Akhir Pelarian Nunun
Buron berbulan-bulan, Nunun Nurbaetie akhirnya dibekuk di Thailand. Tak ada pengistimewaan dalam penahanannya di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Bola kini berada di tangan KPK?
NUNUN Nurbaetie Daradjatun, tersangka kasus suap pemberian cek pelawat usai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, akhirnya dibekuk kepolisian Thailand pada Rabu (7/12) sore.
Istri mantan Wakapolri (Purn) Komjen Adang Daradjatun itu kini meringkuk di tahanan wanita, Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Rencananya, siang ini Nunun akan kembali menjalani pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Rencananya akan diperiksa KPK pada Senin jam 2 siang,” kata Ina Rahman, pengacara Nunun Nurbaetie saat dihubungi, kemarin.
Sesuai prosedur biasanya pemeriksaan akan dilakukan di gedung KPK. “Normalnya pemeriksaan dilakukan di gedung KPK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.
Di dalam tahanan, Nunun ditempatkan di kamar Masa Pengenalan Lingkungan, Paviliun Edelweis, Rumah Tahanan Pondok Bambu. Nunun menempati kamar berukuran 5,7 x 4 meter. Kapasitas maksimal kamar itu sebenarnya 15 orang. Tapi, karena permasalahan klasik penjara Indonesia, Nunun kini mendekam bersama 33 narapidana wanita lainnya.
Di kamar itu, Nunun tidak mendapat fasilitas khusus. Nunun jauh dari kemewahan. Hanya diberi satu kasur tipis, bantal guling, dan sarung. Untuk membuktikan tidak adanya fasilitas istimewa ini, Kepala Rutan Pondok Bambu Herlin Chandrawati bahkan berkenan kembali ke dalam sel untuk mengambil gambar Nunun.
“Ya sudah, setelah ini nanti saya ambilkan gambarnya,” kata Herlin saat mendampingi Dirjen Lembaga Pemsyarakatan Sihabuddin di Rutan Pondok Bambu, kemarin.
Tak lama kemudian, Herlin keluar dan menunjukan dua buah foto kondisi Nunun. Dalam gambar terlihat, Nunun terlihat dalam posisi terlelap tidur dari tampak belakang menyamping. Nunun mengenakan baju motif kembang biru dengan bersarung. Nunun yang sedang tidak mengenakan jilbab itu tidur di atas kasur tipis dengan bantal guling dan kepala.
480 Cek Pelawat
Seberapa penting peran Nunun sehingga butuh upaya keras untuk mengakhiri pelarian sejak Februari 2010 itu? Nunun dianggap merupakan saksi kunci dalam kasus cek pelawat itu.
Nunun diduga menebar 480 cek pelawat senilai Rp 24 miliar kepada 26 anggota Komisi IX Bidang Keuangan DPR periode 1999-2004. 26 mantan anggota DPR itu berasal dari tiga fraksi, yakni Fraksi Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, dan Fraksi PPP. Mereka diduga menerima pemberian berupa cek perjalanan.
Sebelum 26 mantan anggota Dewan itu, empat mantan anggota DPR lainnya sudah divonis dengan hukuman beragam. Hamka Yandhu, Dudhie Makmun Murod, Udju Juhaeri, dan Endin AJ Soefihara divonis antara satu hingga 2,5 tahun penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan bahwa uang yang diterima politisi PDIP, Dudhie Makmun Murod, berasal dari Komisaris PT Wahana Esa Sejati, Nunun. Atas tuduhan itu, Nunun dijerat dengan pasal penyuapan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam persidangan terungkap bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie cs berasal dari Nunun melalui mantan stafnya Ahmad Hakim Safari atau Arie Malangjudo. Majelis hakim juga menilai, cek perjalanan yang diterima Hamka Yandhu cs berasal dari Nunun Nurbaeti Daradjatun. Pernyataan majelis hakim tertuang dalam pertimbangan vonis untuk Dudhie terkait kasus ini. Dudhie sendiri akhirnya divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Salah satu anggota hakim, Slamet Subagio membacakan bahwa pada Juni 2004 sekitar pukul 10.00-11.00 ada percakapan antara Nunun dan Ahmad Hakim Safari atau Arie Malang Judo. Meski Nunun tidak bisa dihadirkan dalam sidang untuk mengonfirmasi percakapan ini, menurut Slamet, “Percakapan ini sudah dibenarkan oleh saksi Arie Malang Judo.” Saat itu, dalam pertemuan di ruang kerjanya, Nunun mengatakan, “Tolong bantu saya memberikan tanda terimakasih kepada anggota Dewan,” kepada Arie.
Arie semula mempertanyakan perintah itu kepadanya. “Lah, masak saya suruh office boy? Ini kan untuk anggota Dewan,” kata Hakim Slamet mengutip percakapan Nunun.
