Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Bulan Berkah untuk Menikah

Bulan Syawal, usai Lebaran bagi sebagian masyarakat kita menjadi bulan baik untuk menghelat pernikahan. Banyak di antara mereka yang ingin menyatukan janji sucinya di bulan ini. Mengapa?

MESKI konsep pesta pernikahan di sebagian besar masyarakat Jawa sudah sangat modern, mencari bulan-bulan baik untuk menikah rupanya masih banyak dilakukan. Dari tahun, bulan, tanggal, hingga jam akan diperhitungkan dengan tepat.

Memang, sudah mengakar dalam tradisi masyarakat Jawa. Konon kalau memilih hari baik untuk menikah jangan di bulan Sura, karena tabiatnya bakal suka berutang dan banyak kesulitan.

Tak hanya itu. Bulan Sapar juga dianggap “maut” karena bisa berakibat tidak menentu. Mulud juga nggak bagus lantaran salah seorang dari pasangan akan meninggal. Bakda Mulud, banyak kesedihan dan sering bertengkar. Jumadilawal identik dengan durhaka, sering kecurian, dan kalau tersohor akhirnya akan mendapat malu besar.

Sementara kebalikannya, di bulan Syawal setelah Lebaran adalah bulan yang penuh keberkahan. Juga di bulan Dzulhijjah seabrek undangan sampai ke tangan, karena mitosnya di bulan Besar bagi orang Jawa ini adalah bulan baik.

“Kebanyakan para orangtua menghindari bulan Sura. Jadi di rentang waktu pada bulan Syawal sampai Dzulhijjah banyak orangtua yang menikahkan anaknya,” kata budayawan Prof Dr Dr Soetomo WE.

Apakah masih relevan dengan pola hidup masyarakat modern sekarang? “Memang ada juga yang sudah menghilangkan tradisi. Itu tergantung kepercayaan, masyarakat modern sekarang sudah jauh lebih terbuka. Hanya saja mereka kadang memikirkan apa yang dikatakan oleh tetangga,” tambahnya.

Biasanya, meski sudah tak percaya, mitos “ora ilok”, atau kalau di Sunda disebut dengan pamali, menjadi ketakutan tersendiri karena sudah menjadi bahan perbincangan orang lain. Padahal, bagi umat Islam sebenarnya mitos-mitos tersebut justru mengalahkan tuntunan syariat.

Semua bulan itu baik untuk melakukan ibadah, termasuk menikah. Namun, kekuatan tradisi ini tidak bisa begitu saja pudar. Akhirnya orang-orang dibuat sibuk dengan anggapan kebiasaan tradisi itu. “Semua tergantung yang menjalani. Kalau mau percaya, bisa saja terjadi. Tapi kalau mau rasional juga tidak masalah,” tutupnya. (wiwig prayugi-harian semarang)
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous