Normalisasi Makin Tidak Jelas, 10 Tahun Warga Tenggang Terkatung-katung
SEMARANG - Rasa kesal dan gelisah terus dirasakan warga yang ada di Kampung Tenggang, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari. Proyek normalisasi Kali Tenggang yang membelah kampung itu hingga kini makin tidak jelas. Beberapa warga yang berharap mendapatkan ganti untung dan berencana menunaikan ibadah haji pun tertunda sampai waktu yang mereka sendiri tidak mengetahuinya dengan pasti.
Lelah menghitung hari demi hari yang tak berujung tuntas itu dirasakan betul oleh 12 warga di Kelurahan Tambakrejo yang juga pemilik lahan yang terkena proyek normalisasi. Mereka adalah Halim, Syahrir, Sugeng, Rohman, Isliyah, Subeki, Kunto, Nur Cholis, Basio, Jaswadi, Sarmidi, dan Nur Ali, serta beberapa warga pemilik tambak di wilayah itu.
''Proyek Pemerintah Kota Semarang yang diprogram lima tahun saja sudah selesai, kenapa Kali Tenggang 10 tahun belum juga tuntas. Saya dan warga lain merasakan jika proyek ini dipermainkan oleh oknum-oknum tertentu. Misalnya, kesepakatan harga belum ada sudah ada upaya konsinyasi,'' kata Syahrir (54), warga RT 3 RW 2 Kampung Tenggang, saat ditemui di tempat kerjanya, Rabu (29/8) siang.
Apalagi, kata dia, sosialisasi dengan LCD proyektor yang menampilkan desain dan gambar betapa mewahnya talud yang akan dibuat, justru berbanding terbalik. Talud yang dibuat terkesan asal-asalan, melengkung dan di beberapa titik sudah retak. Syahrir juga menilai, pembuatan talud terkesan asal-asalan, sehingga, ketika air di Kali Tenggang penuh, meluap hingga pemukiman warga.
''Kalau memang proyek ini mau diteruskan, ya pemerintah serius, kalau tidak diteruskan kan kami bisa berpikir untuk memperbaiki rumah. Kalau begini terus, bisa stres. Masyarakat makin resah dan sengsara,'' tandas Syahrir.
Ungkapan yang sama juga disampaikan Nur Ali (51) warga RT 3 RW 9. Tanah yang pada 10 tahun lalu masih bisa difungsikan, beberapa meter telah terendam genangan air. Parahnya, status tanah dengan bangunan oleh petugas pembebasan tanah proyek normalisasi justru mendapatkan status sebagai tanah tambak.
''Proyek normalisasi Kali Tenggang ini tidak hanya membuat resah warga yang sampai hari ini terkatung-katung, tapi juga menimbulkan konflik sesama anggota keluarga. Pemerintah seharusnya menjadi contoh yang baik bagi masyarakatnya, tapi kalau begini, sing digugu kudu sopo?'' katanya dengan nada kesal.
Lebih kesalnya lagi, Nur Ali juga mendapat ketidakkonsistenan dari beberapa pejabat. Tanah yang awalnya sudah ditetapkan dengan harga Rp 200 ribu per meter, turun menjadi Rp 100 ribu per meter dan turun lagi menjadi Rp 60 ribu per meternya. ''Sempat juga ketika kesepakatan harga belum ada, tiba-tiba tanah saya dikeruk backhoe, saya pun protes ke Dinas PSDA,'' ungkapnya.
Ditemui terpisah, Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang Agung Budi Margono menyayangkan proses normalisasi Kali Tenggang yang berlarut-larut. Menurutnya, pemerintah harus memiliki roadmap yang jelas.
"Program itu sudah sejak lama, tapi tak kunjung selesai terutama menyangkut pembebasan lahan. Seharusnya pemerintah punya target pasti kapan selesai seratus persen. Sebab, jika tidak segera, tentu harga tanah semakin naik sehingga makin membebani pemerintah. Anggaran untuk pembebasan lahan tahun ini sendiri mencapai sekitar Rp 3 miliar," jelasnya.
Sementara itu, Rosyid Hudoyo dari Dinas PSDA dan ESDM Kota Semarang mengatakan, program tersebut termasuk proyek untuk mengatasi rob dan banjir. Selain itu, masih ada proyek lain seperti peningkatan atau pembangunan gorong-gorong drainase, pembangunan Waduk Jatibarang, normalisasi Banjir Kanal Barat, dan juga pembangunan Polder Banger. (H84, H35-JBSM/12)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.