Duh, Istriku Ternyata Lebih Nista
Cerita ini aku tuturkan sebagai pembelajaran. Aku kira dengan menikahi Mawar (samaran) semua perbuatan buruk yang kulakukan bisa kutinggalkan. Sebaliknya, wanita itu justru membuatku bertambah hancur.
Sekilas, penampilan Mawar yang lugu tak ubahnya gadis kampung yang awam dengan gemerlapnya kehidupan kota. Ia sangat dewasa dan begitu jauh dari penampilan terbuka. Malah, ketertarikanku padanya berawal dari penampilannya yang bersahaja itu, meski ia anak orang berada. Saat itu aku yakin bahwa Mawar adalah gadis lugu yang kuimpikan bisa berubah gaya hidupku yang euforia. Tetapi itulah awal mula cerita sedihku ini.
Kami menikah tahun 2002. Pernikahan kami awali dengan masa pacaran yang terbilang singkat, hanya 3 bulan. Aku yang sudah matang dalam usia dan mapan dalam pekerjaan,kemudian meminangnya. Orang tua Mawar yang sudah kenal betul dengan ayahku yang seorang pengusaha sukses di kota ini, tak berpikir panjang untuk menerima lamaran itu.
Setelah menikah, kami tinggal di rumah pemberian ayah, yang dihadiahkan sebagai hadiah pernikahan kami. Tak semewah rumah orang tua Mawar memang, namun asri, sederhana dan cukup untuk membina sebuah keluarga. Dengan dilengkapi sebuah mobil sedan, seorang pembantu, aku tak perlu lagi memikirkan apa apa.
Aku betul-betul bahagia bisa menikah dengan gadis pujaanku. Dengan Mawar, aku berharap bisa mengubah gaya hidupku yang gemerlap, dan kembali menjalani kehidupan normal lanyaknya seorang suami dan ayah bagi anak-anakku kelak.
Namun, impian tak sejalan dengan kenyataan yang harus kutelan. Mawar yang tampak sederhana, lugu dan seperti tak tahu apa-apa tentang kehidupan malam, malah kelakuannya tak jauh beda denganku. Ia seorang pemuja kehidupan malam, dan setelah menikah pun Mawar masih sulit melepaskan diri dari ketergantungan di dunia yang penuh kesenangan semu itu.
Semua kutahu setelah beberapa bulan kami menikah, Mawar masih juga menolak punya anak. Ia tak mau direpotkan mengurus anak ia masih ingin bebas menikmati masa-masa mudanya dan tak mau dikekang meski statusnya tak sendiri lagi.
Belakangan, aku makin dibuat bingung karena hampir setiap malam ia dijemput teman-teman gaulnya yang rata-rata anak orang berada. Entah kemana mereka, yang pasti kadang kudapati Mawar pulang dalam keadaan mabuk. Tak jarang pula di saku bajunya kutemukan pil ekstasi. Sungguh salah satu menduga Mawar selama ini. Ternyata, kehidupannya jauh lebih bebas dariku.
Aku dibuatnya tak berkutik ketika kucoba sadarkan dia. Ia selalu menjawabnya dengan enteng, " Nikmati saja hidup ini, kenapa mesti susah-susah. Kita memang suami isteri, tapi kamu tidak bisa mengekang kebebasanku. Kalau mau pergi, pergi saja," kalimat inilah yang selalu jadi jawaban dari Mawar.
Aku mulai ragu kalau-kalau wanita yang kunikahi ini tak suci lagi. Karena aku tahu betul kehidupan malam tak bisa dipisahkan dengan kehidupan seks bebas. Aku tahu itu, karena aku pernah menjadi bagian dari kenistaan itu.
Kini, di saat aku belajar untuk melupakan semua masa lalu dan mencoba hidup baru, aku malah diuji lewat istri. Mampukah kuhadapi semuanya? Entahlah, sampai kapan aku mulai bertahan. Mawar makin bebas saja, sampai kadang semalaman tak pulang ke rumah. Beruntung aku belum pernah mendapatinya dengan lelaki lain, sehingga pernikahan tetap coba kupertahankan.
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.