Sampai Kanker Rahim Menggerogotinya
Budiman dan Sherly adalah sepasang kekasih yang serasi meski keduanya dari keluarga berbeda latarbelakang. Sherly kaya raya, sedangkan keluarga Andre hanya petani miskin.
Budiman sangat mencintai Sherly. Ia telah melipat 1000 burung kertas untuk Sherly, dan Sherly kemudian menggantungkannya di langit-langit kamar.
Dalam tiap burung kertas tersebut Budiman menuliskan harapannya kepada Sherly. Antara lain, “Semoga kita selalu saling mengasihi satu sama lain”, ”Semoga Tuhan melindungi Sherly dari bahaya”, ”Semoga kita mendapatkan kehidupan yang bahagia”, dan sebagainya.
Suatu hari Budiman melipat burung kertasnya yang ke 1001. Burung itu dilipat dengan kertas transparan sehingga berbeda dengan sebelumnya. Ketika memberikan burung kertas itu, Budiman berkata kepada Sherly: “Ini burung kertasku yang ke 1001. Dalam burung kertas ini aku mengharapkan kejujuran dan keterbukaan. Aku akan segera melamarmu dan kita akan segera menikah.”
Saat mendengar Budiman berkata demikian, menangislah Sherly. “Budi, senang sekali aku mendengarnya, tetapi aku sekarang telah memutuskan untuk tidak menikah denganmu karena aku butuh uang dan kekayaan seperti kata orang tuaku!”
Budiman kaget bukan kepalang. Ia kemudian mulai marah kepada Sherly. Ia menyebut Sherly matre, orang tak berperasaan, kejam. Ia pun kemudian meninggalkan Sherly menangis seorang diri.
Budiman mulai terbakar semangatnya. Ia pun bertekad harus sukses dan berhasil. Sikap Sherly dijadikannya cambuk. Dalam sebulan, usahanya menunjukkan hasil. Ia diangkat menjadi kepala cabang, dan dalam setahun ia telah diangkat menjadi manajer, dan tak lama kemudian ia mempunyai 50% saham perusahaan itu. Sekarang tak seorangpun tak kenal Budiman. Ia adalah simbol kesuksesan.
Suatu hari Budiman berkeliling kota dengan mobil barunya. Tiba-tiba dilihatnya sepasang suami-istri renta tengah berjalan di derasnya hujan. Suami istri itu lusuh tak terawat. Budiman pun penasaran dan mendekati mereka. Astaga, ternyata suami istri itu adalah orang tua Sherly.
Budiman mulai berpikir untuk memberi pelajaran kepada kedua orang itu. Tetapi hati nuraninya melarang. Budiman membatalkan niatnya dan ia membuntuti kemana perginya orang tua Sherly.
Budiman sangat terkejut ketika didapati orang tua Sherly memasuki sebuah makam yang dipenuhi burung kertas. Ia pun semakin terkejut ketika ia mendapati foto Sherly di makam itu. Ia pun bergegas turun dari mobilnya dan berlari ke arah makam Sherly untuk menemui orang tua Sherly.
Orang tua Sherly sesaat terperanjat muncul Budiman di makam itu. Setelah suasana mencair, mereka pun berkata: ”Nak, sekarang kami jatuh miskin. Harta kami habis untuk biaya pengobatan Sherly yang terkena kanker rahim ganas. Sherly menitipkan sebuah surat kepada kami untuk diberikan kepadamu jika kami bertemu denganmu.”
Bergetar, Budiman membuka surat itu. “Budi, maafkan telah membohongimu. Aku terkena kanker rahim yang tak mungkin disembuhkan. Aku tak mungkin mengatakan hal ini saat itu, karena jika itu aku lakukan, aku akan membuatmu putus asa yang akan membawa hidupmu pada kehancuran … “
Setelah membaca surat itu, Budiman menangis sejadi-jadinya. Ia telah berprasangka buruk pada Sherly. Ia pun mulai merasakan betapa hati Sherly teriris-iris ketika ia mencemoohnya, mengatainya matrealistis, kejam, dan tak berperasaan. Ia merasakan betapa Sherly kesepian seorang diri dalam kesakitannya hingga maut menjemput.
