Ponpes Litahfidz Darul Quran
Mondok Gratis Plus Sekolah Bisnis
BANYAK hal yang dilakukan orang untuk mengasihi sesama. Banyak cara yang ditempuh untuk mewujudkan idealisme berbagi. Macam-macam kreativitas orang untuk memberi manfaat ilmu.
Di Semarang, ada sebuah lembaga pendidikan bernama cukup aneh. Sekolah Darurat Wirausaha.
Jangan bayangkan itu adalah sebuah bangunan darurat untuk menolong korban bencana. Yang ada justru sebaliknya, sebuah lembaga pendidikan yang berada dan menjadi program pendukung utama di pondok pesantren (ma’had) Darul Quran, Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan.
Pondok yang menekankan hafalan Alquran ini melarang santrinya menerima kiriman uang dari orang tua atau wali mereka. Seluruhnya diberi santapan jasmani dan rohani secara gratis oleh pengasuh KH Mustain Aruri Al Hafidz.
Namun ada syarat yang tak boleh ditawar. Semua santri –harus dari keluarga kurang mampu, diwajibkan bekerja setelah mendapat pendidikan kewirausahaan. Jadilah mereka menjadi karyawan, pedagang atau profesional di siang hari, lalu menghafalkan Alquran di malam hari.
Maka jangan heran, di tempat ini ada yang jadi pembuat roti, dekorator acara resepsi, berjualan pulsa atau minuman. Ada pula yang jadi broker properti, sales percetakan atau pun penjual jasa.
“Prinsipnya bekerja dan mengaji. Menjadi pengusaha dan penghafal Alquran sekaligus,” tutur Kiai Mustain (37), pengasuh Ma’had Litahfid Darul Quran.
Lantas mengapa ada sekolah bisnis dilabeli darurat? Pengasuh sekolah tersebut Rahmad Agus (37) menerangkan, karena kondisi kekurangmahiran santri dalam ilmu dunia telah parah.
“Kebanyakan santri gagap masuk dunia bisnis karena tak punya ilmu selain agama. Celakanya, mereka dihadapkan pada kebutuhan perut. Jadilah ilmu dan dakwah kurang terurus karena harus survive dengan kerja serabutan,” kata dia.
Sekolah yang 2007 lalu diresmikan Ketua Umum PBNU KH Hazim Muzadi ini adalah sekolah bisnis pertama yang ada di pondok pesantren. Para santri dididik wirausaha dengan kurikulum matrikulasi teori bisnis.
Sebagaimana umumnya santri pondok, siswa sekolah darurat ini tidak sama usianya. Dalam satu
kelas yang dibatasi hanya 20 orang, ada yang usia sepantaran SMP, SMA atau mahasiswa.
Mereka yang berasal dari Semarang, Pati, Demak, Grobogan dan lainnya, itu dilatih dan diajari teori- teori troubleshooting management, keuangan, analisa usaha, akuntansi biaya, pemasaran, perdagangan, distribusi, dan teknologi informasi. Juga kemampuan soft skill semisal pengembangan kepribadian (character building) dan etika bisnis.
Masih pula ditambah pelajaran bahasa asing. Tentu bukan hanya bahasa Arab, melainkan –ini yang luar biasa—bahasa Inggris, Perancis dan Mandarin.
Para ustad di sekolah ini, berjumlah 15 orang, bukanlah orang sembarangan. Sembilan guru adalah praktisi wirausaha, enam lainnya bergelar magister bisnis dan bahasa asing.
Para ustad itu ada yang asal Bandung dan Surabaya. Mereka rela datang dari jauh untuk mengajar beberapa jam lalu pulang. Tak ada bayaran, apalagi tunjangan transpot. Bahkan semua ustadnya adalah donatur tetap yang biasa iuran untuk membiayai sekolah yang dicita-citakan mencetak kader pemimpin bangsa ini.
“Kami hanya memberikan sebuah surat semacam perjanjian bahwa para ustad adalah pewakaf ilmu dan keahlian,” terang Agus didampingi santri-santri putri yang sedang bersiap mengaji di sore hari. .
“Jika santri telah mapan ilmunya, mereka langsung diminta berbisnis atau dimagangkan dalam perusahaan yang cocok,” lanjut Agus yang mengajar akuntansi, Bahasa Inggris dan Perancis.