Arie kemudian mengiyakan tugas itu. “Nanti bapak anggota ini akan menghubungi kamu,” jawab Nunun sembari menunjuk ke tamu yang ada di ruang kerja Nunun. “Kalau begitu, kita sudah akur. Nanti akan ada kode merah, hijau, putih,” kata Nunun lagi. Dudhie, menurut majelis hakim, lalu diperintahkan oleh Sekretaris Fraksi PDIP saat itu untuk bertemu dengan Arie Malang Judo di restoran Bebek Bali, Senayan.
Terima Rp 9,8 M
Dalam pertemuan itu, Dudhie menerima Rp 9,8 miliar. Uang ini, menurut hakim, kemudian dibagi-bagi ke anggota Fraksi PDIP di Komisi IX saat itu. Majelis hakim juga berkesimpulan bahwa Dudhie melakukan korupsi bersama-sama dengan anggota Fraksi PDIP lainnya. Nunun sendiri tidak memenuhi panggilan sidang sebanyak tiga kali karena sakit.
Hakim kemudian memerintahkan untuk menghadirkan Nunun dalam persidangan. Namun hingga panggilan ketiga, jaksa KPK tidak dapat menghadirkan Nunun dalam persidangan dengan alasan sakit. Bahkan jaksa pun tidak pernah membacakan keterangan Nunun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tipikor menyatakan, Dudhie cs terbukti menerima cek pelawat. Hakim menegaskan bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie Makmun Murod cs berasal dari Nunun Nurbaeti Daradjatun.
Peran penting Nunun pernah ditegaskan KPK. “Sangat penting. Kamu lihat saja fakta di persidangan. Kan di situ ada keterangan dari terdakwa dan saksi tentang seberapa pentingnya Nunun,” kata Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK Bibit Samad Riyanto di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 11 Februari 2011.
Bibit pun kemudian menggambarkan mengenai posisi kasus suap cek pelawat ini. “Ada pemberi dan penerima. Dan ada perantara. Perantara ini yang tahu dua-duanya,” ujar Bibit. “Dan perantaranya masih diam. Apakah itu yang dimaksud adalah Nunun? Tak tahu siapa,” kilah Bibit.
Bantah Dibekuk
Pengacara Nunun, Ina Rahman membantah kliennya dibekuk. Justru yang terjadi adalah Nunun menyerahkan diri. Pendiri Yayasan Nurfida itu menyerahkan diri kepada petugas yang mendatangi rumah yang disewa di Bangkok, Thailand.
“Tanggal 7 (Desember) interpol datang ke kontrakan Ibu Nunun, mereka bilang orang KPK ingin menjemput,” kata Ina. Nunun bersedia, tapi dengan catatan jaminan keamanan. Maka itu, Nunun langsung mengenakan rompi antipeluru.
Tidak hanya itu, kekhawatiran Nunun juga masih dirasa sampai perjalanan. Nunun menolak dibawa ke Kedutaan Besar RI di Bangkok. Nunun memilih langsung pulang ke Tanah Air. “Sehingga tandatangan penangkapan dilakukan di GA 867,” ujar Ina menyebut nomor penerbangan pesawat Garuda Indonesia yang ditumpangi Nunun.
Hingga kini, Adang belum angkat bicara soal penangkapan istrinya. Tapi, Adang sudah berkali-kali membantah istrinya terlibat dalam kasus suap massal itu. Adang juga menolak istrinya disebut sebagai saksi kunci.
Justru, kata Adang, saksi penentu kasus ini adalah Arie Malang Judo. Karena yang menyerahkan cek kepada sejumlah anggota Komisi Keuangan DPR adalah seseorang yang disebut Adang berinisial AM. “Dari fakta sidang, AM kan pemberinya. Kenapa istri saya terus yang dicari,” kata Adang di Jakarta, Selasa, 8 Februari 2011 silam.
Salah satu alasan Nunun sulit dimintai keterangan adalah alasan sakit. Dokter pribadi Nunun, dr Andreas Harry mengatakan bahwa ada gumpalan cairan di kepala Nunun dan kini makin bertambah.
Akibat terburuk, Nunun bisa kena stroke lagi. “Gumpalan berbentuk liquid ini bertambah berdasarkan hasil rontgen dokter 17 November 2010,” kata dr Andreas. “Nunun berpotensi stroke lagi.”
Serangan stroke terakhir, pernah menimpa Nunun pada 2006. Sejak itu, Nunun dia sebut menderita lupa akut. Dr Andreas, yang berpraktik di Rumah Sakit Gading Pluit, menjelaskan bahwa penyakit Nunun bukan pada faktor fisik, melainkan menyangkut post-stroke amnesia. “Jalan-jalan dia bisa, bahkan dianjurkan untuk melakukan aktivitas,” jelasnya.
Pernyataan dokter ini juga ditegaskan kembali Ina Rahman. “Penyakitnya mengarah ke demensia,” ujarnya.
Saat ini, bola kembali ada di tangan KPK. Apakah penangkapan Nunun ini merupakan “kado” terakhir KPK pimpinan Busyro Muqoddas atau sebaliknya? (dnr)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.