Istri Untuk Bapakku
Umumnya istri yang ditinggal mati suami, bisa hidup menjanda sampai lama. Namun jika lelaki ditinggal mati istrinya, sedikit yang mampu hidup sendirian.
Aku dan empat saudara kandungku menyadari hal itu. Sewaktu ibu masih hidup, bapak sangat tergantung pada ibu. Beliau tak bisa berpisah dari ibu barang seharipun.
Jadi, betapa beratnya beban batin bapak kala ibu kami meninggal dunia. Kami melihat kesedihan yang teramat sangat di wajah bapak kala ibu wafat di rumah sakit akibat menderita penyakit hati (Hepatitis).
Setelah tahlilan 7 hari wafat ibu, kami para anak berembug untuk mencarikan istri untuk bapak. Musyawarah berlangsung seru. Dua anak perempuan, termasuk diriku, tak setuju jika bapak cepat-cepat dicarikan istri baru. Tapi tiga anak lelaki bersikeras mencarikan pengganti ibu secepatnya. Alasannya, kasihan pada bapak dan kuatir kalau sampai bapak stres.
Setelah adu argumen cukup panjang, kami sepakat menemui Pakdhe dan Simbah dari almarhumah ibu untuk meminta pertimbangan. Ternyata, mereka setuju dengan rencana para anak. Namun ada syarat, kalau bisa, cari wanita dari keluarga ibu.
Kami dibantu kakak dari almarhum ibu mencoba melisik siapa diantara kerabat beliau yang masih perawan atau telah menjanda. Ada sih yang masih gadis, tapi menolak kala utusan kami, yaitu kakak lelakiku nembung padanya. Kami maklumi, karena dia berusia 27 sedang bapakku sudah 45.
Upaya kami lanjutkan. Ada dua janda dari famili Pakdhe. Namun utusan kami tak berhasil membujuknya. Satu menolak karena tak berniat kawin lagi, satu ogah karena ingin mencari suami yang bukan duda.
Sampai dua bulan, usaha kami gagal. Padahal misi ini kami rahasiakan dari bapak. Inginnya, istri baru nanti jadi kejutan pengobat sedih bapak.
Merasa jalan telah buntu, aku dan adik perempuanku yang disuruh observasi. Kami coba menghubungi teman-teman. Kukontak sahabat-sahabatku, minta dibantu mencarikan jodoh untuk bapakku. Adikku juga “ngawur”, menyebar pengumuman “seorang duda butuh pendaming hidup”.
Rupanya misiku berhasil. Temanku semasa mondok di pesantren merefensi satu nama perempuan kepadaku. Sebut saja namanya Aini. Setelah kutemui, Aini ternyata janda tanpa anak. Usianya masih muda, 30 tahun. Dia pernah menggugat cerai suaminya karena buruk akhlak dan tidak bertanggungjawab.
Aini menarima lamaran kami karena menilai bapakku sosok yang mengayomi. Akhirnya, menikahlah bapakku dengan janda cantik ini belum lama ini. kami semua bahagia melihat bapak jadi ceria. (seperti dituturkan Aini, bukan nama sebenarnya, kepada Moh Ichwan)
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.