Bumi Milik Anak-anak Kita
TUGU-Budaya industri membuka kran pemanasan global. Oleh karena itu, kehadiran bakau, terumbu karang, hutanhutan secara langsung bisa menjaga kondisi bumi.
DALAM perenungan Hari Bumi, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Layar Nusantara, TLBHILBH Semarang bersama sejumlah nelayan dan petambak tradisional memeringati Hari Bumi dengan menanam ratusan pohon bakau di Pulau Tirang, Tugu. Digelar juga aksi teatrikal bersama Komunitas Seniman Omah Piring.
“Aksi teatrikal ini memberikan makna agar warna menanam bakau bersama-sama, meng ingat bakau di wilayah pantai semakin hilang. Penduduk setempat merasa bertanggungjawab melestarikan apa yang sudah ditanam leluhurnya. Kendati kecil, tapi yang kami lakukan riil,” ujar seniman Bowo Kajangan, usai gelar aksi teatrikal.
Dalam aksi tersebut, beberapa anak kecil juga dilibatkan langsung, tujuannya mengenalkan langsung alam kepada generasi penerus.
“Bumi ini milik anak-anak kita, generasi penerus, yang tua ini, nanti akan mati dan tumbuh yang kecil-kecil ini. Kami ingin mereka mencintai bumi ini,” bebernya.
Sekjen Kiara M Rizal Damanik menegaskan, memeringati Hari Bumi diperlukan semangat menjaga keharmonisan antara alam dan manusia.
“Manusia harus menerima dan menghargai alam, dengan tradisi dan adat masing-masing. Rezeki bersumber dari laut, akan selalu memberkahi hidup nelayan dan manusia. Dengan begitu kegiatan memungut hasil laut sepatutnya tidak dilakukan secara berlebihan, apalagi berpola industri eksploitatif,” ujarnya.
Diterangkan Rizal, untuk wilayah Jawa Tengah saja terdapat 14 titik bencana akibat reklamasi pantai, pembuangan limbah cair dan padat, pembabatan bakau, penyedotan pasir hingga pembelokan sungai. Dari data yang ada, Pulau Tirang terancam tenggelam akibat abrasi. Tambak rakyat di Mangunharjo dan Tugurejo amblas.
“Karena itu, kami berharap negara sadar, karena dampaknya bisa menyengsarakan rakyat. Semoga saja kekeliruan model pembangunan eksploitatif yang menghancurkan bumi dan meminggirkan rakyat ini, segera berhenti. Sudah saatnya tindakan positif rakyat di-back up pemerintah,” tandasnya. (lissa - harian semarang)
“Aksi teatrikal ini memberikan makna agar warna menanam bakau bersama-sama, meng ingat bakau di wilayah pantai semakin hilang. Penduduk setempat merasa bertanggungjawab melestarikan apa yang sudah ditanam leluhurnya. Kendati kecil, tapi yang kami lakukan riil,” ujar seniman Bowo Kajangan, usai gelar aksi teatrikal.
Dalam aksi tersebut, beberapa anak kecil juga dilibatkan langsung, tujuannya mengenalkan langsung alam kepada generasi penerus.
“Bumi ini milik anak-anak kita, generasi penerus, yang tua ini, nanti akan mati dan tumbuh yang kecil-kecil ini. Kami ingin mereka mencintai bumi ini,” bebernya.
Sekjen Kiara M Rizal Damanik menegaskan, memeringati Hari Bumi diperlukan semangat menjaga keharmonisan antara alam dan manusia.
“Manusia harus menerima dan menghargai alam, dengan tradisi dan adat masing-masing. Rezeki bersumber dari laut, akan selalu memberkahi hidup nelayan dan manusia. Dengan begitu kegiatan memungut hasil laut sepatutnya tidak dilakukan secara berlebihan, apalagi berpola industri eksploitatif,” ujarnya.
Diterangkan Rizal, untuk wilayah Jawa Tengah saja terdapat 14 titik bencana akibat reklamasi pantai, pembuangan limbah cair dan padat, pembabatan bakau, penyedotan pasir hingga pembelokan sungai. Dari data yang ada, Pulau Tirang terancam tenggelam akibat abrasi. Tambak rakyat di Mangunharjo dan Tugurejo amblas.
“Karena itu, kami berharap negara sadar, karena dampaknya bisa menyengsarakan rakyat. Semoga saja kekeliruan model pembangunan eksploitatif yang menghancurkan bumi dan meminggirkan rakyat ini, segera berhenti. Sudah saatnya tindakan positif rakyat di-back up pemerintah,” tandasnya. (lissa - harian semarang)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.