PP. Raudhatul Quran Kauman, Fokus Ngaji, Dilarang ‘Nyambi’ Kuliah
KH Khammad Ma'sum Al Hafidz menerima wakaf rumah dari warga yang akan difungsikan sebagai asrama santri, baru-baru ini. HERSEM/MUHAMMAD SYUKRON-SM NETWORK |
Pesantren Kaumam membatasi aktivitas santri hanya mengaji dan mengaji. Agar fokus pada Alquran, santri dilarang nyambi sekolah, kuliah, atau bekerja.
DI tengah kesibukan transaksi jual beli di Kauman, beberapa santri Pondok Pesantren Raudhatul Quran Jalan Kauman Glondong Nomor 352 tampak lalu-lalang. Kitab kuning dan Alquran dipegang erat, ada apula yang mendekapnya di depan dada.
Pandangan mereka sesekali ke depan atau ke belakang, menghindari angkutan kota yang tengah melintas atau becak yang penuh tumpukan kardus sambil membawa penumpang.
Di jalan searah itu, tidak tersedia trotoar seperti yang ada di Jalan Pemuda, atau jalan protokol lainnya di Kota Semarang. Para pejalan kaki seringkali harus mengalah agar tidak tertabrak becak atau angkutan kota.
Para santri yang lalu-lalang di Jalan Kauman menjadi pemandangan setiap hari. Pasalnya,pondok pesantren yang didirikan oleh KH Abdullah pada 1943 dan diteruskan oleh KH Turmudzi Taslim itu pada mulanya tidak memiliki asrama.
Pesantren itu juga bukan milik pribadi seperti umumnya, tetapi milik masyarakat. Lokasi asrama bagi santri merupakan tanah wakaf yang letaknya terpisah di kampung yang berlainan.
Seperti Asrama Raudhatul Quran di Kampung Glondong, Asrama H Abdullah dan Asrama At Tudmudzi di Kampung Getekan, Asrama As Safinah dan Asraman Kastamah di Kampung Kabupaten, Asrama Ar Rodhiyah-Aminah di Kampung Buk, Asrama Muhyidin di Kampung Kauman Barat dan Asrama As'ad Farida di Kampung Bangunharjo.
Sehingga, untuk mengaji, mereka harus berjalan dari asrama menuju mushala Raudhatul Quran di Kampung Glondong.
''Meski jumlah astatidz (gurubanyak, santri tidak diperkenankan mengaji di asrama. Ini untuk menjaga persatuan, keutuhan, dan kebersamaan,'' tutur Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Quran KH Ir Khammad Ma'sum Al Hafidz.
Sebagai pondok pesantren salaf (tradisional), kata Gus Mad, sapaan akrab KH Khammad Ma'sum, santri yang menetap di asrama tidak diperbolehkan melakukan kegiatan rutin selain mengaji Alquran dan kitab-kitab klasik. Artinya, santri yang menetap tidak diperbolehkan sekolah, kuliah, ataupun bekerja. Tetapi, pesantren mengusahakan pendidikan keterampilan yang bermanfaat sebagai bekal hidup tanpa mengganggu kewajiban mengaji.
''Waktunya full untuk gladi hafalan kitab suci. Mereka harus setor hafalannya kepada ustad tiga kali sehari; pagi, sore dan malam. Menghafal langsung di depan guru atau sorogan,” jelasnya.
“Waktu yang dibutuhkan untuk menghafal Alquran tidak terlalu lama. Bisa tiga atau empat tahun rampung, tapi tergantung pribadinya. Rata-rata tujuh tahun. Usai lulus dari pondok, banyak yang kembali melanjutkan ke sekolah formal atau menjadi pemimpin agama di kampung halaman,'' imbuhnya.
Sebagaimana umumnya pondok hafalan Alquran, standar keilmuan di pesantren ini juga ketat. Pengasuh hanya memberi ijazah kepada penghafal yang benar-benar bagus bacaannya, benar makhroj-nya, dan tajwid-nya. Jika memenuhi, berhak menyandang titel Al-Hafidz.
Tak hanya menghafal Alquran. Setiap Jumat, pukul 06.00-08.00 mereka belajar ilmu tajwid diasuh oleh KH Abdurrahman Al Hafidz. Pada Sabtu pukul 15.30-16.00 ilmu tafsir bersama KH Hanief Ismail Lc.
Minggu pukul 19.30-21.00 ilmu fiqih bersama KH Azim Wasi'. Selasa pukul 19.30-21.00 ilmu hadits bersama KH Latief Mastur Ihsan, dan setiap Minggu pukul 09.00-10.00 diskusi. Ditambah setiap hari harus mengaji Alquran baik bin nadhor (tartil) maupun bil ghoib (hafalan).
Pesantren ini juga lembaga dakwah, pengajaran dan pelatihan serta benteng ke-Islaman. Modernitas sudah begitu terbuka, benteng iman dan Islam yang kuat adalah alat utama agar tidak terpengaruh ke hal negatif,'' imbuhnya. (Muhammad Syukron-SM Network/nji)
Labels
Warta Kota
Semoga wakaf ini menjadi amal jariyah yang tak akan pernah putus bagi yang mewakafkan.
ReplyDelete