Meskipun demikian, dalam masa sekolah 2,5 tahun itu, peserta didik juga diharuskan hafal Alquran minimal 15 juz. Setoran hafalan harian dipantau langsung oleh Kiai Mustain.
Salah seorang pengajar, Leo Ramadhanus (Manager Alcatras Café) menceritakan, siswanya benarbenar berlatih wirausaha dan berada dalam lingkungan yang baik. Di mana setiap santri harus berani hidup sangat sederhana. Sama rasa sama rata, tidur bersama belasan santri, masak dan makan bareng, serta menaati peraturan pondok secara ketat.
Agus menambahkan, banyak dermawan yang menyumbang pondoknya. Namun pihaknya menolak sumbangan dalam rupa uang. “Kami hanya menerima bantuan barang. Misalnya alat sablon atau bahan makanan. Uang kami tolak,” ujar mantan pegawai pajak ini.
Jika konsep sekolah tersebut berhasil, kata Leo, bakal dikembangkan di Bandung, Jakarta, Aceh dan Batam. (ichwan_harian semarang)
___________
Dipersilahkan mengcopy dan menyebarluaskan artikel pada blog ini dengan tujuan untuk kemaslahatan bersama dan bukan untuk disalahgunakan. Namun perlu diingat, wajib menyertakan sumber blog ini yaitu http://hariansemarangbanget.blogspot.com. (terima kasih).
BANYAK hal yang dilakukan orang untuk mengasihi sesama. Banyak cara yang ditempuh untuk mewujudkan idealisme berbagi. Macam-macam kreativitas orang untuk memberi manfaat ilmu.
Di Semarang, ada sebuah lembaga pendidikan bernama cukup aneh. Sekolah Darurat Wirausaha.
Jangan bayangkan itu adalah sebuah bangunan darurat untuk menolong korban bencana. Yang ada justru sebaliknya, sebuah lembaga pendidikan yang berada dan menjadi program pendukung utama di pondok pesantren (ma’had) Darul Quran, Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan.
Pondok yang menekankan hafalan Alquran ini melarang santrinya menerima kiriman uang dari orang tua atau wali mereka. Seluruhnya diberi santapan jasmani dan rohani secara gratis oleh pengasuh KH Mustain Aruri Al Hafidz.
Namun ada syarat yang tak boleh ditawar. Semua santri –harus dari keluarga kurang mampu, diwajibkan bekerja setelah mendapat pendidikan kewirausahaan. Jadilah mereka menjadi karyawan, pedagang atau profesional di siang hari, lalu menghafalkan Alquran di malam hari.
Maka jangan heran, di tempat ini ada yang jadi pembuat roti, dekorator acara resepsi, berjualan pulsa atau minuman. Ada pula yang jadi broker properti, sales percetakan atau pun penjual jasa.
“Prinsipnya bekerja dan mengaji. Menjadi pengusaha dan penghafal Alquran sekaligus,” tutur Kiai Mustain (37), pengasuh Ma’had Litahfid Darul Quran.
Lantas mengapa ada sekolah bisnis dilabeli darurat? Pengasuh sekolah tersebut Rahmad Agus (37) menerangkan, karena kondisi kekurangmahiran santri dalam ilmu dunia telah parah.
“Kebanyakan santri gagap masuk dunia bisnis karena tak punya ilmu selain agama. Celakanya, mereka dihadapkan pada kebutuhan perut. Jadilah ilmu dan dakwah kurang terurus karena harus survive dengan kerja serabutan,” kata dia.
Sekolah yang 2007 lalu diresmikan Ketua Umum PBNU KH Hazim Muzadi ini adalah sekolah bisnis pertama yang ada di pondok pesantren. Para santri dididik wirausaha dengan kurikulum matrikulasi teori bisnis.
Sebagaimana umumnya santri pondok, siswa sekolah darurat ini tidak sama usianya. Dalam satu
kelas yang dibatasi hanya 20 orang, ada yang usia sepantaran SMP, SMA atau mahasiswa.
Mereka yang berasal dari Semarang, Pati, Demak, Grobogan dan lainnya, itu dilatih dan diajari teori- teori troubleshooting management, keuangan, analisa usaha, akuntansi biaya, pemasaran, perdagangan, distribusi, dan teknologi informasi. Juga kemampuan soft skill semisal pengembangan kepribadian (character building) dan etika bisnis.
