Campur Tangan Mertua Penyebab Ceraiku
Siapapun tentu tak ingin hidupnya tidak tentram. Setiap orang pastilah ingin bahagia, memiliki pasangan hidup, berkeluarga, selalu gembira, syukur kaya raya.
Namun semua tahu, harapan itu harus diupayakan, dan seringkali orang gagal sehingga mengalami hal sebaliknya. Kesedihan, derita, bahkan kesengsaraan.
Namun semua tahu, harapan itu harus diupayakan, dan seringkali orang gagal sehingga mengalami hal sebaliknya. Kesedihan, derita, bahkan kesengsaraan.
Pembaca, kala aku mengenal cinta, di masa muda dulu, aku membayangkan yang enak-enak saja tentang asmara. Kukira dengan cinta semua jadi menyenangkan. Tak tahunya, hal itu fatamorgana.
Saat usiaku 20, aku terbuai oleh cinta Joni (sebut saja begitu). Pemuda Semarang Utara yang dua tahun lebih tua dariku ini sangat mengesankan. Dia gigih sekali mengejar diriku.
Singkat cerita, aku dan Joni saling menyayangi. Kami merasa satu jiwa. Karena merasa sudah dewasa, aku pun mau dia ajak menikah.
Hari-hari pertama menjadi pengantin baru, tentu sangat nikmat kurasa. Segalanya serba indah. Namun setelah masa bulan madu usai, lebih tepatnya hari madu, karena tidak sampai sebulan aku sudah harus menghadapi fakta.
Ya. Suamiku yang masih miskin, mengajakku tinggal di rumah orang tuanya. Rumah yang tak seberapa besar bahkan bisa dibilang sederhana, itu kami tinggali bersama adik Joni yang masih SMP.
Sebagai istri aku berusaha sabar. Sambil terus berdoa semoga suamiku mendapat rejeki yang banyak agar bisa membuatkanku rumah sendiri. Namun posisi mantu di rumah mertua sangat tidak mengenakkan.
Ibu mertuaku suka turut campur urusan rumah tangga kami. Di benakku, beliau orang yang bawel alias cerewet. Aku merasa selalu dilorohi dan diatur. Bahkan kadang disewoti jika dianggap kurang tepat bersikap.
Ibu mertuaku suka turut campur urusan rumah tangga kami. Di benakku, beliau orang yang bawel alias cerewet. Aku merasa selalu dilorohi dan diatur. Bahkan kadang disewoti jika dianggap kurang tepat bersikap.
Aku hanya bisa diam, lalu madul suami saat kami di dalam kamar berdua. Mas Joni yang kuharap ngiyem-iyemi hatiku, malah ikutan berkhotbah. Menyuruhku manut saja omongan orang tua, jangan membantah atau menyela. Diam saja jika dituturi.
Kalau sudah begitu, aku hanya bisa menangis. Jengkel juga aku kepada suamiku yang tidak bertempati babar blas begitu. Tapi masih kutahan dalam batin.
Suatu hari ibu mertuaku sakit. Aku disuruh membeli obat. Ndilalah obat yang kubeli salah. Saat ibuku menerimanya, beliau marah. Aku menyatakan saguh kembali ke apotik dan membeli obat yang benar, tapi ibu tidak sabar. Dia tetap mengomel tak terima dengan kekhilafanku itu.
Puncaknya, karena aku dia anggap teledor, satu pak obat itu dibuang. Oh, pembaca, betapa sakitnya hatiku. Esoknya, aku lari dari rumah suamiku. Balik ke rumah orang tuaku.
Mas Joni ternyata bukan suami yang baik. Dia tidak berusaha menyusulku dan mengajak balik. Malah meneleponku dengan kalimat ancaman. Minta balik tetapi dengan kata-kata kemarahan.
Tak sudi aku mendapat perlakuan begitu. Akupun membantah. Tetapi malah membuatnya muntab. Akhirnya, dia pun tak pernah mau menemuiku lagi. Sampai empat tahun lamanya kami berpisah.
Dengan sangat terpaksa, aku datangi Pengadilan Agama untuk mengajukan gugatan cerai. Joni masih berupaya menolak cerai. Tapi aku mendesak majelis hakim untuk memutuskan. Alasanku, tidak memberi nafkah selama 4 tahun. (moi)
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.