Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Rusuh Ambon, Pengamat Sebut 4 Kelalaian Pemerintah//upper

Intelijen Kecolongan

WAKIL Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, menyayangkan terjadinya bentrok di Ambon. Menurutnya, aparat intelijen lemah, tak mampu mengantisipasi.

"Intelijen kita harus bisa mengendus secara dini. Saya melihat, agak kecolongan," ujar Priyo, di gedung DPR.
Dia tidak ingin terlalu dini untuk menyimpulkan ada aparat negara yang bermain dalam bentrokan berdarah itu. "Saya tak ingin menyimpulkan ada yang bermain di air keruh. Saya juga berharap tidak ada alat negara yang bermain di air keruh, kalau itu terjadi, jahat sekali," terangnya.

Menurut Priyo, DPR perlu meminta penjelasan dari aparat terkait untuk mengetahui penyebab bentrokan itu. Rencananya DPR akan segera memanggil aparat terkait.

"Dalam waktu tidak lama, Komisi I akan kita minta memanggil BIN, Panglima TNI, dan Kapolri. Ini untuk menjelaskan terkait kejadian kemarin," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutanto, secara terpisah, enggan mengomentari bentrok di Ambon. Mantan Kapolri ini justru meminta jurnalis tidak membuat suasana di Ambon makin keruh.

"Terimaksih ya," jawab Sutanto saat ditanya tentang kondisi terbaru di Ambon. Hal tersebut dikatakan di Istana Merdeka. "Mohon dibantu pemberitaannya," imbuhnya.

Dalam insiden ini, Mabes Polri menyebut 3 orang tewas, 24 korban luka berat, dan 65 luka ringan. Hal itu dikemukakan Kadiv Humas, Irjen Pol Anton Bachrul Alam, di kantornya.

Sedang Menko Polhukam, Djoko Suyanto, sebelumnya menyebutkan, lima orang tewas akibat pertikaian itu. Namun Djoko meminta wartawan untuk kroscek pada polisi, apakah benar korban tewas mencapai lima orang.

"Menurut staf saya, yang tertulis itu lima orang. Saya nggak usah bilang itu kelompok siapa. Itu laporan yang saya terima, tapi kroscek lagi ya," pintanya.

Kesamaan Pola 1999

Kerusuhan Ambon menunjukan kesamaan pola dengan peristiwa serupa 1999, yakni dilakukan sebelum atau setelah Lebaran. Lalu membuat onar dengan membakar sesuatu di dekat tempat ibadah. Saat itulah, kabar burung diedarkan untuk memprovokasi massa.

“Dulu, tahun 1999, cukup dengan Rp 1.000 Ambon rusuh. Dengan koin Rp 100, menelpon lewat telepon umum, dan Ambon terbakar. Sekarang dengan SMS. Kok intelijen dan polisi tak mampu menyadap?“ tanya sosiolog UI, Tamrin Amal Tamagola, di kantor KontraS, Jakarta.

Hanya saja, katanya, saat ini masyarakat sudah tidak mudah diprovokasi, dan efeknya terbatas. Masyarakat sudah sadar pentingnya perdamaian, dan menyadari hanya jadi korban politik saja.

“Kami salut, anak muda Ambon tidak ikut-kutan bawa parang atau golok. Mereka sudah tahu, tidak bisa lagi dijadikan korban atau tumbal politik lokal atau nasional. Mereka bisa menyelesaikan sendiri, tak perlu menggunakan pasukan yang akan kontraproduktif,“ tandasnya.

Selain itu, elite politik lokal juga sudah lebih dewasa. Tak berselang lama kerusuhan meletus, sejumlah raja lokal dan pimpinan adat langsung mengeluarkan maklumat perdamaian.

“Dan itu dituruti. Raja-raja lokal masih diakui dan berwibawa. Sistem raja di tingkat lokal masih efektif, seperti Raja Toleho, yang mengeluarkan maklumat, dan itu bagus,“ tegas pria asal Maluku ini.

Dia juga mengatakan, pertikaian pecah lagi karena pemerintah tak menjalankan hasil deklarasi Damai Malino 2001. Jika dilaksanakan dengan baik, kekerasan hanya bisa terjadi setelah 30 tahun kemudian.

Menurutnya, ada 4 hal yang dilalaikan pemerintahan SBY-Boediono untuk menjaga perdamaian. “Pertama, sesudah Malino, seharusnya dibentuk polisi berbasis komunitas, bukan berbasis kantor. Harusnya polisi jemput bola. Kedua, intelijen polisi lambat. Kita perlu polisi berpakaian bebas yang menyusup di masyarakat. Masak nggak bisa nyadap? Nyadap rektor saya saja bisa,“ terang Tamrin.

“Ketiga, cara pendekatan polisi masih mindset TKP, tempat kejadian perkara. Nunggu kejadian, baru menuju lokasi. Keempat, begitu terjadi langsung mengirim pasukan dari Sulawesi. Ini overdosis,“ kritiknya.
Dalam pandangannya, pemerintah tidak perlu lagi menggunakan pendekatan institusional birokratik. Serahkan kepada kearifan lokal, lembaga sosial budaya, seperti raja-raja lokal.

"Yang sangat mengerti itu JK (Jusuf Kalla), setiap raja, ibu raja itu didatangi. Dia tahu betul petanya,“ tambah Tamrin.

Jangan Mau Diadu Domba

Sebelumnya, Tamrin meminta agar masyarakat mengabaikan SMS atau pesan berantai yang bernada provokatif. Jangan mau diadu domba karena isu-isu yang tidak bertanggung jawab.

"Kesadaran masyarakat di Ambon sudah cukup baik, sehingga tidak mau diadu domba lagi. Inilah jejak masyarakat di akar rumput. Ketahanan, tidak mau diprovokasi lagi," jelasnya.

Dia juga berharap polisi proaktif menyebarkan informasi yang benar. Jangan sampai masyarakat sudah lebih dulu terprovokasi isu-isu menyesatkan. Aparat keamanan harusnya sigap membubarkan massa, sebelum terlibat bentrok.

"Mereka kan punya intelijen. Harusnya polisi bisa datang tepat waktu untuk mencegah bentrokan. Tidak ada alasan terlambat," katanya. (ahr)


Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous