Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Jakarta Sesak, Pilih Mengadu Nasib ke Semarang

PENDATANG BARU: Pemudik dari luar kota turun di Terminal Terboyo. Sebagian di antara mereka merupakan pendatang baru yang berniat mengadu nasib di Kota ATLAS. (Harsem/Leonardo Agung/JBSM)

WAJAH lelaki berkulit sawo matang dengan tubuh yang kurus itu memancar penuh harap. Saat menginjakkan kakinya di Kota Semarang, Jumat (24/8) pagi, ia pun sementara waktu ikut menginap di kost teman sekampungnya yang ada di wilayah Kelurahan Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur.

Kuswiroso (25), lelaki asal Dusun Kalikuto RT 2 RW 10 Kelurahan Candimulyo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo yang hanya memiliki ijasah SMP itu berharap, pundi-pundi rupiah akan didapat setelah bekerja di Kota Semarang.

Keinginan untuk bekerja ke Jakarta bersama teman sekampungnya yang lain setelah Idul Fitri 1433 H diurungkannya. Ia tidak cukup mental untuk bekerja di kota metropolitan sebesar Jakarta.

''Saya hanya lulusan SMP, cukup di Semarang saja. Sukses itu tidak harus ke Jakarta, tapi di mana saja, asal kita kerja keras dan tekun. Di kampung, penghasilan dari bertani hanya habis untuk senang-senang saja, saya ingin lebih maju,'' tuturnya, kemarin.

Keputusan untuk mengadu nasib ke Kota Semarang pun atas ajakan temannya yang membuka usaha warung bakso di wilayah Ngaliyan. Dengan gaji Rp 700 ribu per bulan, Kuswiroso mengaku sudah cukup untuk hidup. Pasalnya, ia tidak perlu membayar kos, listrik, air dan makan.

''Soal makan, sehari dua kali dan sudah ditanggung pemilik warung. Penginapan pun tidak perlu membayar, karena saya disuruh tinggal di warung sambil berjaga,'' ungkapnya.

Pilihan untuk bekerja di Kota Atlas pun juga diakui M Fauzi (23). Warga kelahiran Depok, Jakarta itu mengaku, meski bekerja di Jakarta ia memperoleh gaji Rp 1,5 juta per bulannya, selalu habis sebelum gaji kembali diterima. Apalagi, setiap bulan, ia harus mengangsur kredit sepeda motor Rp 500 ribu.

''Pulang pergi dari rumah setiap hari sejam lebih, kesemrawutan lalu lintas di Jakarta membuat saya pusing. Saya ingin lebih nyaman, dan hidup mandiri, tidak tergantung dengan orangtua, selama ini makan saja masih ikut orangtua. 

Meski nantinya gaji di Semarang lebih kecil, saya tidak masalah,'' ungkap lajang lulusan SMEA swasta yang akan bekerja di salah satu pabrik mebel itu.

Di manapun tempat bekerja sesungguhnya tidak masalah. Siapapun bisa berhasil asal dilandasi dengan ketekunan, disiplin dan kerja keras. Prinsip ini diyakini betul oleh M Fahrur (35). 

Beberapa tahun lalu warga Karangrejo, Bonang, Demak itu pernah mengadu nasib di Jakarta. Tapi karena tak punya keahlian, ia hanya bisa jadi kuli di proyek. "Dua tahun merantau, saya putus asa dan kembali ke Demak," katanya.

Seorang saudara kemudian mengajaknya kerja di tempat penggilingan daging untuk bakso di daerah Banteng, Semarang. Dari situ jalur rezekinya mulai terbuka. Dari buruh penggilingan daging, Fahrur mencoba usaha membuat glindingan bakso untuk disetorkan ke para pedagang bakso. "Ternyata laris, dari hanya beberapa kilo kini sehari habis sampai lima kwintal daging," tuturnya.

Maka ayah satu anak ini pun kini menjadi bos bakso yang bermarkas di Jalan Gajah. Pelanggannya bukan saja para pedagang bakso di Semarang tetapi juga di Demak, dan Ungaran. "Alhamdulilah, kini saya bisa mengajak suadara-saudara saya di desa untuk ikut bekerja membantu saya di Semarang," ungkapnya.

Terpisah, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang selama ini mendampingi para buruh di Kota Semarang, Yayasan Wahyu Sosial Khotib Sunhaji mengatakan, pilihan para pencari kerja ke Kota Semarang sebenarnya bukanlah yang utama. Para pemuda yang memilih Semarang, adalah mereka yang di kota yang dimaksud seperti Jakarta atau kota lain yang memiliki standar gaji tinggi tidak diterima.

Dari data yang dimiliknya, pemuda di wilayah Semarang dan sekitarnya masih memilih Jakarta sebagai primadona, sementara itu pekerjaan bidang tambang di Kalimantan atau Papua, juga menjadi pilihan bagi mereka yang memiliki keahlian.

''Semarang itu justru menjadi pilihan para investor untuk mengembangkan usahanya. Nah inilah yang kemudian menarik para pekerja untuk masuk. Semarang bukan lagi menjadi pilihan itu karena standar gajinya paling rendah se-Indonesia,'' ujarnya. (Muhammad Syukron-JBSM/12)

Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous