Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Eksporter Belum Siap Hadapi Sertifikasi Kopi

Karyawan PT Taman Delta Indonesia menunjukkan kopi arabika dan robusta yang akan diekspor, kemarin (SM/Fani Ayudea)
SEMARANG - Kebijakan baru sertifikasi kopi di Uni Eropa yang mengacu pada rujukan bersama untuk Masyarakat Perkopian (Common Code for the Coffee Community/4C) belum siap dilakukan oleh para eksportir. Mahalnya biaya sertifikasi yang mencapai 40-50 dolar AS per ton menjadi kendala utama.

Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jateng Moelyono Susilo mengatakan, sertifikasi baru mampu dilakukan oleh perusahaan eksportir asing. Dari 210 perusahaan eksportir lokal yang terdaftar, baru enam perusahaan yang telah melakukan sertifikasi. Di Jateng, baru satu perusahaan yakni PT Taman Delta Indonesia yang telah tersertifikasi.

"Di Indonesia baru 8%-10% kopi yang tersertifikasi, dari 22.000 ton kopi yang dihasilkan. Sebagian besar yang telah tersertifikasi adalah kopi arabika di Sumatra Utara," katanya, kemarin.

Sertifikasi baru akan diterapkan 1 Januari 2015. Uni Eropa mewajibkan kopi yang diekspor memenuhi syarat diantaranya dalam proses penanaman, pemrosesan tidak merusak lingkungan, seperti tidak boleh menanam di kawasan hutan lindung, memperhatikan aspek ekonomi, dan sosial.

"Memang sekilas pasar yang meminta sertifikasi hanya Uni Eropa. Tapi masalahnya, kopi yang kita kirim ke Jepang juga akan dikirim ke Eropa. Jadi mau tidak mau harus sertifikasi. Kami khawatir bila eksporter kopi Indonesia tidak siap, mereka akan kesulitan," ujarnya.

Sertifikasi dilatarbelakangi masalah kondisi iklim yang ekstrem, tingkat konsumsi yang meningkat pesat, dan luas lahan pertanian menyempit. Eropa khawatir jika produksi tidak ditingkatkan, petani tidak dibina, akan terjadi defisit produksi kopi. Hal ini tentu berdampak bagi pabrik kopi, bila tidak ada lagi bahan baku kopi yang diolah.

"Diharapkan petani akan mempertahankan tanaman kopi dan meningkatkan produktivitas. Karena itu ada ketentuan pembinaan pada petani misal menggunakan pupuk tapi tak berlebihan, pestisida yang digunakan harus sesuai ketentuan baik dosis maupun jenisnya," paparnya.

Sejauh ini AEKI telah mengimbau kalangan eksporter soal sertifikasi. "Jika tidak tersertifikasi kopi masih bisa diekspor, tapi pasar akan terbatas. Kalau pasar terbatas, harga akan tertekan," imbuhnya.

Saat ini pasar ekspor kopi terbesar Indonesia adalah  AS, Jepang, dan Eropa. Masing-masing telah menetapkan lembaga sertifikasi komoditas kopi di antaranya 4C, UTZ Certified, Rainforest Alliance, Japan Agricultural Standard (JAS). "Pasar Eropa bagi eksporter Jateng tidak terlalu besar. Tapi di Lampung cukup besar, mencapai 50%," tuturnya.

Guna menyiasati mahalnya biaya sertifikasi, lanjut dia, sebagian bisa dibebankan pada pembeli. Dari biaya 50 dolar AS yang diaudit tiap tiga tahun sekali, untuk biaya 15 dolar AS per tahun dibagi dua; 10 dolar AS ditanggung eksporter dan 5 dolar AS ditanggung pembeli atau pabrik kopi. "Dengan adanya sertifikasi, bisa mendongkrak harga kopi," terangnya.(J8-SMNetwork/yul)
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous