Suamiku Satpam yang Seram
Ibu mana tahan melihat anak kandungnya jadi korban KDRT? Tentu pilu jadi saksi penganiayaan atas putrinya setiap hari, tiga tahun lamanya.
Di depan mata ibuku, suamiku (sebut saja Thomas) yang hidup kumpul serumah, menganiaya diriku. Ibuku yang menjanda sejak aku masih belia, menemaniku bermaksud membantuku dalam urusan rumah tangga. Sebab suamiku bekerja, aku juga bekerja.
Namun, rumah tanggaku seperti neraka. Meski aku sudah berusaha menjadi istri yang baik, Thomas memperlakukanku seperti budak. Dia selalu minta makanan enak, padahal uang belanja yang diberikan padaku sangat sedikit.
Aku sudah berusaha menahan diri dengan menggunakan uang hasil kerjaku yang tak seberapa untuk menutup kekurangan nafkah. Tapi suamiku tak pernah menghargainya.
Jika masakanku dianggap kurang enak, dia langsung mengumpatku bahkan tak jarang menyakiti fisikku. Kadang menampar mukaku, kadang menjambak, kadang menendang kakiku.
Thomas melarang ibuku memasak, dengan menuding ibuku kemproh. Dan ibuku sangat takut pada menantunya itu. Pertama karena merasa ikut menumpang tinggal, kedua karena Thomas berwajah seram.
Kekerasan suamiku banyak dipengaruhi oleh kebiasannya minum minuman keras. Terlebih pergaulannya dengan orang-orang pinggiran, dia bersikap kejam tak mengenal belas kasihan.
Sebenarnya satpam itu pekerjaan baik. Tapi suamiku termasuk satpam yang tak beres. Kegarangan wataknya dan kekuatan jasmaninya bukan untuk melindungi perusahaan tempatnya bekerja dan juga keluarganya, malah dipakai untuk melakukan kekerasan kepada orang lain, bahkan istinya sendiri.
Jelas aku tak mungkin melawan. Tenagaku tak ada apa-apanya dibanding perawakannya yang tinggi besar. Juga hitam berotor. Maka, aku hanya bisa menangis setiap kali dia memukuliku atau menyumpah serapahiku.
Kebiasaannya mabuk juga tak bisa kusikapi dengan cara apapun selain doa. Ibu dan anakku yang masih bayi sering ikut menangis karena melihatku jadi korban penganiayaan.
Setelah tiga tahun berlalu tak ada perubahan, ibuku akhirnya mencari utangan kepada kerabat. Dia lantas mengajakku mendaftarkan gugatan cerai di Pengadilan Agama Semarang. Beliau tak tega menyaksikanku terus menderita.
Pembaca, aku setujui ajakan ibuku. Sebenarnya aku diberi saran oleh hakim PA untuk melapor ke polisi atas KDRT suamiku. Tapi aku tak berani. Takut kalau Thomas dipenjara, dia lantas membalas dendam dengan membunuhku dan ibuku selepas dari penjara. Jadi, kumohon hakim PA mengabulkan saja gugatanku. Agar aku bisa segera lepas dari neraka ini. (Seperti diturukan Ita – bukan nama sebenarnya – kepada Moh Ichwan)
Di depan mata ibuku, suamiku (sebut saja Thomas) yang hidup kumpul serumah, menganiaya diriku. Ibuku yang menjanda sejak aku masih belia, menemaniku bermaksud membantuku dalam urusan rumah tangga. Sebab suamiku bekerja, aku juga bekerja.
Namun, rumah tanggaku seperti neraka. Meski aku sudah berusaha menjadi istri yang baik, Thomas memperlakukanku seperti budak. Dia selalu minta makanan enak, padahal uang belanja yang diberikan padaku sangat sedikit.
Aku sudah berusaha menahan diri dengan menggunakan uang hasil kerjaku yang tak seberapa untuk menutup kekurangan nafkah. Tapi suamiku tak pernah menghargainya.
Jika masakanku dianggap kurang enak, dia langsung mengumpatku bahkan tak jarang menyakiti fisikku. Kadang menampar mukaku, kadang menjambak, kadang menendang kakiku.
Thomas melarang ibuku memasak, dengan menuding ibuku kemproh. Dan ibuku sangat takut pada menantunya itu. Pertama karena merasa ikut menumpang tinggal, kedua karena Thomas berwajah seram.
Kekerasan suamiku banyak dipengaruhi oleh kebiasannya minum minuman keras. Terlebih pergaulannya dengan orang-orang pinggiran, dia bersikap kejam tak mengenal belas kasihan.
Sebenarnya satpam itu pekerjaan baik. Tapi suamiku termasuk satpam yang tak beres. Kegarangan wataknya dan kekuatan jasmaninya bukan untuk melindungi perusahaan tempatnya bekerja dan juga keluarganya, malah dipakai untuk melakukan kekerasan kepada orang lain, bahkan istinya sendiri.
Jelas aku tak mungkin melawan. Tenagaku tak ada apa-apanya dibanding perawakannya yang tinggi besar. Juga hitam berotor. Maka, aku hanya bisa menangis setiap kali dia memukuliku atau menyumpah serapahiku.
Kebiasaannya mabuk juga tak bisa kusikapi dengan cara apapun selain doa. Ibu dan anakku yang masih bayi sering ikut menangis karena melihatku jadi korban penganiayaan.
Setelah tiga tahun berlalu tak ada perubahan, ibuku akhirnya mencari utangan kepada kerabat. Dia lantas mengajakku mendaftarkan gugatan cerai di Pengadilan Agama Semarang. Beliau tak tega menyaksikanku terus menderita.
Pembaca, aku setujui ajakan ibuku. Sebenarnya aku diberi saran oleh hakim PA untuk melapor ke polisi atas KDRT suamiku. Tapi aku tak berani. Takut kalau Thomas dipenjara, dia lantas membalas dendam dengan membunuhku dan ibuku selepas dari penjara. Jadi, kumohon hakim PA mengabulkan saja gugatanku. Agar aku bisa segera lepas dari neraka ini. (Seperti diturukan Ita – bukan nama sebenarnya – kepada Moh Ichwan)
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.