SBY Tertarik Revolusi Hijau Generasi Kedua

Staf Ahli Menteri Bidang Investasi Pertanian Prabowo Respatiyo Caturoso meresmikan bantuan uji coba kincir angin
 (HARSEM/SUKMAWIJAYA)

DEMAK-Presiden RI tertarik akan meningkatkan sektor pertanian melalui pemberlakuan Revolusi Hijau generasi kedua. Demikian dikatakan Staf Ahli Menteri Bidang Investasi Pertanian Prabowo Respatiyo Caturoso saat meresmikan bantuan uji coba kincir angin cerdas ‘Samirono’ di Desa Tlogoweru Kecamatan Guntur, Selasa (19/2).
 

Bicara soal investasi, masih ada program dari kementerian yang kurang, terjadi persoalan di lapangan khususnya pada sektor perternakan. Kegagalan tersebut sering terjadi tanpa memperhatikan lima pilar yaitu, pembibitan, budidaya, pakan, kesehatan lingkungan dan kesehatan hewan.

Menurut  Prabowo,  setelah Revolusi Hijau tahun 70-an Indonesia berhasil berswasembada pangan, hingga mampu membantu negara miskin, seperti Afrika Selatan dan Afrika Utara. Namun dampak dari Revolusi Hijau pada tahun 70-an ini, ternyata membawa kerusakan pada struktur tanah pertanian, akibat penggunaan pupuk kimia.

“Karena itu selanjutnya, investasi akan difokuskan ke arah peternakan sesuai yang diminta oleh Bapak Presiden, yaitu menerapkan Revolusi Hijau generasi kedua,” kata Prabowo, di Balai Desa Tlogoweru.

Revolusi Hijau generasi kedua akan memfokuskan pada pelaksanaan pertanian dengan pupuk organik yang tak lepas dengan keberadaan peternakan. Dari populasi ternak sapi potong mencapai 14,8 juta ekor ditambah populasi ternak lain, sangat berpotensi untuk pupuk organik yang sangat besar. Misal satu liter urine sapi seharga Rp 2.000, bila sudah difermentasikan menjadi Rp 8.000-Rp 9.000, dan harga urine termahal pada kelinci.

Beternak Kelinci

Bidang Investasi Pertanian akan menyarankan kepada Menteri Pertanian, agar petani lebih mengembangkan ternak kelinci. Apalagi dalam satu tahun, seekor betina bisa beranak sampai sembilan kali, dan dalam sekali beranak bisa melahirkan lima anak.
 

Penting, dalam investasi bidang perternakan akan mensukseskan Revolusi Hijau generasi kedua bila menerapkan pertanian organik, sehingga Indonesia bisa Go Green sesuai dengan kesepakatan dunia. Di Desa Tlogoweru terdapat integrasi antar pertanian tanaman pangan, hortikultura, dan peternekan. Diharapkan Tlogoweru menjadi percontohan desa-desa organik atau Desa Sehani (Sahabat Petani). Desa Sehani perlu diterapkan, sehingga petani tak sebatas yang mencangkul di sawah saja, namun bisa melaksanakan kegiatan secara mandiri dari produksi sampai pemasaran.

Sementara, Kades Tlogoweru Soetedjo sangat terbuka dengan upaya dari pemerintah demi untuk menyejahterakan warganya. Terkait bantuan dan program peningkatan peternakan dirinya sangat menunggu upaya itu. “Pada dasarnya warga desa mayoritas adalah petani, bila ada investasi peternakan dari pemerintah, diharapkan akan menghasilkan manfaat tinggi bagi warga,” ucapnya.

Lahan pertanian di Tlogoweru mencapai 225 hektar, dulu hasil panen dalam satu hektar hanya menghasilkan 3,4 ton gabah, karena terserang hama tikus. Selanjutnya warga membudidayakan Burung Hantu (Tyto Alba), sehingga panenan padi bisa mencapai 7 ton per hektar.

Selanjutnya, kata Soetedjo, muncul investor dari Semarang, Elizabeth Philip yang membuka SMK Bagimu Negeriku, mengajak para anak petani yang tak mampu untuk masuk sekolah dengan bea siswa. Dan Elizabeth sangat tertarik dengan pertanian dan pengembangan bisnis pedesaan sehingga banyak bantuan yang diupayakan dari swasta atau negeri masuk ke Tlogoweru. (swi/tab)

Newer Post Older Post