Terpilih Jadi Bupati Tegal Ki Enthus Berprinsip ‘Sawo Kecik Sawo Manilo’
TEGAL-Dalang kondang asal Tegal, Ki Enthus Susmono terpilih sebagai Bupati Tegal untuk periode 2014-2019. Bagaimana perjalanan dia dalam meraih jabatan sebagai orang nomor satu di Kabupaten Tegal tersebut?
Wayang golek lupit dan slenteng dimainkan sangat lincah oleh sang dalang Ki Enthus Susmono di Sanggar Satria Laras. Kendati dalang kondang asal Desa Bengle, Kecamaatan Talang, Kabupaten Tegal itu baru terpilih menjadi Bupati Tegal periode 2014-2018,namun gaya humornya tetap saja melekat.
Ya, wayang memang tidak bisa dipisahkan dengan Ki Enthus. Tak hanya sebagai profesi yang mengantarkan dirinya meraih berbagai prestasi tingkat nasional maupun internasional, namun dari wayang pula dia terjun ke politik.
Hal itu diakui Ki Enthus ketika ditanya awal kali terjun ke politik. Bagaimana ia memposisikan sebagai seorang seniman yang bebas berekpresi dengan posisi jabatan yang penuh dengan aturan dan protokoler? ''Kalau orang menganggap seniman itu tidak teratur itu salah. Justru orang paling teratur itu seniman,''katanya.
Ia menunjukkan contoh, simfoni gamelan. ''Ada kendang, gong, saron, bonang, sinden, wiraswara. Ketika menghadapi konser, dari bunyi berbeda-beda itu kalau dibunyikan dengan satu panduan, maka akan terjadi simfoni gamelan yang indah. Asalkan, masing-masing personel takdim (hormat) dengan panduan,''paparnya.
Karena itu, bagi dia, mewujudkan simfoni gamelan tersebut sama halnya dengan mentransformasi dari kesenian ke pemerintahan. ''Apa bedanya. Toh sama-sama manusia,''tegasnya.
Selain itu, dari wayang pula ia belajar politik. Sebab, dalam pewayangan banyak sekali pelajaaran politik yang dipetik. Sebut saja, Ramayana, Mahabarata, Sotasoma, dan Negarakertagama. ''Makanya dari pelajaran itu saya punya prinsip sawo kecik sawo manila, sing becik dipakai, dibuang sing ala (yang baik dipakai, yang jelek dibuang). Jadi saya banyak belajar dari situ,''ujarnya.
Ketika ditanya mengenai sejak kapan punya keinginan menjadi bupati? Dengan tegas, ia mengatakan, sejak keluar dari penjara pada 2009. ''Ketika itu saya berpikir kenapa saya harus demo terus, kalau saya mampu untuk memimpin sendiri. Makanya, saya bertekad dulu yang saya pejabat korup, maka seoptimal mungkin saya hilangkan.''
Dari Penjara
Ia juga mengaku belajar politik, tata pemerintahan dan teori penataan birokrasi saat masih di penjara. Ketika itu, ia divonis dua bulan 15 hari dalam kasus perusakan Kantor Radio Citra Pertiwi FM.
Tekad pemberantasan korupsi akan dia mulai dari dirinya sendiri bersama dengan pasangan Wabup Hj Umi Azizah untuk tidak meminta fee proyek. Caranya, tetap mendalang pada Sabtu dan Minggu. Yang menarik, ketika mendalang Ki Enthus tidak ingin disebut sebagai Bupati Tegal.
Bersosialisasi dengan wayang juga ia gunakan ketika awal kali mendeklarasikan diri sebagai calon bupati.Pengajian dan wayang santri gratis, serta relawan ikhlas sebagai pedekatan ke masyarakat untuk mengumpulkan KTP sebagai bentuk dukungan. ''Terkumpul 115 ribu, setelah diseleksi 93 ribu. Awalnya saya mau jalur independen,''jelasnya. Namun, dalam perkembangan politik selanjutnya ia maju dari PKB.
