37 Tahun Lamanya Memendam Cinta
Resti dan Hilman, keduanya nama samaran, adalah warga bertetangga desa di Pudakpayung, Semarang, yang menjalani kisah menguras perasaan.
Tiga puluh tujuh tahun lalu, pemuda Hilman yang saat itu berusia 27 datang ke rumah seorang sahabat yang punya dua anak gadis. Ia ditemani ayahnya. Tujuannya untuk melamar. Yang dipilih Hilman adalah anak kedua, Resti, yang telah dikenalnya semasa SMA. Bahkan sebenarnya telah ada rasa suka di antara mereka.
Namun tuan rumah, sebut saja Hakim, merasa kurang bijak jika menikahkan anak kedua, sementara anak pertama belum dapat jodoh. Dengan berat hati, Hilman terpaksa menyetujui permintaan Hakim. Ia dinikahkan dengan Wangi, kakak kandung Resti.
Pikiran Hilman gundah. Sepulang dari rumah Hakim, dia bilang terus terang kepada ibunya bahwa hatinya tak ada rasa pada Wangi.
Benar saja, tak hanya suasana kaku dalam akad nikah dan pesta perkawinannya, tapi juga tak meriah. Namun ia menata pikiran dengan memberi pengertian bahwa itu semua adalah takdir Tuhan.
Waktu berjalan, Hilman dan Wangi hidup bersama sebagai suami istri. Empat anak lahir dari hubungan mereka yang diberi kelimpahan rezeki.
Ketika anak pertama mereka telah berumah tangga, dan anak keduanya telah kuliah, terjadi prahara yang tak dinyana-nyana. Wangi tiba-tiba suka marah. Ia cemburu pada suaminya yang belakangan sering pulang malam. Meski Hilman beralasan bahwa ia sibuk mempersiapkan proyek perumahan, istrinya tak mau mendengar. Pokoknya ngamuk dan mengeluarkan sumpah serapah.
Usut punya usut, Wangi cemburu pada Resti yang belakangan sering menanyakan kesehatan Hilman. Wangi merasa terancam. Ia melampiaskannya dengan mengomeli Hilman. Lantaran tidak tahan, Hilman pulang ke rumah orangtuanya yang telah lama meninggal.
Perkawinan yang rusak ini berakhir dengan meninggalnya Wangi, setahun setelah mereka pisah ranjang. Dan kini, di usianya yang telah tua, Hilman ingat pada adik iparnya, tak lain Resti, seorang perempuan yang dulu sangat dia cintai. Ia menjadi sangat rindu memeluk wanita bermata indah itu.
Harapan sering seperti kita menunggu terbit matahari. Pelan tapi pasti asa pun bersemi. Resti yang telah menjanda setelah ditinggal mati suaminya tiga tahun lalu, mendadak mengontak Hilman. Sambil menangis Resti berkata, selama 37 tahun ia tak pernah kehilangan cintanya pada Hilman. Hatinya tak bisa bohong meski menikah dengan lain.
Pada tanggal 5 Februari 2012, disaksikan anak masing-masing, keduanya mengucapkan akad nikah di KUA. Sebuah akhir yang indah. (Ditulis ulang oleh Abdul Mughis, berdasarkan kisah nyata)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.