Walikota Gila Bola
Oleh: Arief Rahman
Belum ada Walikota Semarang yang benar-benar gila bola. Soetrisno Suharto mungkin tampak gagah ketika diarak keliling kota saat Ali Sunan dan kawan-kawan juara Ligina 1999. Tapi siapa yang lupa bahwa PSIS mati suri menjelang babak 8 besar? Para pemain nyaris membeli tiket kereta ke Jakarta secara iuran gara-gara dana tersumbat.
Sukawi Sutarip pun baru menyadari bahwa sepakbola adalah olahraga rakyat, tatkala ia sudah menjadi walikota. Ia melakukan hal yang seharusnya dilakukannya: bersentuhan dengan sepakbola, dan sempat menciptakan histeria massa ketika PSIS digabungi Julio Lopez dan Emmanuel de Porras.
Walikota Semarang yang sebentar lagi dipilih pantas meniru Barrack Obama. Presiden ini ‘menjual’ Amerika Serikat demi tuan rumah Piala Dunia 2018 atau 2022, dengan cara menyurati Presiden FIFA Sepp Blatter bahwa AS pantas menjadi tuan rumah lagi setelah sukses mementaskan ajang ini pada 1994. Atau Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin yang nyaris setiap malam mimpi buruk sebab lima tahun menakhodai PSM tanpa pernah merengkuh mahkota juara.
Atau, bolehlah menjiplak Bupati Bantul Idham Samawi yang rajin menunggui Persiba berlatih, memberi wejangan pada pemain sebelum bertanding, memperlakukan pemain seperti anak kandung, dan bahkan Istri Idham tak segansegan menyuapi pemain kalau perlu. Tanpa batas, tanpa seremoni dan birokrasi, tanpa basa basi.
Dulu Semarang punya Mulyono Kiswanto. Manajer Tim Klub BPD Jateng ini membawa nasi rantang ke Masduki dan kawan-kawan, dibantu sang istri. Pak Mul menanakkan nasi sendiri untuk para pemain, mirip sanak keluarga.
Semarang memerlukan walikota yang asli gila bola dan tak pura-pura. Bukan (calon) walikota yang menenteng PSIS sebagai lokomotif politik. Kota ini punya tradisi bola sejak era 30-an dengan menelurkan pemain-pemain besar macam Subandi, Yusron, Kholil Danoe Atmodjo, dan sebagainya. Dan tradisi itu beranak pinak hingga kini, tak kalah dengan Surabaya.
Walikota mendatang adalah orang yang pandai menempatkan sepakbola sebagai hiburan murah (tanpa minta belas kasihan rakyat lewat gedung DPR yang ujung-ujungnya dicerca oleh sebagian warga yang tak suka sepakbola) agar ia dicintai rakyatnya. Sepakbola yang menggencet angka kriminalitas karena rakyat tak suntuk lagi oleh problem ekonomi sepulang dari Jatidiri.
PSIS kini seolah tim tanpa darah. Rakyat mulai lupa bahwa Semarang punya tim besar. Asal tahu saja, sebagian pecandu sepakbola kota ini sekarang lebih getol ngobrol tentang Persib atau Arema!
Sukawi Sutarip pun baru menyadari bahwa sepakbola adalah olahraga rakyat, tatkala ia sudah menjadi walikota. Ia melakukan hal yang seharusnya dilakukannya: bersentuhan dengan sepakbola, dan sempat menciptakan histeria massa ketika PSIS digabungi Julio Lopez dan Emmanuel de Porras.
Walikota Semarang yang sebentar lagi dipilih pantas meniru Barrack Obama. Presiden ini ‘menjual’ Amerika Serikat demi tuan rumah Piala Dunia 2018 atau 2022, dengan cara menyurati Presiden FIFA Sepp Blatter bahwa AS pantas menjadi tuan rumah lagi setelah sukses mementaskan ajang ini pada 1994. Atau Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin yang nyaris setiap malam mimpi buruk sebab lima tahun menakhodai PSM tanpa pernah merengkuh mahkota juara.
Atau, bolehlah menjiplak Bupati Bantul Idham Samawi yang rajin menunggui Persiba berlatih, memberi wejangan pada pemain sebelum bertanding, memperlakukan pemain seperti anak kandung, dan bahkan Istri Idham tak segansegan menyuapi pemain kalau perlu. Tanpa batas, tanpa seremoni dan birokrasi, tanpa basa basi.
Dulu Semarang punya Mulyono Kiswanto. Manajer Tim Klub BPD Jateng ini membawa nasi rantang ke Masduki dan kawan-kawan, dibantu sang istri. Pak Mul menanakkan nasi sendiri untuk para pemain, mirip sanak keluarga.
Semarang memerlukan walikota yang asli gila bola dan tak pura-pura. Bukan (calon) walikota yang menenteng PSIS sebagai lokomotif politik. Kota ini punya tradisi bola sejak era 30-an dengan menelurkan pemain-pemain besar macam Subandi, Yusron, Kholil Danoe Atmodjo, dan sebagainya. Dan tradisi itu beranak pinak hingga kini, tak kalah dengan Surabaya.
Walikota mendatang adalah orang yang pandai menempatkan sepakbola sebagai hiburan murah (tanpa minta belas kasihan rakyat lewat gedung DPR yang ujung-ujungnya dicerca oleh sebagian warga yang tak suka sepakbola) agar ia dicintai rakyatnya. Sepakbola yang menggencet angka kriminalitas karena rakyat tak suntuk lagi oleh problem ekonomi sepulang dari Jatidiri.
PSIS kini seolah tim tanpa darah. Rakyat mulai lupa bahwa Semarang punya tim besar. Asal tahu saja, sebagian pecandu sepakbola kota ini sekarang lebih getol ngobrol tentang Persib atau Arema!
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.