Betapa Sherly mengharapkan kehadirannya di saat-saat penuh penderitaan itu. Tetapi Budiman lebih memilih menganggap Sherly sebagai perempuan jalanan ... (Kisah pilu ini menimpa RS yang saat ini bekerja di sebuah perusahaan importer di Semarang, yang ditulis oleh Wara Merdekawati)
Budiman sangat mencintai Sherly. Ia telah melipat 1000 burung kertas untuk Sherly, dan Sherly kemudian menggantungkannya di langit-langit kamar.
Dalam tiap burung kertas tersebut Budiman menuliskan harapannya kepada Sherly. Antara lain, “Semoga kita selalu saling mengasihi satu sama lain”, ”Semoga Tuhan melindungi Sherly dari bahaya”, ”Semoga kita mendapatkan kehidupan yang bahagia”, dan sebagainya.
Suatu hari Budiman melipat burung kertasnya yang ke 1001. Burung itu dilipat dengan kertas transparan sehingga berbeda dengan sebelumnya. Ketika memberikan burung kertas itu, Budiman berkata kepada Sherly: “Ini burung kertasku yang ke 1001. Dalam burung kertas ini aku mengharapkan kejujuran dan keterbukaan. Aku akan segera melamarmu dan kita akan segera menikah.”
Saat mendengar Budiman berkata demikian, menangislah Sherly. “Budi, senang sekali aku mendengarnya, tetapi aku sekarang telah memutuskan untuk tidak menikah denganmu karena aku butuh uang dan kekayaan seperti kata orang tuaku!”
Budiman kaget bukan kepalang. Ia kemudian mulai marah kepada Sherly. Ia menyebut Sherly matre, orang tak berperasaan, kejam. Ia pun kemudian meninggalkan Sherly menangis seorang diri.
Budiman mulai terbakar semangatnya. Ia pun bertekad harus sukses dan berhasil. Sikap Sherly dijadikannya cambuk. Dalam sebulan, usahanya menunjukkan hasil. Ia diangkat menjadi kepala cabang, dan dalam setahun ia telah diangkat menjadi manajer, dan tak lama kemudian ia mempunyai 50% saham perusahaan itu. Sekarang tak seorangpun tak kenal Budiman. Ia adalah simbol kesuksesan.
Suatu hari Budiman berkeliling kota dengan mobil barunya. Tiba-tiba dilihatnya sepasang suami-istri renta tengah berjalan di derasnya hujan. Suami istri itu lusuh tak terawat. Budiman pun penasaran dan mendekati mereka. Astaga, ternyata suami istri itu adalah orang tua Sherly.
Budiman mulai berpikir untuk memberi pelajaran kepada kedua orang itu. Tetapi hati nuraninya melarang. Budiman membatalkan niatnya dan ia membuntuti kemana perginya orang tua Sherly.
Budiman sangat terkejut ketika didapati orang tua Sherly memasuki sebuah makam yang dipenuhi burung kertas. Ia pun semakin terkejut ketika ia mendapati foto Sherly di makam itu. Ia pun bergegas turun dari mobilnya dan berlari ke arah makam Sherly untuk menemui orang tua Sherly.
Orang tua Sherly sesaat terperanjat muncul Budiman di makam itu. Setelah suasana mencair, mereka pun berkata: ”Nak, sekarang kami jatuh miskin. Harta kami habis untuk biaya pengobatan Sherly yang terkena kanker rahim ganas. Sherly menitipkan sebuah surat kepada kami untuk diberikan kepadamu jika kami bertemu denganmu.”
Bergetar, Budiman membuka surat itu. “Budi, maafkan telah membohongimu. Aku terkena kanker rahim yang tak mungkin disembuhkan. Aku tak mungkin mengatakan hal ini saat itu, karena jika itu aku lakukan, aku akan membuatmu putus asa yang akan membawa hidupmu pada kehancuran … “
Setelah membaca surat itu, Budiman menangis sejadi-jadinya. Ia telah berprasangka buruk pada Sherly. Ia pun mulai merasakan betapa hati Sherly teriris-iris ketika ia mencemoohnya, mengatainya matrealistis, kejam, dan tak berperasaan. Ia merasakan betapa Sherly kesepian seorang diri dalam kesakitannya hingga maut menjemput.
Betapa Sherly mengharapkan kehadirannya di saat-saat penuh penderitaan itu. Tetapi Budiman lebih memilih menganggap Sherly sebagai perempuan jalanan ... (Kisah pilu ini menimpa RS yang saat ini bekerja di sebuah perusahaan importer di Semarang, yang ditulis oleh Wara Merdekawati)
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.