Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Gerbong, Cerobong

PSIS mendaki bukit terjal. Walikota baru, yang dicoblos besok pagi, diharap menjadi penyelamat. Siapa di antara mereka memiliki pikiran brilian menggeret PSIS dari keterpurukan sehingga memberi alasan bagi kita memilihnya?

Sebulan silam, Wisnu Pujonggo secara mengejutkan melontarkan isi hatinya mengenai Mahesa Jenar. Ketua tim sukses Bambang Raya-Kristanto yang juga anggota DPRD Kota Semarang itu mengaku prihatin atas pencapaian prestasi PSIS yang megap-megap.

“Sungguh, kami sangat prihatin,” lontar pengelola sebuah event organizer yang mengurusi penyelenggaraan pertandingan PSIS akhir 90-an bersama Bambang Raya, tatkala Ligina masih berbaju Liga Dunhill, ini.

Berangkat dari sini, pihaknya bakal membedah total manajerial PSIS dengan melibatkan Snex, Panser Biru, serta para profesional yang mengerti sepakbola.

“Kalau Bambang menang, tidak akan kita libatkan anaknya ngurusi PSIS. Manajemen sehat harus dibentuk dengan menyertakan profesional dan stakeholder yang benar-benar peduli dan tahu bola. Pengusaha Semarang yang punya kepedulian kepada PSIS bakal kami libatkan, dan akan transparan dalam penggunaan dana, bahkan kami umumkan di media massa,” tegas Wisnu.

Wisnu ingin Semarang tak ketinggalan dengan Lamongan, Kediri, maupun Jepara. Kotakota yang bukan ibukota provinsi tersebut malah punya tim dengan kualitas membanggakan, menyalip Semarang yang punya tradisi kuat sepakbola.

“Kami telah menyiapkan konsep sehat yang berujung PSIS masuk kembali ke kasta tertinggi kompetisi negeri ini,” papar Wisnu.

Idealisme Anis
Nyaris senada dengan Wisnu, calon wawali Anis Nugroho Widharto menyinggung tentang kemandirian PSIS. Dalam sebuah diskusi di balaikota, 10 Februari lalu, ia ingin PSIS dikelola ala Barcelona, dengan memetakan PSIS menjadi dua wilayah, amatir dan pro.

“PSIS bisa dikelola secara profesional, bukan ala organisasi sosial, oleh orang-orang yang produktif, bukan mencari popularitas, dalam status legal yang jelas. Secara finansial PSIS mampu membiayai operasionalnya sendiri tanpa bantuan pemerintah. Dan secara politis bebas dari cengkeraman rezim manapun, karena kekuasaan tertinggi akan berada di tangan pendukung (stakeholder) PSIS,” ujarnya.

Jika ditangani secara profesional, imbuh Anis, PSIS bakal memberikan prestasi yang membanggakan, yaitu bermain di kasta Liga Super, menjadi juara, atau setidaknya konsisten di papan atas.

“Status legal harus jelas, jangan ada dualisme. Perkumpulan PSIS yang didirikan dan disokong oleh klub-klub pendiri hanya berada di ranah sepakbola amatir yang menginduk kepada Pengcab PSSI dan KONI, dengan orientasi pembinaan usia dini,” ucap Anis seraya menambahkan, PSIS kelak bisa saja berganti nama menjadi Semarang Football Club, disingkat Semarang FC, atau SFC, supaya tidak bias dengan PSIS amatir.

Menyengat Pembuluh Darah
Terhitung, hingga detik ini, memang baru (atau hanya) dua kontestan itu yang mengibarkan bendera PSIS guna menggerbongi laju mereka menuju kursi nomor satu kota ini.

Secara telaah dan latarbelakang, boleh jadi problem PSIS menyengat pembuluh darah mereka bukan hanya lantaran mereka mau mencalonkan diri menjadi walikota, tetapi juga panggilan jiwa.

Atau setidaknya ada bibit-bibit gemar sepakbola, dan menaruh cabang olahraga paling dicandui di kolong jagat raya ini di ‘cerobong’ gerbong yang menciptakan ‘celah’ karena menyangkut besar kecil suara dalam pilwalkot, mengingat PSIS adalah satu dari sekian ikon penting Semarang.

Wisnu bukan orang baru di PSIS. Ia pernah mengelola pertandingan PSIS sebelum ada liga super. Sampai kini ia juga masih tampak nongol di Stadion Jatidiri untuk bergemas-gemas menyimak tampilan tim kebanggaan Semarang itu rapuh.

Anis juga bukan ‘warga anyar’ di Mahesa Jenar. Ia pernah menjadi manajer umum. Jabatan serupa juga pernah disandang Ari Wibowo, ketua tim suksesnya. Nama perusahaannya, Lintas, pernah terpampang di dada kostum Gaston Castano cs. Sayangnya, ketika Anis cs cawecawe itu PSIS apes, terdegradasi.

Sumarmo, Farchan, dan Harini sesungguhnya juga masih ‘berbau’ PSIS. Marmo tampak sesekali muncul di sekitar PSIS, terutama saat memimpin rombongan suporter dadakan dari kalangan pemkot dan wartawan, ketika PSIS bertanding di Senayan, bertahun silam.

Farchan juga pernah menjadi bagian penting PSIS saat terjadi bentrok hebat antara suporter Semarang dan warga Jakarta, atau ketika belasan pendukung PSIS meninggal keseruduk kereta di ibukota. Ia turut mengurusi jenazah.

Sementara itu Harini tak tampak menonjol di wilayah PSIS, meski saat menjadi Kabag Humas Pemkot Semarang ia banyak berurusan dengan wartawan maupun warga yang menanyakan perihal PSIS. Itu sebabnya ia dan pasangannya sama sekali tak menyentuh PSIS sebagai bagian
dari penggalangan suara. Namun, boleh jadi ia punya strategi lain berkaitan dengan PSIS jika kelak terpilih.

Besok pencoblosan dilakukan. Warga PSIS, silakan pilih satu di antara mereka menurut hati nurani Anda. (arief rahman - harian semarang)

Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous