Alot, Perundingan Buruh PT AST dengan Manajemen

MENUNGGU HASIL: Puluhan buruh PT AST Indonesia tertidur di teras lantai gedung DPRD Kota Semarang saat menunggu mediasi yang dilakukan perwakilan mereka dengan pihak manajemen dan Komisi D. (Harsem/Lissa Febrina)

PENYELESAIAN kasus perburuhan PT AST Indonesia begitu a lot. Usaha penyelesaian yang dimediasi oleh Komisi D DPRD Kota Semarang belum kunjung selesai. Kedua belah pihak, yakni karyawan yang di-PHK secara sepihak dengan manajemen PT AST Indonesia masih tetap kukuh pada pendiriannya masing-masing.

Sembari menunggu mediasi perwakilan buruh di dalam ruangan Komisi D, buruh lainnya yang di-PHK secara sepihak oleh perusahaan menunggu pemecahan masalah dengan harap-harap cemas. Tak sedikit dari mereka yang tiduran di lantai teras gedung DPRD.

Sebut saja M Triwarno (38), yang mengaku sudah 12 tahun bergabung dengan PT AST Indonesia di bidang produksi. Dirinya mengaku kaget ketika perusahaan mem-PHK dirinya secara sepihak. “Sejak tanggal 11 Juli lalu saya dan teman-teman lainnya terus menempati posko yang kami dirikan di depan pabrik. Kami berharap bisa bekerja lagi dan mendapatkan gaji serta THR,” ujarnya polos.

Dijelaskan Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang, Anang Budi Utomo, pembahasan masalah ini sedikit rumit, karena masing-masing tetap pada pendirian masing-masing. “Kalau memang itu sudah menjadi keputusan pihak manajemen ya silakan, yang jelas kami berharap agar pesangon yang dibayarkan sesuai dengan peraturan,” kata Anang, kemarin.

Sebelumnya komisi yang membidangi masalah kesejahteraan itu berupaya agar tidak ada PHK, khususnya pada buruh yang melakukan aksi. Namun pihak perusahaan tetap akan mem-PHK para buruh yang ikut aksi jika sampai tanggal 13 Agustus mendatang tidak mengundurkan diri.

Dewan juga sempat menanyakan berapa pesangon yang akan diberikan pada buruh ter-PHK, ternyata cukup besar. “Paling kecil pesangon yang diterima buruh mencapai Rp 18 juta,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Sementara itu Bambang Soedarsono, Manager Personalia dan Umum PT AST Indonesia menegaskan, sebenarnya manajemen sudah berusaha memberi jalan terbaik buat para buruh. Salah satunya dengan menggelar pertemuan untuk membahas peraturan kerja baru (PKB). “PKB lama sudah habis masa berlakunya sehingga harus diperbaharui,” imbuhnya.

Namun dalam perundingan itu sebanyak 175 buruh malah mengajukan berbagai klausul yang sulit dipenuhi manajemen. Di antaranya buruh diberi kebebasan minimal empat hari dalam sebulan untuk mengikuti kegiatan serikat buruh. “Berarti mereka dapat libur tambahan empat hari dalam sebulan, tentu ini merugikan perusahaan,” terangnya.

Karena tidak menemukan kata sepakat, akhirnya 175 buruh menggelar rangkaian aksi, yang menurut manajemen sampai mengganggu kinerja pabrik sehingga pada 26-27 Juli pabrik sempat berhenti operasi. “Kami rugi besar, ada klien yang ingin survei produk tidak bisa masuk pabrik, pekerja juga tidak bisa bekerja karena gerbang masuk dihalang-halangi,” ujar Bambang Soedarsono.

Jengkel dengan ulah buruhnya, manajemen memutuskan para buruh yang terlibat aksi harus mundur dan di-PHK. “Proses PHK akan kami serahkan sepenuhnya pada pengadilan hubungan industrial, kami siap memberi pensangon,” tegasnya.

Sementara itu Agung Utomo, perwakilan buruh yang mengikuti mediasi mengaku pasrah dengan keputusan manajemen. “Kami aksi mogok kerja bersama agar hak-hak normatif yang dilindungi oleh undang-undang dipenuhi dan masuk dalam klausul PKB,” katanya.

Lanjur Agung, selama aksi berlangsung, ratusan buruh yang di-PHK secara sepihak menuntut perundingan kembali atas 58 klausul yang ditolak oleh manajemen PT AST. Antara lain, hentikan intimidasi terhadap anggota serikat pekerja, hapuskan sistem kontrak, dan angkat seluruh pekerja kontrak menjadi pekerja tetap. (lif/12)

Newer Post Older Post