Tak Pernah Tahu Bapak Kandungnya
SIAPA pun tak bisa memilih dilahirkan dari rahim siapa. Tak pula bisa menentukan jadi anak siapa. Karena itulah, setiap manusia perlu bersyukur dan berusaha berbuat yang terbaik sesuai perintah Tuhan.
Andai bisa menentukan nasib, Santi (36), nama samaran, tentu ingin punya masa kecil bahagia. Diasuh orang tua dan ditunggui oleh ibu dan bapak hingga dewasa.
Tapi apa daya, penduduk Pedurungan ini tak mengalami hal itu. Sejak bayi ia tak pernah kenal bapaknya. Orangtuanya bercerai saat usianya baru tiga bulan.
Dari bayi hingga tumbuh besar, ia tak pernah didongengi ibunya tentang ayahnya.
Andai bisa menentukan nasib, Santi (36), nama samaran, tentu ingin punya masa kecil bahagia. Diasuh orang tua dan ditunggui oleh ibu dan bapak hingga dewasa.
Tapi apa daya, penduduk Pedurungan ini tak mengalami hal itu. Sejak bayi ia tak pernah kenal bapaknya. Orangtuanya bercerai saat usianya baru tiga bulan.
Dari bayi hingga tumbuh besar, ia tak pernah didongengi ibunya tentang ayahnya.
Nalurinya sebagai anak tentu ingin tahu. Tetapi setiap menanyakan bapak, ibunya tak pernah mau menjawab. Kesannya sangat benci, tapi tak diberi tahu apa sebabnya.
Jika ibunya sudah membentak karena didesak, Santi hanya bisa diam. Lalu berdoa semoga suatu saat nanti ibunya mau menjawab. Tetapi dalam hati ia tak tega melihat ibunya tertatihtatih mencari nafkah seorang diri, demi anaknya. Memberi makan, menyekolahkan, dan merawatnya hingga dewasa. Puluhan tahun lamanya.
Hidup dalam kubangan kemiskinan, membuat Santi punya watak seperti ibunya. Bermental kuat, gigih dan ulet. Meski sekolahnya hanya sampai SLTA, ia cukup pintar menempa diri hingga mandiri. Sehingga ketika merasa cukup umur, ia bermaksud menikah dengan teman kerjanya di sebuah pabrik di Terboyo.
Repotnya, ia harus berhadapan dengan aturan adanya wali. Karena tak punya paman atau saudara laki-laki, mau tak mau dia memakai wali hakim. Pak Naib alias penghulu KUA, jadi wali nikahnya.
Kerabat dan handai taulan terharu saat menghadiri walimahnya, walau tetap bersuka cita memberi kado dan ucapan selamat padanya.
Puji Tuhan, biduk keluarga baru itu mendapat berkah kesabarannya. Setelah pengantin baru itu memutuskan keluar dari pekerjaan dan membuka warung makan, rezekinya bertambah. Sehingga mampu membeli rumah.
Serta-merta Santi mengajak ibunya pindah dari ”gubuk derita” ke rumah barunya. Hingga ia punya anak, ibunya turut menemaninya sekaligus momong cucu. Ia merasa bahagia dengan rumah tangganya.
Saat waktu dirasa telah pas, ia bujuk ibunya agar mengizinkan bertemu bapaknya. Karena ia telah mendapat kabar tentang bapaknya dari seorang pelanggan warungnya. Sayang sekali, ibunya menolak mentah-mentah. Meski suaminya turut merayu, ibunya tetap kukuh tak rela.
”Kalu kamu nekat menemui bapakmu, aku akan pergi dari rumahmu,” ancam ibunya dengan nada marah.
Lemaslah dia. Padahal ia khawatir ayahnya keburu meninggal sebelum dia sungkem. Kepada Harsem ia meminta saran, bagaimana cara terbaik agar bisa bertemu ayahnya itu. Sebab bagaimanapun, ia ingin anaknya juga tahu kakeknya. Agar jangan sampai nasibnya terulang pada keturunannya. (ichwan-harian semarang)
Jika ibunya sudah membentak karena didesak, Santi hanya bisa diam. Lalu berdoa semoga suatu saat nanti ibunya mau menjawab. Tetapi dalam hati ia tak tega melihat ibunya tertatihtatih mencari nafkah seorang diri, demi anaknya. Memberi makan, menyekolahkan, dan merawatnya hingga dewasa. Puluhan tahun lamanya.
Hidup dalam kubangan kemiskinan, membuat Santi punya watak seperti ibunya. Bermental kuat, gigih dan ulet. Meski sekolahnya hanya sampai SLTA, ia cukup pintar menempa diri hingga mandiri. Sehingga ketika merasa cukup umur, ia bermaksud menikah dengan teman kerjanya di sebuah pabrik di Terboyo.
Repotnya, ia harus berhadapan dengan aturan adanya wali. Karena tak punya paman atau saudara laki-laki, mau tak mau dia memakai wali hakim. Pak Naib alias penghulu KUA, jadi wali nikahnya.
Kerabat dan handai taulan terharu saat menghadiri walimahnya, walau tetap bersuka cita memberi kado dan ucapan selamat padanya.
Puji Tuhan, biduk keluarga baru itu mendapat berkah kesabarannya. Setelah pengantin baru itu memutuskan keluar dari pekerjaan dan membuka warung makan, rezekinya bertambah. Sehingga mampu membeli rumah.
Serta-merta Santi mengajak ibunya pindah dari ”gubuk derita” ke rumah barunya. Hingga ia punya anak, ibunya turut menemaninya sekaligus momong cucu. Ia merasa bahagia dengan rumah tangganya.
Saat waktu dirasa telah pas, ia bujuk ibunya agar mengizinkan bertemu bapaknya. Karena ia telah mendapat kabar tentang bapaknya dari seorang pelanggan warungnya. Sayang sekali, ibunya menolak mentah-mentah. Meski suaminya turut merayu, ibunya tetap kukuh tak rela.
”Kalu kamu nekat menemui bapakmu, aku akan pergi dari rumahmu,” ancam ibunya dengan nada marah.
Lemaslah dia. Padahal ia khawatir ayahnya keburu meninggal sebelum dia sungkem. Kepada Harsem ia meminta saran, bagaimana cara terbaik agar bisa bertemu ayahnya itu. Sebab bagaimanapun, ia ingin anaknya juga tahu kakeknya. Agar jangan sampai nasibnya terulang pada keturunannya. (ichwan-harian semarang)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.