Ke depan, ia ingin mengentaskan berbagai persoalan dari tingkat desa melalui Gerakan Desa. ''Persoalan kesenjangan, pengangguran, kesehatan dan pendidikan dari desa. Makanya sesuai dengan misi dan visi saya tiap desa mendapat alokasi minimal Rp 500 juta.''(Dwi Ariadi/SMNetwork/njs)
Wayang golek lupit dan slenteng dimainkan sangat lincah oleh sang dalang Ki Enthus Susmono di Sanggar Satria Laras. Kendati dalang kondang asal Desa Bengle, Kecamaatan Talang, Kabupaten Tegal itu baru terpilih menjadi Bupati Tegal periode 2014-2018,namun gaya humornya tetap saja melekat.
Ya, wayang memang tidak bisa dipisahkan dengan Ki Enthus. Tak hanya sebagai profesi yang mengantarkan dirinya meraih berbagai prestasi tingkat nasional maupun internasional, namun dari wayang pula dia terjun ke politik.
Hal itu diakui Ki Enthus ketika ditanya awal kali terjun ke politik. Bagaimana ia memposisikan sebagai seorang seniman yang bebas berekpresi dengan posisi jabatan yang penuh dengan aturan dan protokoler? ''Kalau orang menganggap seniman itu tidak teratur itu salah. Justru orang paling teratur itu seniman,''katanya.
Ia menunjukkan contoh, simfoni gamelan. ''Ada kendang, gong, saron, bonang, sinden, wiraswara. Ketika menghadapi konser, dari bunyi berbeda-beda itu kalau dibunyikan dengan satu panduan, maka akan terjadi simfoni gamelan yang indah. Asalkan, masing-masing personel takdim (hormat) dengan panduan,''paparnya.
Karena itu, bagi dia, mewujudkan simfoni gamelan tersebut sama halnya dengan mentransformasi dari kesenian ke pemerintahan. ''Apa bedanya. Toh sama-sama manusia,''tegasnya.
Selain itu, dari wayang pula ia belajar politik. Sebab, dalam pewayangan banyak sekali pelajaaran politik yang dipetik. Sebut saja, Ramayana, Mahabarata, Sotasoma, dan Negarakertagama. ''Makanya dari pelajaran itu saya punya prinsip sawo kecik sawo manila, sing becik dipakai, dibuang sing ala (yang baik dipakai, yang jelek dibuang). Jadi saya banyak belajar dari situ,''ujarnya.
Ketika ditanya mengenai sejak kapan punya keinginan menjadi bupati? Dengan tegas, ia mengatakan, sejak keluar dari penjara pada 2009. ''Ketika itu saya berpikir kenapa saya harus demo terus, kalau saya mampu untuk memimpin sendiri. Makanya, saya bertekad dulu yang saya pejabat korup, maka seoptimal mungkin saya hilangkan.''
Dari Penjara
Ia juga mengaku belajar politik, tata pemerintahan dan teori penataan birokrasi saat masih di penjara. Ketika itu, ia divonis dua bulan 15 hari dalam kasus perusakan Kantor Radio Citra Pertiwi FM.
Tekad pemberantasan korupsi akan dia mulai dari dirinya sendiri bersama dengan pasangan Wabup Hj Umi Azizah untuk tidak meminta fee proyek. Caranya, tetap mendalang pada Sabtu dan Minggu. Yang menarik, ketika mendalang Ki Enthus tidak ingin disebut sebagai Bupati Tegal.
Bersosialisasi dengan wayang juga ia gunakan ketika awal kali mendeklarasikan diri sebagai calon bupati.Pengajian dan wayang santri gratis, serta relawan ikhlas sebagai pedekatan ke masyarakat untuk mengumpulkan KTP sebagai bentuk dukungan. ''Terkumpul 115 ribu, setelah diseleksi 93 ribu. Awalnya saya mau jalur independen,''jelasnya. Namun, dalam perkembangan politik selanjutnya ia maju dari PKB.
Ke depan, ia ingin mengentaskan berbagai persoalan dari tingkat desa melalui Gerakan Desa. ''Persoalan kesenjangan, pengangguran, kesehatan dan pendidikan dari desa. Makanya sesuai dengan misi dan visi saya tiap desa mendapat alokasi minimal Rp 500 juta.''(Dwi Ariadi/SMNetwork/njs)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.