Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Minta Cerai Saat Hamil

Pembaca, panggil namaku Dewi. Usiaku sekarang 28. Aku menikah saat umur 22, usai lulus program diploma. Mas Tomi yang usianya setahun lebih tua dariku, menikahiku setelah setahun kami pacaran. Dia waktu itu sudah bekerja di perusahaan swasta.
    
Gusti Allah agaknya memberiku cobaan. Kala hamil, aku kurang sehat. Beberapa kali jatuh sakit. Praktis akupun tidak bisa bekerja lagi. Mau tak mau kebutuhan pengobatanku menjadi beban bagi suamiku.
    
Repotnya, menghadapi ujian itu Mas Tomi tidak bersikap dewasa. Dia terkesan tidak suka aku sakit. Ogah-ogahan dia mengantarku periksa ke dokter. Malas pula menemaniku ke rumah sakit.
    
Saat aku harus opname beberapa hari, dia kurang peduli padaku. Malah pernah menampakkan wajah jengkel padaku. Sakit badanku jadi bertambah oleh resah hatiku. Aku jadi tertekan secara kejiwaan.
    
Lama-lama aku mangkel pada suamiku. Aku merasa tengah hamil malah dijauhi. Sedang sakit malah disingkiri. Batinku jadi panas. Kuanggap suamiku tidak waras.
    
Adik iparku lantas kusuruh mencari tahu penyebab sikap Mas Tomi itu. Belakangan dia melapor, kakaknya itu tidak rela pada sakitku, karena jika aku sakit, tak bisa melayani kebutuhannya berhubungan badan.
    
Kurang ajar, ucapku spontan. Mosok, bersabar sedikit tidak bisa. Hanya berkurang frekuensi ngeseks sedikit saja sudah sewot. Aku langsung berpikir suamiku terlalu egois. Nafsunya saja yang diopeni.
    
Dikuasai kemarahan, aku langsung menyuruh adikku mencari pengacaa. Lantas mengajukan gugatan cerai. Aku tak terima diperlakukan sebagai seonggok tubuh tempat berlabuh birahi. Itu terlalu menghina. Merendahkan derajatku sebagai manusia yang punya jasmani dan ruhani.
    
Mas Tomi berusaha mencegah perceraian. Dia meminta maaf dan ingin menjelaskan pendiriannya. Tapi aku menutup telinga. Aku sudah diletup emosi. Pokoknya harus cerai.
    
Setiap dia berusaha mendekatiku, kutepis tangannya. Sewot aku. Jika dia berusaha memelukku di kamar, aku langsung melarikan diri. Keluar dari kamar. Lalu tiduran di depan TV.
    
Akhirnya, setelah tiga kali sidang yang tidak pernah dihadiri suamiku, majelis hakim mengabulkan gugatanku. Aku diputus cerai. Saat itu usia kehamilanku sudadh 6 bulan.
    
Dengan status hukum yang baru, aku pun kembali ke rumah orang tuaku. Menjelang kelahiran anakku, aku bingung. Resah nan gelisah. Di saat butuh pendampingan dalam persalinan, aku merindukan Mas Tomi. Berharap dia ada di sampingku, memegangi tanganku saat mengejan. Lalu bareng-bareng memeluk bayi kami yang baru kulahirkan.
    
Berat ternyata, menjadi ibu sendirian. Orangtuaku yang tinggal satu, yaitu ibuku, tak bisa membantu banyak. Beliau sudah tua dan tentu aku tak tega juga meminta tolong macam-macam.
    
Kini, setelah anakku 2 tahun, aku dilanda perasaan menyesal. Jadi janda itu tidak enak. Jadi single parent itu rekasa. Aku ingin rujuk dengan Mas Tomi. Aku mulai insyaf, harusnya waktu itu aku tidak menuntut cerai. Cukup meminta dia berubah dari sikapnya. (Seperti dikisahkan Dewi kepada Moh Ichwan)   
   

Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous