Tak Kuat Ditinggal Istri, Pilih Kawin Lagi
Masalah ekonomi memang persoalan berat dalam rumah tangga. Karena faktor kemiskinan, antara suami dan istri bisa saling benci. Kekerasan maupun perceraian sering pula menyertai.
SEPERTI yang terjadi pada pasangan Karto dan Lastri, keduanya bukan nama sebenarnya. Karena tak bisa mengatasi persoalan periuk nasi, Lastri bahkan sampai pergi ke luar negeri. Tak lain karena suaminya bangkrut dagang berkali-kali.
Warga Weleri Kendal ini memang kurang beruntung dalam rezeki. Sejak menikah lima tahun lalu, dua sejoli yang sama-sama tamatan SLTA ini berwiraswasta.
Karto jualan bumbu dapur dan sayuran, istrinya membantu. Tiap hari tentu sibuk menimbang bawang merah, mengiris kubis, menyortir lombok, dan sebagainya. Karena harga dimainkan tengkulak besar dan cuaca sering tidak menentu, membuat Karto sering merugi. Terlebih dia kurang kuat modal, sehingga jika satu kali saja rugi, ia harus utang.
Kerugian yang sering menghampirinya, membuat utang Karto makin banyak. Ada utang koperasi simpan pinjam, utang bank, atau pula utang kepada rentenir.
Tentu saja hidupnya jadi tak tenang. Dioyak-oyak setoran atau tagihan. Satu anak yang lahir dari rahim Lastri tiga tahun lalu, sebut saja Lina, turut menanggung akibat derita. Dia kurang gizi dan mudah sakit. Seringnya sakit juga menambah beban orangtuanya. Karena harus berobat tak hanya di puskesmas, melainkan di rumah dokter maupun di rumah sakit.
Situasi sulit itu berlangsung lebih dari setahun. Tangis sedih, pikiran kacau, hati galau, terus terjadi dan semakin berat dirasa. Sama-sama dilanda stres membuat mereka sering bertengkar. Lastri maupun Karto suka saling menyalahkan.
Tak betah menanggung derita, akhirnya Lastri mengambil jalan pintas mencari solusi. Ia mendaftar jadi TKI. Berangkatlah ia ke Malaysia dengan iringan tangis anak dan suami. Tekadnya mengumpulkan uang sebanyakbanyaknya untuk menutup utang dan menata hidup lebih baik.
Rupanya nasib baik berpihak padanya. Meski jadi pembantu rumah tangga, Lastri mendapat majikan yang loman. Gajinya lebih dari batas minimal di negeri jiran. Tiap bulan dia terima sedikitnya 3.000 ringgit atau kurang lebih Rp 7,5 juta.
Tentu saja uang itu ia kirimkan kepada suaminya. Karto lalu melunasi semua utangnya. Juga mengganti bangunan rumah, membeli sawah, dan memasukkan Lina ke sekolah. Senyum dan bahagia menghinggapi mereka, meski tak bersua.
Namun apa daya, kekuatan normal laki-laki menahan hasrat biologis, sebagaimana tertera dalam kitab fiqih maupun buku psikologi, paling lama enam bulan. Bahkan empat bulan pun sudah terlalu lama. Sedangkan Karto sudah setahun sendirian.
Dia tak kuat menahan gejolak manusiawinya itu sampai istrinya menyelesaikan kontrak dua tahun. Maka belum lama ini dia menikahi seorang gadis tetangga desa.
Mendengar hal itu Lastri mencakmencak. Lewat telepon maupun surat dia marah. Mengamuk suaminya yang tak tahu diuntung. Uang kiriman istri dipakai kawin lagi. Serba repot memang. (ichwan)
SEPERTI yang terjadi pada pasangan Karto dan Lastri, keduanya bukan nama sebenarnya. Karena tak bisa mengatasi persoalan periuk nasi, Lastri bahkan sampai pergi ke luar negeri. Tak lain karena suaminya bangkrut dagang berkali-kali.
Warga Weleri Kendal ini memang kurang beruntung dalam rezeki. Sejak menikah lima tahun lalu, dua sejoli yang sama-sama tamatan SLTA ini berwiraswasta.
Karto jualan bumbu dapur dan sayuran, istrinya membantu. Tiap hari tentu sibuk menimbang bawang merah, mengiris kubis, menyortir lombok, dan sebagainya. Karena harga dimainkan tengkulak besar dan cuaca sering tidak menentu, membuat Karto sering merugi. Terlebih dia kurang kuat modal, sehingga jika satu kali saja rugi, ia harus utang.
Kerugian yang sering menghampirinya, membuat utang Karto makin banyak. Ada utang koperasi simpan pinjam, utang bank, atau pula utang kepada rentenir.
Tentu saja hidupnya jadi tak tenang. Dioyak-oyak setoran atau tagihan. Satu anak yang lahir dari rahim Lastri tiga tahun lalu, sebut saja Lina, turut menanggung akibat derita. Dia kurang gizi dan mudah sakit. Seringnya sakit juga menambah beban orangtuanya. Karena harus berobat tak hanya di puskesmas, melainkan di rumah dokter maupun di rumah sakit.
Situasi sulit itu berlangsung lebih dari setahun. Tangis sedih, pikiran kacau, hati galau, terus terjadi dan semakin berat dirasa. Sama-sama dilanda stres membuat mereka sering bertengkar. Lastri maupun Karto suka saling menyalahkan.
Tak betah menanggung derita, akhirnya Lastri mengambil jalan pintas mencari solusi. Ia mendaftar jadi TKI. Berangkatlah ia ke Malaysia dengan iringan tangis anak dan suami. Tekadnya mengumpulkan uang sebanyakbanyaknya untuk menutup utang dan menata hidup lebih baik.
Rupanya nasib baik berpihak padanya. Meski jadi pembantu rumah tangga, Lastri mendapat majikan yang loman. Gajinya lebih dari batas minimal di negeri jiran. Tiap bulan dia terima sedikitnya 3.000 ringgit atau kurang lebih Rp 7,5 juta.
Tentu saja uang itu ia kirimkan kepada suaminya. Karto lalu melunasi semua utangnya. Juga mengganti bangunan rumah, membeli sawah, dan memasukkan Lina ke sekolah. Senyum dan bahagia menghinggapi mereka, meski tak bersua.
Namun apa daya, kekuatan normal laki-laki menahan hasrat biologis, sebagaimana tertera dalam kitab fiqih maupun buku psikologi, paling lama enam bulan. Bahkan empat bulan pun sudah terlalu lama. Sedangkan Karto sudah setahun sendirian.
Dia tak kuat menahan gejolak manusiawinya itu sampai istrinya menyelesaikan kontrak dua tahun. Maka belum lama ini dia menikahi seorang gadis tetangga desa.
Mendengar hal itu Lastri mencakmencak. Lewat telepon maupun surat dia marah. Mengamuk suaminya yang tak tahu diuntung. Uang kiriman istri dipakai kawin lagi. Serba repot memang. (ichwan)
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.