Ribuan Nelayan Gelar Karnaval Ruwahan
KARNAVAL: Karnaval Ruwahan sudah menjadi tgradisi warga Desa Purworejo Bonang. (HARSEM/SUKMA WIJAYA) |
DEMAK-Menjelang Ramadan, warga Desa Purworejo Bonang atau masyarakat pesisir pantai Morodemak melakukan tradisi ruhawan dengan menggelar karnaval.
BERBAGAI jenis peran dan lakon disajikan dalam arak-arakan karnaval. Dari budaya daerah barongan, kuda lumping, rombogan jamaah haji hingga sejumlah peran tokoh pahlawan serta candi-candi peninggalan sejarah.
Arak-arakan pawai menelusuri Jalan Raya Bonang-Demak. Ribuan penonton merasa terhibur dengan pawai yang terkenal dengan nama karnaval ruwahan. Sepanjang jalan utama kampung nelayan terbesar se-Jateng ini, padat dipenuhi peserta oleh arak-arakan. Warga yang melintas harus bersabar, menepi di pinggir jalan dekat muara.
Kades Purworejo, Ali Mas’ad menjelaskan, pertengahan bulan Ruwah atau ruwahan, warga selalu menggelar tradisi arak-arakan. Karrnaval diadakan sebagai bentuk peghormatan dan terima kasih dari para sesepuh di tanah Purworejo. Sesepuh seperti Mbah Samsu Tamzes, H Mawardi, K Supardi, K Mualim H Damauhun, atau H Maksum yang berjuang menyiarkan agama Islam di pesisir Demak.
“Warga ingin menghormati perjuangan mereka dengan menggelar budaya karnaval saat pertengahan bulan Ruwah,” jelas Ali.
Tambahnya, karnaval dimulai dari Makam Mbah Samsu Tamzes yang merupakan sesepuh dari Desa Purworejo. Sedikitnya 32 rombongan karnawal dari 67 RT memamerkan arak-arakan ini.
Warga Desa Purworejo, Mustain (38) merasa bangga dengan tradisi tahunan yang selalu digelar. Selain menumbuhkan rasa cinta kedaerahan, sekaligus sebagai ajang kreatifitas pemuda dalam menampilkan kebolehannya.
Sesepuh yang selalu dihormati warga Purworejo yaitu Mbah Samsu Tamzes adalah seorang kiai yang taat menyiarkan Islam. Kematian sang kiai merupakan misteri, jenasahnya terapung di lautan, tak karam dan tak hanyut kemana-mana.
Ketika itu kapal milik seorang pedagang dari suku Bugis Makasar menabrak mayat kiai. Kapal itu tak bisa berlabuh, saat diketahui karena menabrak mayat. Sang pedagang berteriak “hai mayat bila engkau mayat yang baik, biarlah aku berdagang dulu ke Semarang. Kalau laris semua, akan aku rawat kau selayaknya manusia.”
Ternyata benar, dagangan milik orang Bugis itu laris. Karena sudah berjanji orang Bugis itu kembali dan masih melihat mayat kiai di tempat semula. Jenazah akhirnya dimakamkan di desa Morodemak. Pada tahun 1355 masehi, makam Mbah Samsu Tamzes dipindah masyarakat di Desa Purworejo. (swi/16)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.