Wayang Potehi Akan Terus Ditampilkan Agar Tak Dilupakan
ANAK-ANAK: Penonton pertunjukan wayang potehi tak hanya dari kalangan dewasa saja. Anak-anak pun menyukai, baik dari kalangan warga keturunan maupun pribumi. (Foto: Harsem/dok) |
WAYANG kulit sudah sering kita tahu. Begitu juga wayang golek. Tapi wayang potehi, masih sayup-sayup kita denger kecuali di kalangan warga Tionghoa.
Terkait dengan khaul dari pejimsin (umat) tentang kedatangan Poo Seng Tay Tee atau Dewa Obat, Kamis (28/6) lalu berlangsung pertunjukkan wayang potehi di halaman Kelenteng Tay Kak Sie, dimulai pukul 15.00-17.00 dan 19.00-20.00.
Pertunjukan dengan judul Hom Kiam Djun Djun ini menceritakan kerajaan Taichi menaklukan enam kerajaan kecil di Negeri Tionghoa.
Pagelaran wayang potehi ini terkait dengan khaul dari pejimsin atas kedatangan Poo Seng Tay Tee atau Dewa Obat beberapa hari lalu.
Wayang Potehi dimainkan oleh dalang bernama Bambang Sutrisno (75) atau Li Chong Gwat yang ditonton oleh masyarakat Tionghoa dan pribumi, baik yang tinggal di sekitar klenteng maupun dari luar wilayah klenteng.
Budiawan (50), warga Kelurahan Purwodinatan ini sering menonton pertunjukan wayang potehi. Kendati tidak ditonton banyak orang, namun pertunjukan wayang tersebut selalu memberikan kesan bagi dirinya.
“Biasanya saya bawa cucu saya ke sini, tapi karena lagi libur ke luar kota, saya nonton sendiri. Ini kan dalangnya hanya ini saja. Agar ini tidak punah terus dilestarikan dengan cara menampilkan di hadapan masyarakat luas,” ujarnya ramah.
Tak hanya orang dewasa, anak-anak usia sekolah pun ada yang tertarik menyaksikan pertunjukan wayang potehi. Sebagian anak-anak usia sekolah menyukai tontonan wayang potehi ini karena ceritanya heroik.
“Dulu saya waktu masih usia sekolah itu sampai bela-belain nonton, pokoknya tidak mau ketinggalan ceritanyaa. Cucu saya kelihatannya juga senang nonton wayang potehi,” ujarnya tersenyum.
Karina (9), siswa SD yang berasal dari Kota Kembang Bandung mengaku baru kali pertama menonton wayang potehi. Karena di daerahnya (Bandung) wayang potehi ini jarang melakukan pementasan. “Ceritanya bagus, warna merah menyalanya menjadi daya tariuk tersendiri,” katanya polos.
Semetara itu dalang Li Chong Gwat mengaku, tradisi wayang potehi yang merupakan kebudayana Tionghoa, sejak pemerintahan Orde Baru sempat terbelenggu, tetapi semenjak kepemimpinan Gus Dur maka kran kebudayaan Tionghoa terbuka lebar.
“Dulu susah sekali rasanya mau memberikan hiburan pada masyarakat. Era Ode Baru mulai barongsay sampai wayang potehi tidak boleh pentas, tetapi sekarang dibebaskan,” katanya ramah.
Humas Kelenteng Tay Kak Sie, Aris Pramadi mengatakan, kegiatan ini merupakan kegiatan bagi pejimsin yang melakukan khaul karena telah sembuh. “Saat mengikuti ritual kedatangan Poo Seng Tay Tee sudah sembuh, maka melakukan khaul,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, kesenian ini sudah lama ada, namun tidak begitu familiar di kalangan masyarakat luas. Wayangan potehi ini hanya dikenal oleh sebagian besar warga keturunan saja, karena itu juga pertunjukan wayang potehi ini terus digelar.
Seni wayangan potehi ini merupakan warisan budaya 3.000 tahun lebih yang dibawa imigran Tionghoa dari daratan Tiongkok ke Nusantara.
Terpisah, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Kasturi, juga berencana akan melestarikan wayang potehi untuk nguri-uri budaya.
“Wayang potehi ini sudah hampir punah, karena di Semarang dalangnya hanya ada satu orang. Kedepan kami berencana mengadakan sarasehan dan megundang dalang-dalang se-Indonesia untuk mengangkat kembali wayang potehi ini,” tandasnya. (lif/12)
Labels
Warta Kota
Hallo bisa bagi alamat dan CP wayang potehi,bisa email ke prmarketing@ymail.com,terimakasih.
ReplyDeleteHallo bisa bagi alamat dan CP wayang potehi,bisa email ke prmarketing@ymail.com,terimakasih.
ReplyDelete