Masuk Musim Giling, Harga Gula Turun

GulaKurang Pasokan: Kebutuhan rata-rata gula pasir sebesar 360.000 ton per tahun. Sedangkan produksi gula pasir hanya sebesar 180.000 ton per tahun.
(harsem/dok)

SEMARANG-Harga gula pasir di sejumlah apsar tradisional di Semarang dalam beberapa hari terakhir menunjukkan tren penurunan, seiring dengan berlangsungnya musim giling di tebu di wilayah ini. 

Pantauan Harian Semarang di Pasar Peterongan, Pasar Karangayu dan Pasar Johar menunjukkan harga gula pasir rata-rata mencapai Rp11.500 – Rp11.600 per kilogram. Harga tersebut turun dibandingkan dengan pekan sebelumnya yang mencapai Rp12.000-12.500 per kilogram. 

Surtini, penjual kebutuhan pokok di Pasar Johar mengatakan harga gula pasir turun mulai dari  tingkat produsen, yang berimbas pada harga eceran di tingkat penjualan. “Sejak sepekan terakhir, harga gula pasir turun dari  Rp 12.000-12.500 per kilogram, menjadi Rp 11.600 per kilogram, katanya sudah mulai musim giling sehingga harga gula turun,” tuturnya, kemarin. 

Hal serupa diungkapkan oleh Gino pedagang di pasar Peterongan mengatakan musim giling terjadi antara Mei-Juli pertengahan tahun. Pada periode tersebut pasokan gula di pasar melimpah sehingga harganya turun. 

Meski demikian, bapak tiga anak ini belum menurunkan harga jual gulanya, mengingat saat pembelian harga komoditas tersebut masih tinggi. Selain itu, penurunan  harga gula ini masih berfluktuasi sehingga dikhawatirkan akan memicu kerugian. 

“Saya masih menjual gula dengan harga lama, soalnya gula tersebut saat dibeli masih mahal. Kalau dipaksakan tutun, saya pasti rugi, apalagi hini baru awal musim giling, biasanya harga masih berfluktuasi,” tuturnya. 

Dia mengatakan, harga gula pasir yang telah mengalami penurunan, berasal dari Trangkil, Pati. Penurunan harga gula pasir tersebut, terjadi sekitar 1 minggu ini. “Gula pasir turun sedikit demi sedikit,” ujarnya.

Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang, Ngargono mengakui, penurunan harga gula pasir yang terjadi akibat masuknya musim giling tebu di pabrik-pabrik gula.

Meski demikian, kondisi tersebut tidak langsung berpengaruh terhadap harga gula di tingkat pengecer karena butuh waktu untuk menghabiskan stok dengan harga lama. 

“Memang sudah masuk musim giling, tetapi untuk pedagang kecil tidak bisa langsung menurunkan harga begitu saja,” ucapnya.

Dia menambahkan, hal itu karena sewaktu pedagang kecil itu menggunakan modalnya untuk membeli gula masih menggunakan harga yang masih tinggi. “Pedagang kecil pasti tidak mau rugi, dan tidak sesensitif harga di pasaran,” jelasnya.

Ngargono menerangkan, produksi gula pasir di Jawa Tengah masih belum efisien. Hal itu terlihat dari rendemen tebu yang dinilai masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. “Rendemen tebu di Thailand sebesar 12 persen, sedangkan Jateng hanya 6-7 persen. Itu berarti, dari 1 kwintal tebu yang digiling, hanya bisa menghasilkan 6-7 kilogram gula pasir,” ujarnya.

Total pabrik gula di Jateng, kata Ngargono, berjumlah 12 pabrik yang saat ini masih menggunakan mesin penggilingan tebu yang sudah tua. Sebanyak 10 pabrik di kelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, dan dua lainnya dari swasta.

“Dari 12 pabrik itu, hanya ada satu pabrik yang efisien setidaknya dari pabrik yang lain. Untuk itu saya pesimisme bisa swasembada gula pada 2013, yang saat ini produksi gula hanya memenuhi separuh kebutuhan di Jateng,” ujarnya. (14)

Newer Post Older Post