Sulit Lepas dari Teman Curhat
Rumahtangga yang baik-baik saja, tetap ada masalah di dalamnya. Suami istri yang tampak rukun, belum tentu bahagia. Jika pelakunya bercerita, pasti gambaran indah itu tidak nyata.
URIP iku pancen sawang sinawang. (hidup itu memang saling memandang). Begitu tutur Nina (37), warga Ngaliyan yang namanya disamarkan.
Ibu tiga anak yang sukses dalam bisnis ini baru saja meninta nasihat ke Lembaga Penasihat Perkawinan di KUA. Bersama sahabat dekatnya yang sama-sama aktif di jamaah pengajian, Nina juga mendatangi ustad dan tabib untuk mencari solusi.
Sekitar lima bulan ini, ia terjebak dalam hubungan yang tidak nyaman dengan seorang lelaki kakak kelasnya di sekolah dahulu. Sebut saja Iwan (38). Nina terlanjur intens berkirim pesan singkat (SMS) dan saling menelepon dengan Iwan. Bahkan beberapa kali copy darat alais berjumpa langsung.
Kepada Iwan, Nina sering curhat macam-macam masalah. Soal anak yang rewel, soal suami yang kurang perhatian, soal pekerjaan yang menjemukan, dan sebagainya.
Setiap kali pikirannya kalut atau badannya lelah, dia mengontak Iwan untuk mencari hiburan. Iwan memang sejak lama dikenal sebagai orang yang suka humor. Kalimat candanya membuat Nina tertawa.
Bisa melupakan kekalutan pikirannya walau sejenak. Terkadang Iwan bisa memberinya nasihat yang bagus sehingga Nina dapat mengambil sikap yang tepat atas masalah yang dia hadapi.
Lama-lama Nina lebih dekat dengan Iwan secara perasaaan ketimbang dengan suaminya sendiri. Memang, suaminya, sebut saja Amin, tipe pria pendiam. Sebagai dosen ilmu eksak, Amin cenderung rasional dan serba tertib.
Sebenarnya Nina tidak menganggap kepribadian suaminya itu sebagai kekurangan. Namun karena dia segan, atau tak berani mengajak guyon suaminya, Nina tidak terbuka. Hubungan mereka menjadi formal.
Yang membuat Nina bingung, Iwan yang telah menjadi duda, mengaku jatuh cinta padanya. Iwan bahkan mengajak Nina menikah. Ia menyuruh Nina menggugat cerai suaminya.
Pusing dan kacau pikirannya. Tak ada satu pun alasan yang tepat untuk menggugat cerai suaminya. Nafkah lahir dan batin cukup. Amin bertanggungjawab dan mencintainya sepenuh hati. Ia juga bapak yang baik bagi anak-anak.
Tak pernah Amin menyakiti hatinya, apalagi sampai melakukan tindak kekerasan. Di lain pihak, Nina tak mungkin meninggalkan anak-anak. Meski Iwan berjanji siap menjadi bapak bagi anakanaknya jika dia ambil semua hak asuh anak, Nina tak bisa memastikan apakah anak-anaknya mau hidup bersama ayah tiri. Sebab mereka tidak punya masalah dengan ayah kandung mereka.
Sahabatnya maupun konselor KUA hanya bisa memberi nasihat agar dia tegas memutus hubungan dengan Iwan. Nomor HP-nya disarankan ganti agar tidak dihubungi. Sedangkan kiai yang dia minta nasihat, memberi doa untuk menenangkan pikiran dan melupakan Iwan. (moi/sae)
URIP iku pancen sawang sinawang. (hidup itu memang saling memandang). Begitu tutur Nina (37), warga Ngaliyan yang namanya disamarkan.
Ibu tiga anak yang sukses dalam bisnis ini baru saja meninta nasihat ke Lembaga Penasihat Perkawinan di KUA. Bersama sahabat dekatnya yang sama-sama aktif di jamaah pengajian, Nina juga mendatangi ustad dan tabib untuk mencari solusi.
Sekitar lima bulan ini, ia terjebak dalam hubungan yang tidak nyaman dengan seorang lelaki kakak kelasnya di sekolah dahulu. Sebut saja Iwan (38). Nina terlanjur intens berkirim pesan singkat (SMS) dan saling menelepon dengan Iwan. Bahkan beberapa kali copy darat alais berjumpa langsung.
Kepada Iwan, Nina sering curhat macam-macam masalah. Soal anak yang rewel, soal suami yang kurang perhatian, soal pekerjaan yang menjemukan, dan sebagainya.
Setiap kali pikirannya kalut atau badannya lelah, dia mengontak Iwan untuk mencari hiburan. Iwan memang sejak lama dikenal sebagai orang yang suka humor. Kalimat candanya membuat Nina tertawa.
Bisa melupakan kekalutan pikirannya walau sejenak. Terkadang Iwan bisa memberinya nasihat yang bagus sehingga Nina dapat mengambil sikap yang tepat atas masalah yang dia hadapi.
Lama-lama Nina lebih dekat dengan Iwan secara perasaaan ketimbang dengan suaminya sendiri. Memang, suaminya, sebut saja Amin, tipe pria pendiam. Sebagai dosen ilmu eksak, Amin cenderung rasional dan serba tertib.
Sebenarnya Nina tidak menganggap kepribadian suaminya itu sebagai kekurangan. Namun karena dia segan, atau tak berani mengajak guyon suaminya, Nina tidak terbuka. Hubungan mereka menjadi formal.
Yang membuat Nina bingung, Iwan yang telah menjadi duda, mengaku jatuh cinta padanya. Iwan bahkan mengajak Nina menikah. Ia menyuruh Nina menggugat cerai suaminya.
Pusing dan kacau pikirannya. Tak ada satu pun alasan yang tepat untuk menggugat cerai suaminya. Nafkah lahir dan batin cukup. Amin bertanggungjawab dan mencintainya sepenuh hati. Ia juga bapak yang baik bagi anak-anak.
Tak pernah Amin menyakiti hatinya, apalagi sampai melakukan tindak kekerasan. Di lain pihak, Nina tak mungkin meninggalkan anak-anak. Meski Iwan berjanji siap menjadi bapak bagi anakanaknya jika dia ambil semua hak asuh anak, Nina tak bisa memastikan apakah anak-anaknya mau hidup bersama ayah tiri. Sebab mereka tidak punya masalah dengan ayah kandung mereka.
Sahabatnya maupun konselor KUA hanya bisa memberi nasihat agar dia tegas memutus hubungan dengan Iwan. Nomor HP-nya disarankan ganti agar tidak dihubungi. Sedangkan kiai yang dia minta nasihat, memberi doa untuk menenangkan pikiran dan melupakan Iwan. (moi/sae)
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.