Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Kontroversi Pelabelan Rumah Kaum Miskin

Dianggap sebagai Penghinaan

KONTROVERSI segera menyeruak di tengah masyrakat, mengenai pemberian cap atau label miskin di rumah-rumah warga yang masuk dalam kriteria rumah tangga miskin (RTM) oleh pemkot. Ada yang pro, namun ada juga yang kontra.

Yang kontra, seperti Farid (30), warga Sambirejo. “Saya tidak setuju karena hal tersebut saya anggap sebagai penghinaan. Memang benar saya miskin. Tapi jangan lantas diperlakukan seperti itu,” tegasnya.

Hal senada diungkapkan Syafi’i (32), warga Tambakrejo. “Saya tidak setuju dengan pelabelan itu. Perlakuan itu tidak etis. Mungkin tujuannya baik, untuk lebih memperjelas siapa yang benar-benar warga miskin dan siapa yang hanya mengaku miskin,” ungkapnya.

Menurutnya, dengan identifikasi tersebut memang penyaluran bantuan lebih terarah. “Namun sekali lagi, cara ini saya anggap kurang pas. Bagi saya, hal ini terlalu menyinggung harga diri,” tandasnya.

Sutinah, warga Jrakah, menyatakan, kendati keluarganya kurang mampu, tapi dia dan keluarganya keberatan rumah mereka ditempeli stiker keluarga miskin, karena jadi beban moral. “Lihat saja berita di TV, sudah jelas-jelas rumahnya ditempeli stiker keluarga miskin tapi nyatanya tidak terdata dan tidak mendapatkan bantuan, kan kasihan. Kalau pemerintah mau membantu kami yang tidak mampu ini, bantulah dengan seikhlasnya, jangan membeda- bedakan,” ungkapnya.

Mendadak Miskin
Sedang Siti Rohani (41) pelayan warung makan mengatakan, setuju bila nanti rumahnya diberi label miskin. “Kalau saya sih mau saja karena memang keadaannya seperti ini,” ungkapnya. Menurutnya dengan adanya pemberian label miskin pemerintah jadi bisa tahu mana warga yang miskin dan yang tidak.

“Karena selama ini kalau ada pemberian bantuan, warga yang sudah mampu mendadak jadi miskin,” imbuhnya. Siti mengatakan banyak mereka yang mampu, mendapat BLT maupun bantuan raskin atau Jamkesmas. “Kalau ada pendataan untuk memperoleh bantuan mereka pura-pura miskin padahal tidak miskin,” lanjutnya.

Titik, penjaga warung makan pun mengungkapkan hal serupa. Warga Kelurahan Wonotingal ini mengatakan dengan pemberian label seperti itu, bantuan pemerintah jadi tepat sasaran. “Kalau ada label seperti ini kan warga yang mampu jadi malu mengaku miskin,” lanjutnya. Badrun, warga Ngaliyan juga tak keberatan kalau di rumahnya dipasang stiker miskin, sebagai bukti agar gampang mendapatkan bantuan dari pemerintah. (wara/dayat/lissa_harian semarang)

___________
Dipersilahkan jika ingin mengcopy dan menyebarluaskan artikel pada blog ini dengan tujuan untuk kemaslahatan bersama dan bukan untuk disalahgunakan. Namun perlu diingat, wajib menyertakan penulis/sumber blog ini
http://hariansemarangbanget.blogspot.com. Terima kasih.
Post by: tonitok
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous