Murdoko yang juga saudara kandung Hendy Boedoro ke tangan penyidik KPK.
Kondisi APBD yang kosong dan tak punya uang untuk menutup utang di BPD Kendal itu dibebankan kepada kontraktor. Beban yang harus ditanggung PT Hutama Karya adalah Rp 4,5 miliar. Dalam kasus ini, mantan Kepala PT Adhi Karya Semarang, Suyatno juga divonis bebas oleh majelis hakim yang sama. Ihwal pengisian kekosongan kas itu, PT Adhi Karya dibebani Rp 13,5 miliar.
Dalam sidang terbukti, setoran Heru Rp 5,99 miliar ke rekening pribadi Warsa Susila terjadi dalam beberapa tahap. Namun setelah terkumpul, uang sebesar Rp 4,5 miliar langsung ditransfer ke rekening kas daerah Kendal. Dan, Rp 1,49 miliar sisanya merupakan pengembalian utang PT Hutama kepada Warsa saat pengerjaan proyek stadion. "Pemberian itu berlangsung setelah lelang dan proyek sedang berjalan," ujar hakim anggota, Asmadinata.
Selain itu, Heru juga terbukti mengirimkan cek pelawat kepada Hendy Boedoro senilai Rp 400 juta. Hal itu dinilai hakim sebagai bagian dari pengembalian nilai proyek. Sementara uang Rp 1 miliar juga diberikan PT Hutama kepada Warsa Susilo. Namun hal itu terbukti sebagai pinjaman Warsa Susilo untuk menutup utang di BPD Kendal.
Atas putusan tersebut, Heru melalui kuasa hukumnya Kairul Anwar menyatakan pihaknya mengapresiasi putusan hakim. "Secara yuridis tidak ada aturan untuk mengembalikan nilai proyek. Tapi jika uang tidak dikembalikan maka pengerjaan proyek tidak akan dibayar Pemkab Kendal," kata Kairul usai sidang. Sementara, JPU Kejari Kendal belum menentukan sikap. "Kalau putusan bebas, jaksa harus kasasi. Namun akan kami konsultasikan dahulu dengan pimpinan," ujar JPU Riki.
Sering Membebaskan
Majelis hakim yang terdiri dari hakim karir, Lilik Nuraini sebagai ketua dan dua anggotanya hakim ad hoc, Asmadinata dan Kartini Juliana Mandalena Marpaung tercatat paling sering membebaskan terdakwa kasus korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Semarang. Heru Jatmiko merupakan terdakwa ketujuh yang lepas dari jerat hukum melalui Pengadilan Tipikor Semarang.
Dari ketujuh kasus tersebut, enam kasus di antaranya diadili majelis hakim yang diketuai Lilik Nuraini. Dari enam majelis tersebut, lima di antaranya beranggotakan Asmadinata dan Kartini Marpaung. "Ini sudah benar-benar mencoreng dan melukai rasa keadilan. Hakim-hakim itu sudah tidak memiliki semangat pemberantasan korupsi lagi,"kata Ketua Divisi Monitoring Kinerja Penegak Hukum, Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng, Eko Haryanto.
Berdasar data yang diperoleh KP2KKN, Hakim Lilik pernah menyidangkan kasus korupsi dengan komposisi tunggal. Persidangan itu juga terkesan sembunyi-sembunyi, yakni di lantai dua gedung Pengadilan Tipikor yang sering luput dari pantauan media peliput. "Itu sudah melanggar aturan tentang Pengadilan Tipikor. Tata caranya tidak boleh, harus ada hakim ad hoc," tandas Eko.
KP2KKN berencana malaporkan tiga hakim yang terbanyak membebaskan terdakwa korupsi kepada Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA). "Terlebih Hakim Lilik Nuraini. Sepertinya pertimbangan hukum yang digunakan dia terlalu mengada-ada," tegas Eko. (H89-53-JBSM/11)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.