Tak Habis Pikir Mendampingi Suami Tajir
Jangan pernah silau oleh harta atau kedudukan seseorang. Begitu pesan para bijak bestari yang di zaman serba materialistis ini tak lagi terdengar.
SABDA Nabi, jika orang menikah karena harta pasangannya, maka dia hanya akan mendapat hartanya. Jika menikah didasari ketampanannya, maka hanya ketampanan itu pula yang didapatkan.
Apa yang dialami Susi (25), bukan nama sebenarnya, barangkali banyak dialami wanita lain. Karena dia tak mempertimbangkan kualitas iman atau ilmu lelaki pujaannya, dia akhirnya menderita dalam kehidupan perkawinannya.
Tiga tahun lalu, Susi yang asal desa di Boyolali, datang ke Semarang untuk bekerja. Dengan bekal ijazah diploma, dia diterima di sebuah perusahaan perjalanan wisata.
Sebagaimana banyak wanita zaman sekarang, Susi berpacaran. Namun tak sembarangan ia memilih cowok. Hanya pemuda tajir yang dia dekati. Ia rasa itu wajar, siapa sih orang yang tak senang kekayaan? Di hari Valentine 2008 ia jadian dengan Riko (samaran), pengusaha biro wisata. Tak hanya berpenghasilan besar, Riko juga anak orang kaya. Bapaknya seorang pengusaha makanan kemasan yang sukses.
Susi sangat senang dan terobsesi dengan kekayaan Riko. Harapannya terwujud. Setelah setahun berpacaran, Riko mengajaknya menikah. Betapa girang hatinya. Orangtuanya segera ia kabari dan dihelatlah perkawinan gadis desa dengan anak gedongan kota.
Di masa awal pengantin baru, Susi merasa sangat bahagia. Aneka kenikmatan dunia dia reguk. Mobil pribadi yang berganti-ganti, makanan enak nan bergizi, liburan ke Bali, sudah menjadi kebiasaannya. Emas permata diberi, handphone canggih nan keren difasilitasi. Namun masa-masa indah itu hanya berlangsung sesaat.
Riko yang dia duga membahagiakannya, ternyata menyakitinya lahir batin. Merasa seorang bos,
Riko tak punya disiplin waktu kerja. Setiap pagi hanya ngopeni puluhan burung kesayangannya. Memandikan, membersikah kurungan, memberi makan dan menyiul-nyiuli burungnya.
Siang nengok kantor sebentar, sore dolan dengan temantemannya sesama pecinta burung. Susahnya, Riko sering mengajak teman-temannya mabuk minuman keras di rumahnya.
Seperti disebutkan dalam hadis, jika orang senang mabukmabukan, maka cenderung mudah melakukan dosa dan kejahatan. Riko yang jarang membelai istrinya, beberapa kali terlihat pergi ke diskotek.
Susi tahu hal itu dan berusaha mencegahnya. Namun suaminya telah kecanduan. Hampir tiap malam Riko berkencan dengan pemandu karaoke yang mesum. Uangnya dihambur-hamburkan untuk foya-foya di tempat hiburan malam.
Kesedihan Susi bertambah saat anaknya lahir. Di saat repot menjadi ibu baru, Riko jarang pulang. Suaminya justru bertambah gila main wanita. Merasa tak bisa mengingat-kan suaminya, Susi putus asa. Ia memilih kembali ke orangtuanya. Minta dibantu mengasuh bayi lakilakinya. (ichwan)
SABDA Nabi, jika orang menikah karena harta pasangannya, maka dia hanya akan mendapat hartanya. Jika menikah didasari ketampanannya, maka hanya ketampanan itu pula yang didapatkan.
Apa yang dialami Susi (25), bukan nama sebenarnya, barangkali banyak dialami wanita lain. Karena dia tak mempertimbangkan kualitas iman atau ilmu lelaki pujaannya, dia akhirnya menderita dalam kehidupan perkawinannya.
Tiga tahun lalu, Susi yang asal desa di Boyolali, datang ke Semarang untuk bekerja. Dengan bekal ijazah diploma, dia diterima di sebuah perusahaan perjalanan wisata.
Sebagaimana banyak wanita zaman sekarang, Susi berpacaran. Namun tak sembarangan ia memilih cowok. Hanya pemuda tajir yang dia dekati. Ia rasa itu wajar, siapa sih orang yang tak senang kekayaan? Di hari Valentine 2008 ia jadian dengan Riko (samaran), pengusaha biro wisata. Tak hanya berpenghasilan besar, Riko juga anak orang kaya. Bapaknya seorang pengusaha makanan kemasan yang sukses.
Susi sangat senang dan terobsesi dengan kekayaan Riko. Harapannya terwujud. Setelah setahun berpacaran, Riko mengajaknya menikah. Betapa girang hatinya. Orangtuanya segera ia kabari dan dihelatlah perkawinan gadis desa dengan anak gedongan kota.
Di masa awal pengantin baru, Susi merasa sangat bahagia. Aneka kenikmatan dunia dia reguk. Mobil pribadi yang berganti-ganti, makanan enak nan bergizi, liburan ke Bali, sudah menjadi kebiasaannya. Emas permata diberi, handphone canggih nan keren difasilitasi. Namun masa-masa indah itu hanya berlangsung sesaat.
Riko yang dia duga membahagiakannya, ternyata menyakitinya lahir batin. Merasa seorang bos,
Riko tak punya disiplin waktu kerja. Setiap pagi hanya ngopeni puluhan burung kesayangannya. Memandikan, membersikah kurungan, memberi makan dan menyiul-nyiuli burungnya.
Siang nengok kantor sebentar, sore dolan dengan temantemannya sesama pecinta burung. Susahnya, Riko sering mengajak teman-temannya mabuk minuman keras di rumahnya.
Seperti disebutkan dalam hadis, jika orang senang mabukmabukan, maka cenderung mudah melakukan dosa dan kejahatan. Riko yang jarang membelai istrinya, beberapa kali terlihat pergi ke diskotek.
Susi tahu hal itu dan berusaha mencegahnya. Namun suaminya telah kecanduan. Hampir tiap malam Riko berkencan dengan pemandu karaoke yang mesum. Uangnya dihambur-hamburkan untuk foya-foya di tempat hiburan malam.
Kesedihan Susi bertambah saat anaknya lahir. Di saat repot menjadi ibu baru, Riko jarang pulang. Suaminya justru bertambah gila main wanita. Merasa tak bisa mengingat-kan suaminya, Susi putus asa. Ia memilih kembali ke orangtuanya. Minta dibantu mengasuh bayi lakilakinya. (ichwan)
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.