Aku Mencintai Kakak Ipar

Aku telah laknat dengan mengkhianati kakakku sendiri. Inilah dosa terbesar yang pernah kulakukan sepanjang hidup.

Tak sedikitpun terpikir untuk menyakiti Kak Dian (samaran), kakak kandungku sendiri. Aku hanya tak kuasa melawan godaan dari Mas Ferry (juga bukan nama sebenarnya), suaminya, sehingga kami terlibat hubungan yang begitu jauh.

Ceritaku ini dimulai ketika aku tinggal di rumah Kak Dian setelah pembantunya memutuskan untuk berhenti bekerja di rumah itu. Sejak itu, kak Dian kewalahan mengurusi rumah. Terlebih juga harus mengurusi suami dan kedua anaknya yang masih kecil. Karena itu, aku menawarkan diri untuk tinggal bersamanya. Hitung-hitung meringankan bebannya.

Tawaranku disambut baik Kak Dian. Dia malah sangat bersyukur aku mau tinggal bersamanya, mengurus anak-anak, dan membereskan rumah.

Aku sendiri sudah setahun lebih menganggur. Setelah lulus sarjana tahun 2011 yang lalu, aku hanya menghabiskan waktuku di rumah. Aku memang tidak pernah berusaha mencari kerja, karena aku pikir aku anak perempuan dan akhirnya akan mengurusi rumah tangga dan suami kelak.

Di rumah Kak Dian aku juga bisa menghibur diri. Semua fasilitas lengkap. Kala kak Dian dan suaminya berangkat kerja, aku pun bisa memanfaatkan semua yang ada di rumah. Mulai dari makanan yang serba tersedia, nonton film, internet, sampai main playstation.

Aku hanya mengurus dua anak Kak Dian, itu pun tidak perlu terlalu repot, karena mereka sudah cukup besar untuk diperingatkan. Praktis pekerjaan yang berat, hanya menyiapkan makan minum untuk Kak Dian dan suaminya. Setelah itu aku bisa bebas kembali. Itu sebabnya aku betah tinggal di rumah.

Setiap habis gajian, Mas Ferry selalu memberiku uang jajan yang lumayan banyak untuk membeli kosmetik dan pakaian. Malah, mereka ingin agar tinggal di rumah itu saja selamanya. Meskipun katanya aku sudah menikah nanti, aku masih bisa tetap tinggal di rumah itu. Rumah kak Dian memang cukup luas untuk menampung dua keluarga. Jumlah kamar saja ada lima, ditambah ruang tamu dan ruang keluarga yang sangat lapang.

Bulan ketujuh aku tinggal di rumah itu, Mas Ferry sakit. Ia patah tulang setelah mengalami kecelakaan di perbatasan kota. Mas Ferry harus istirahat selama dua bulan. Karena Kak Dian sibuk kerja, aku yang harus menggantikannya mengurusi Mas Ferry. Mulai dari kebutuhan makan, minum sampai ini dan itu. Maklumlah Kak Dian wanita karier yang sangat sibuk. Ia baru bisa pulang pada malam hari.

Dari sinilah bencana berawal. Diam-diam Mas Ferry sering memperhatikanku. Aku sangat sadari itu, tapi aku berusaha menyembunyikannya. Lama-lama Mas Ferry tambah berani. Ia mulai memegangi tanganku dan mencoba merayu. Aku hanya diam dan berusaha menghindar dari bujuk rayunya, karena itu kuanggap hanya sebatas gurauan belaka.

Suatu siang ketika aku tidur lelap di dalam kamar, tiba-tiba Mas Ferry berada di kamarku dan berniat melakukan perbuatan dosa. Aku berontak, tapi Mas Ferry lebih kuat.

Dari itulah petualangan kami bermula. Tak ada pemberontakan lagi dariku, dan aku malah lupa bahwa Mas Ferry adalah kakak iparku. Aku merasa bedosa kepada Kak Dian. Maafkan aku, kak. Setiap malam aku menangis dan memohon ampun padaNya.

Sekarang aku berusaha menjauh dari Mas Ferry dengan memilih pulang ke rumah orangtua. (Seperti diceritakan Mita di Kaliwiru, Semarang, kepada Wara Merdekawati)

Newer Post Older Post