Kawin Dengan Mak Comblang
Datangnya cinta tak pernah bisa diduga. Pun demikian perkawinan. Bisa terjadi kapan saja lewat pelbagai macam cara. Karena itulah jodoh termasuk takdir. Hak prerogatif Tuhan yang tak bisa diketahui manusia.
Kurnia, (22, nama samaran), mahasiswa PTS di Semarang menaksir Dania, (21, juga samaran), santri sebuah pondok pesantren di Kecamatan Pedurungan. Namun Kurnia malu mendekati Dania secara langsung. Ia pun meminta tolong sahabatnya untuk menyampaikan maksud hatinya. Sebut saja si sahabat Mona (18).
Meski zaman telah modern, Kurnia tak bisa menggunakan handphone untuk mengungkapkan isi hatinya. Lewat Mona, Kurnia mengirim surat. Maklum, aturan di pondok melarang santri membawa ponsel.
Karena sering nitip surat, otomatis Kurnia ke rumah Mona. Sering pula dia mengajak ngobrol tentang Dania. Sebagai orang yang lebih muda, Mona menghormati tetangganya itu. Dia sediakan telinga untuk mendengar segala ungkapan Kurnia dan permintaan tolong apa saja. Jadilah dia teman curhat sekaligus tukang pos gratisan. Istilah populernya jadi Mak Comblang alias perantara cinta.
Dalam hati Kurnia maupun Mona tak ada rasa apa saja. Mereka sebatas teman baik karena bertetangga. Namun di benak orang tua Mona, hubungan dekat mereka dimaknai lain. Ibu Mona yang kebetulan telah menjanda, curiga anaknya berpacaran dengan Kurnia. Karena sering banget “diapeli” Kurnia. Kadang juga diajak pergi, entah untuk beli kertas kado, amplop atau “perangko” berupa bakso.
Repotnya, tanpa berusaha tabayun (klarifikasi), ibu Mona madul pada ibunya yang tak lain nenek Mona. Bukannya bertanya pada Mona, si nenek ikut-ikutan salah paham dan berprasangka terhadap Kurnia. Keduanya takut mendapat gunjingan masyarakat, mengingat status sosialnya yang sangat terhormat.
Tanpa basa-basi, “dilabraklah” orang tua Kurnia. Tuntutannya, Kurnia harus menikahi Mona jika tidak ingin diusir saat ndolani Mona. Ayah dan ibu Kurnia tentu saja gugup. Tak mengira “ditodong” begitu mendadak. Mereka pasrah saja.
Saat pulang, Kurnia tertawa geli mendengar tuturan ibunya tentang labrakan tadi. Sambil tertawa, dia mengontak Mona dan mengabarkan “lamaran” keluarga Mona kepada orang tuanya. Mona pun tak kuasa menahan tawa. Cekikikan dia membayangkan jadi istri Kurnia yang telah dia anggap kakak sendiri.
Tapi bagaimana lagi, ortu masing-masing menekan mereka. Jadilah, keduanya dibawa ke Kantor Urusan Agama. Dikawinkan dengan tergesa-gesa. Tanpa diramaikan acara resepsi sebagaimana umumnya. Betapa canggungnya pengantin baru ini dipersilakan memasuki kamar yang telah disiapkan di rumah ortu Mona.
Demi sekolah Mona, perkawinan itu tidak dikabarkan. Sementara Kurnia yang telah lulus kuliah, mendapat pekerjaan di uar kota Semarang. Praktis, hingga Mona lulus SMA, pasangan suami istri ini jarang bertemu. Namun Kurnia tetap pulang dua minggu sekali.
Syukurlah, kebahagiaan tetap mereka dapatkan setelah keduanya bisa menyesuaikan diri. Seiring berjalannya waktu, cinta bisa terpupuk di hati masing-masing. Bahkan jadi pasangan yang serasi lahir batin. Lalu, lahirlah anak perempuan dari rahim Mona di tahun kedua perkawinan mereka. (Ichwan)
Kurnia, (22, nama samaran), mahasiswa PTS di Semarang menaksir Dania, (21, juga samaran), santri sebuah pondok pesantren di Kecamatan Pedurungan. Namun Kurnia malu mendekati Dania secara langsung. Ia pun meminta tolong sahabatnya untuk menyampaikan maksud hatinya. Sebut saja si sahabat Mona (18).
Meski zaman telah modern, Kurnia tak bisa menggunakan handphone untuk mengungkapkan isi hatinya. Lewat Mona, Kurnia mengirim surat. Maklum, aturan di pondok melarang santri membawa ponsel.
Karena sering nitip surat, otomatis Kurnia ke rumah Mona. Sering pula dia mengajak ngobrol tentang Dania. Sebagai orang yang lebih muda, Mona menghormati tetangganya itu. Dia sediakan telinga untuk mendengar segala ungkapan Kurnia dan permintaan tolong apa saja. Jadilah dia teman curhat sekaligus tukang pos gratisan. Istilah populernya jadi Mak Comblang alias perantara cinta.
Dalam hati Kurnia maupun Mona tak ada rasa apa saja. Mereka sebatas teman baik karena bertetangga. Namun di benak orang tua Mona, hubungan dekat mereka dimaknai lain. Ibu Mona yang kebetulan telah menjanda, curiga anaknya berpacaran dengan Kurnia. Karena sering banget “diapeli” Kurnia. Kadang juga diajak pergi, entah untuk beli kertas kado, amplop atau “perangko” berupa bakso.
Repotnya, tanpa berusaha tabayun (klarifikasi), ibu Mona madul pada ibunya yang tak lain nenek Mona. Bukannya bertanya pada Mona, si nenek ikut-ikutan salah paham dan berprasangka terhadap Kurnia. Keduanya takut mendapat gunjingan masyarakat, mengingat status sosialnya yang sangat terhormat.
Tanpa basa-basi, “dilabraklah” orang tua Kurnia. Tuntutannya, Kurnia harus menikahi Mona jika tidak ingin diusir saat ndolani Mona. Ayah dan ibu Kurnia tentu saja gugup. Tak mengira “ditodong” begitu mendadak. Mereka pasrah saja.
Saat pulang, Kurnia tertawa geli mendengar tuturan ibunya tentang labrakan tadi. Sambil tertawa, dia mengontak Mona dan mengabarkan “lamaran” keluarga Mona kepada orang tuanya. Mona pun tak kuasa menahan tawa. Cekikikan dia membayangkan jadi istri Kurnia yang telah dia anggap kakak sendiri.
Tapi bagaimana lagi, ortu masing-masing menekan mereka. Jadilah, keduanya dibawa ke Kantor Urusan Agama. Dikawinkan dengan tergesa-gesa. Tanpa diramaikan acara resepsi sebagaimana umumnya. Betapa canggungnya pengantin baru ini dipersilakan memasuki kamar yang telah disiapkan di rumah ortu Mona.
Demi sekolah Mona, perkawinan itu tidak dikabarkan. Sementara Kurnia yang telah lulus kuliah, mendapat pekerjaan di uar kota Semarang. Praktis, hingga Mona lulus SMA, pasangan suami istri ini jarang bertemu. Namun Kurnia tetap pulang dua minggu sekali.
Syukurlah, kebahagiaan tetap mereka dapatkan setelah keduanya bisa menyesuaikan diri. Seiring berjalannya waktu, cinta bisa terpupuk di hati masing-masing. Bahkan jadi pasangan yang serasi lahir batin. Lalu, lahirlah anak perempuan dari rahim Mona di tahun kedua perkawinan mereka. (Ichwan)
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.