Masih pula ditambah pelajaran bahasa asing. Tentu bukan hanya bahasa Arab, melainkan –ini yang luar biasa—bahasa Inggris, Perancis dan Mandarin.
Para ustad di sekolah ini, berjumlah 15 orang, bukanlah orang sembarangan. Sembilan guru adalah praktisi wirausaha, enam lainnya bergelar magister bisnis dan bahasa asing.
Para ustad itu ada yang asal Bandung dan Surabaya. Mereka rela datang dari jauh untuk mengajar beberapa jam lalu pulang. Tak ada bayaran, apalagi tunjangan transpot. Bahkan semua ustadnya adalah donatur tetap yang biasa iuran untuk membiayai sekolah yang dicita-citakan mencetak kader pemimpin bangsa ini.
“Kami hanya memberikan sebuah surat semacam perjanjian bahwa para ustad adalah pewakaf ilmu dan keahlian,” terang Agus didampingi santri-santri putri yang sedang bersiap mengaji di sore hari. .
“Jika santri telah mapan ilmunya, mereka langsung diminta berbisnis atau dimagangkan dalam perusahaan yang cocok,” lanjut Agus yang mengajar akuntansi, Bahasa Inggris dan Perancis.
Meskipun demikian, dalam masa sekolah 2,5 tahun itu, peserta didik juga diharuskan hafal Alquran minimal 15 juz. Setoran hafalan harian dipantau langsung oleh Kiai Mustain.
Salah seorang pengajar, Leo Ramadhanus (Manager Alcatras Café) menceritakan, siswanya benarbenar berlatih wirausaha dan berada dalam lingkungan yang baik. Di mana setiap santri harus berani hidup sangat sederhana. Sama rasa sama rata, tidur bersama belasan santri, masak dan makan bareng, serta menaati peraturan pondok secara ketat.
Agus menambahkan, banyak dermawan yang menyumbang pondoknya. Namun pihaknya menolak sumbangan dalam rupa uang. “Kami hanya menerima bantuan barang. Misalnya alat sablon atau bahan makanan. Uang kami tolak,” ujar mantan pegawai pajak ini.
Jika konsep sekolah tersebut berhasil, kata Leo, bakal dikembangkan di Bandung, Jakarta, Aceh dan Batam. (ichwan_harian semarang)
___________
Dipersilahkan mengcopy dan menyebarluaskan artikel pada blog ini dengan tujuan untuk kemaslahatan bersama dan bukan untuk disalahgunakan. Namun perlu diingat, wajib menyertakan sumber blog ini yaitu http://hariansemarangbanget.blogspot.com. (terima kasih).
Ass. Yai, saya punya adek laki2 sekarang sudah kelas 3 smp.
ReplyDeletepengen nya mondok dan sekolah, orang tua petani kecil hasilnnya hanya cukup untuk makan. Klau di izinkan bolehkan adek saya gabung di pondok litahfidz darul qur'an?.dan minta no kontak yang bisa di hub, trimaksh sblumnya
Assalamu alaikum..
ReplyDeletePak yai,sy syarif dari brebes sy juga punya ponakan laki2 yang tiga bulan yg lalu keluar dr ponpes alfadlu kaliwungu sbb tdk mampu.bagaimana kiranya kami titip didikan dipondoknya mbah yai???
Minta nomor yg bisa dihubungi..
Matur nwn..
Assalamu alaikum..
ReplyDeletePak yai,sy syarif dari brebes sy juga punya ponakan laki2 yang tiga bulan yg lalu keluar dr ponpes alfadlu kaliwungu sbb tdk mampu.bagaimana kiranya kami titip didikan dipondoknya mbah yai???
Minta nomor yg bisa dihubungi..
Matur nwn..
Assalamualaaiku yai....saya ingin menitipkan anak saya untuk diasuh dan didik di tempat yai...saya janda cerai 3 anak...dan saat niki kondisi ekonomi saya...maaf masih kurang .saya ingin anak anak tetep bisa sekolah dan mondok.saya mohon yai untuk sudi mendidik dan membekali anak saya.
ReplyDeleteSwn sakderenge yai....klo saget ...nomer engkang saget ql hub pinten njeh .
Assalamualaikum yai,,pondok nya beneran gratis iy???insyaallah jka gratis saya berminat mau kesana ,,saya keluar dri pondok lma karena masalah keuangan orang tua saya...minta info nya ya yai
ReplyDeleteBisa minta nomer yg bisa di hubungi???