Pengidap HIV/AIDS Usia Produktif
Ibu Rumahtangga Meningkat Padahal mereka tergolong berisiko rendah terkena HIV. |
Wapres Boediono dalam pidatonya berharap, generasi muda dapat lebih mengenali bahaya HIV/AIDS. Dengan demikian, mereka dapat melindungi diri dari infeksi penyakit tersebut.
“Kegiatan ini menjadi penyadaran bersama bahwa upaya pencegahan HIV/AIDS harus lebih diperluas dan ditingkatkan kualitasnya,” kata Boediono yang hadir didampingi istrinya, Herawati Boediono.
Hingga akhir Juni 2011, di Indonesia tercatat jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 26.483 kasus. Pengidap terbesar adalah kelompok usia 20-29 tahun, yakni sebanyak 36,4%, dan usia 30-39 tahun mencapai 34,5%.
Ini membuktikan bahwa waktu terinfeksi HIV, berada pada kelompok usia yang lebih muda, yakni sekitar 15-24 tahun. Sebab, masa tenggang sejak terinfeksi hingga berkembang manjadi AIDS sekitar 5-10 tahun.
“Tugas kita semua untuk menghentikan penyebaran HIV/AIDS di Jakarta. Peringatan ini digunakan untuk menilai, apa yang kita lakukan apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan. Jika belum, mana yang perlu diperbaiki. Diharapkan juga pelaku dunia usaha tidak melakukan stigma dan diskriminasi terhadap orang yang terkena AIDS,” tuturnya.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo juga mengaku bahwa saat ini semakin banyak penderita HIV/AIDS. Namun, penanggulangan penyakit berbahaya ini juga terus ditingkatkan. “Saya prihatin, karena jumlahnya semakin banyak, tapi dari penanggulangannya juga sudah semakin baik,” ujarnya.
Dia pun menilai, stigma mengenai penyakit berbahaya tersebut sudah mulai berubah. Terbukti, saat ini sudah banyak orang tidak lagi malu dan mau berobat. “Stigmanya berkurang, tidak lagi ditutup-tutupi atau ragu untuk melaporkan. Harapan saya, meski angkanya bertambah, kita akan temui titik balik, mereka mencari pengobatan,” ungkap Foke, sapaan Fauzi Bowo.
Deklarasi Interna
Sejalan dengan harapan Wapres Boediono, menyambut peringatan kali ini, Indonesia Interfaith Network on HIV and AIDS (Interna) dideklarasikan di Balai Kesehatan, Jalan Indrapura, Surabaya, kemarin. Deklarasi ditandai dengan berkumpulnya sejumlah agamawan, yang menyatakan tekad ikut mencegah dan memberantas HIV/AIDS melalui wadah ini.
Masing-masing perwakilan pemuka agama memanjatkan doa keselamatan, khususnya untuk memerangi penyakit HIV/AIDS. “Interna Jatim bersifat terbuka dan merangkul semua pihak yang sevisi. Tujuannya untuk menanggulangi masalah yang ada, yakni HIV/AIDS,” kata Pelaksana Harian Interna Esthi Susanti.
Program yang dikedepankan Interna di antaranya menyelamatkan anak bangsa dari penularan HIV/AIDS, serta mengatasi dampak buruk yang timbul akibat HIV, dengan membentuk dua komponen, yakni dewan penasihat, terdiri tokoh-tokoh lintas-iman, serta membentuk pelaksana harian.
Sementara, data di Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebut merebaknya HIV/AIDS akibat banyaknya pelanggan lokalisasi Dolly yang tidak mengenakan kondom. Yang mengejutkan, pengidap AIDS di Jatim rata-rata diidap ibu rumahtangga dan terus meningkat tiap tahun. Kasus ibu-ibu rumahtangga dengan HIV ini merata ke seluruh kabupaten/kota.
“Penularan HIV/AIDS ke ibu rumahtangga (IRT) populasinya cukup besar. Faktor penularan di Jatim untuk heteroseksual mencapai 56 persen,” kata Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Jatim drg Ansarul Fahruda.
Selama ini populasi risiko tinggi penderita tertular HIV/AIDS yang masih susah dijangkau justru pelanggan wanita pekerja seks (WPS), termasuk di lokalisasi Dolly. Akibatnya, tidak gampang melakukan pengawasan terhadap pemakaian kondom.
“Banyak pelanggan WPS yang sulit dijangkau, berakibat pada pasangan tetap pelanggan yang merupakan populasi berisiko rendah (ibu rumahtangga) mendapat dampaknya,” ujar Ansarul.
Hanya saja, lanjut Ansarul, data di Provinsi Jatim belum bisa memisahkan apakah ibu rumahtangga yang tertular itu benar-benar IRT murni ataukah dia mantan WPS yang sudah membawa HIV/AIDS dari orang lain. Terkait itu, Dinkes Jatim berupaya melakukan sosialisas HIV/AIDS di semua kalangan masyarakat, terutama populasi risiko rendah, seperti ibu rumahtangga, anak muda, pelajar, dan calon pengantin.
Peringkat ke-4
Data yang ada Jatim menduduki peringkat ke-4 terbesar kasus HIV/AIDS di bawah DKI, Jabar, dan Papua. Menurutnya, penyakit HIV/AIDS dikenal sebagai fenomena gunung es, jumlah yang tampak lebih kecil daripada yang sebenarnya.
Di Jatim, angka pertumbuhan HIV/AIDS tahun 2011 mencapai 4.674 orang, laki-laki sebanyak 3.166 dan wanita 1.508 orang. Sebanyak 1.259 orang di antaranya sudah meninggal. Tahun 2011, dari Januari sampai September, total kasus HIV/AIDS mencapai 5.091, laki-laki sebanyak 3.405 dan wanita 1.686 orang. Sebanyak 1.331 di antaranya sudah meninggal.
Khusus di Kabupaten Bojonegoro, Jatim, sebanyak 48 orang positif terjangkit HIV/AIDS dengan korban meninggal dunia 10 orang. Padahal, sebelumnya yang menderita penyakit mematikan tersebut di kabupaten ini hanya 33 orang, 9 di antaranya meninggal dunia.
Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Bojonegoro Haryono mengakui, jumlah warga yang terserang virus HIV/AIDS meningkat dibanding tahun sebelumnya. Menurutnya, data pada 2010 terdapat 33 orang penderita dan 9 orang di antaranya meninggal. Sedangkan pada tahun ini, jumlah penderita penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh tersebut naik sebanyak 48 orang dan 10 korban di antaranya meninggal. ”Trennya memang naik dibanding tahun sebelumnya,” bebernya. (dnr)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.