Cinta Satu Malam Seorang Penyanyi
Tiwi adalah salah satu penyanyi cantik milik Semarang. Tapi itu dulu. Kini ia tak ubahnya tisu wangi yang dibuang ke tong sampah sehabis untuk mengelap ingus.
Lulus SMA, Tiwi (nama disamarkan) langsung menjadi penyanyi. Suaranya yang merdu, tubuhnya yang molek bak porselen, serta wajahnya yang cantik berseri, membuatnya jadi biduan berkelas. Di hotel berbintang, maupun kafe eksklusif yang biasa disambangi pengusaha.
Suatu hari, seorang penggemarnya mendekati. Sebut saja Hardimen. Pengusaha asal Padang ini sering datang ke Semarang untuk urusan bisnis. Dasar Tiwi terbiasa silau oleh harta, dia terima ungkapan cinta pria yang usianya 20 tahun lebih tua darinya itu.
Meski tahu Hardimen telah beristri dan punya anak, ia cuek saja. Demikian pula bagi Hardimen, punya gebetan baru yang muda dan cantik, ia girang bukan kepalang.
Tetapi keduanya memilih tak berselingkuh. Mereka membuka jalan lurus yang direstui Tuhan. Hardimen meyakinkan Tiwi bahwa ia akan menjadikannya istri sah.
Namun upaya poligaminya kandas. Saat mengajak Tiwi ke Pengadian Agama, permohonannya ditolak. Maklum saja, Hardimen tak mampu melampirkan tanda tangan persetujuan dari istri pertama.
Jadilah mereka menikah secara agama. Tanpa dicatat di dokumen resmi alias nikah siri. Bagi Tiwi, yang sedang dibuai asmara, hal itu tak dipermasalahkan. Toh sudah dibelikan rumah dan dicukupi nafkah yang berlimpah.
Dia juga memaklumi kesibukan Hardimen tak memungkinkan menungguinya setiap hari. Juga karena Hardimen perlu pulang ke rumahnya di tanah Bugis.
Dua tahun pun berlalu. Seorang anak perempuan lahir dari rahim Tiwi. Namun saat anaknya tumbuh semakin besar, suaminya lama tak datang ke Semarang. Hingga mencapai tujuh bulan, Hardimen tak kunjung tiba. Tiada kabar apapun. Padahal biasanya paling lama satu bulan perginya.
Sambil menggendong anaknya, Tiwi nekat menyusul ke Padang. Tapi alamak, bagaimana cara menemukan Hardimen? Ia tak pernah tahu alamat rumah suaminya itu. Meski bertanya ke banyak orang maupun kantor polisi, tak ada yang bisa membantunya. Barulah dia sadar, semenjak berkenalan dulu, ia dan Hardimen hanya terbius cinta satu malam.
Pulanglah Tiwi dengan hati yang tergores. Seorang diri ia harus merawat anaknya, sampai anaknya itu mau lulus SMA kini.
Status Tiwi tidak jelas. Istri bukan, janda juga bukan. Dengan wajah yang mulai berkerut sebab sudah lama tak dipermak salon, dengan keuangan yang sekarang pas-pasan, Tiwi kini membantu buliknya berjualan beras di Pasar Banyumanik, sebab tak mungkin lagi ia menyanyi dengan tampilannya yang sudah sangat STW itu ... (Kisah nyata Tiwi, bukan nama asli, yang dituang ke tulisan oleh Wara Merdekawati)
Lulus SMA, Tiwi (nama disamarkan) langsung menjadi penyanyi. Suaranya yang merdu, tubuhnya yang molek bak porselen, serta wajahnya yang cantik berseri, membuatnya jadi biduan berkelas. Di hotel berbintang, maupun kafe eksklusif yang biasa disambangi pengusaha.
Suatu hari, seorang penggemarnya mendekati. Sebut saja Hardimen. Pengusaha asal Padang ini sering datang ke Semarang untuk urusan bisnis. Dasar Tiwi terbiasa silau oleh harta, dia terima ungkapan cinta pria yang usianya 20 tahun lebih tua darinya itu.
Meski tahu Hardimen telah beristri dan punya anak, ia cuek saja. Demikian pula bagi Hardimen, punya gebetan baru yang muda dan cantik, ia girang bukan kepalang.
Tetapi keduanya memilih tak berselingkuh. Mereka membuka jalan lurus yang direstui Tuhan. Hardimen meyakinkan Tiwi bahwa ia akan menjadikannya istri sah.
Namun upaya poligaminya kandas. Saat mengajak Tiwi ke Pengadian Agama, permohonannya ditolak. Maklum saja, Hardimen tak mampu melampirkan tanda tangan persetujuan dari istri pertama.
Jadilah mereka menikah secara agama. Tanpa dicatat di dokumen resmi alias nikah siri. Bagi Tiwi, yang sedang dibuai asmara, hal itu tak dipermasalahkan. Toh sudah dibelikan rumah dan dicukupi nafkah yang berlimpah.
Dia juga memaklumi kesibukan Hardimen tak memungkinkan menungguinya setiap hari. Juga karena Hardimen perlu pulang ke rumahnya di tanah Bugis.
Dua tahun pun berlalu. Seorang anak perempuan lahir dari rahim Tiwi. Namun saat anaknya tumbuh semakin besar, suaminya lama tak datang ke Semarang. Hingga mencapai tujuh bulan, Hardimen tak kunjung tiba. Tiada kabar apapun. Padahal biasanya paling lama satu bulan perginya.
Sambil menggendong anaknya, Tiwi nekat menyusul ke Padang. Tapi alamak, bagaimana cara menemukan Hardimen? Ia tak pernah tahu alamat rumah suaminya itu. Meski bertanya ke banyak orang maupun kantor polisi, tak ada yang bisa membantunya. Barulah dia sadar, semenjak berkenalan dulu, ia dan Hardimen hanya terbius cinta satu malam.
Pulanglah Tiwi dengan hati yang tergores. Seorang diri ia harus merawat anaknya, sampai anaknya itu mau lulus SMA kini.
Status Tiwi tidak jelas. Istri bukan, janda juga bukan. Dengan wajah yang mulai berkerut sebab sudah lama tak dipermak salon, dengan keuangan yang sekarang pas-pasan, Tiwi kini membantu buliknya berjualan beras di Pasar Banyumanik, sebab tak mungkin lagi ia menyanyi dengan tampilannya yang sudah sangat STW itu ... (Kisah nyata Tiwi, bukan nama asli, yang dituang ke tulisan oleh Wara Merdekawati)
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.