Suamiku Menikahi Pembantu Kami
Kuncoro adalah pria idaman yang sangat tampan. Tetapi ia mengumbar nafsu setan yang membuat hatinya dierami iblis.
Menurut banyak orang, aku dan Kuncoro adalah pasangan serasi. Suamiku tampan, meski duda, dan oleh sebab itu semua orang iri padaku. Aku janda jelita beranak satu, bertubuh indah, ramah, dan pintar bergaul. Saat menikah, kami sama-sama membawa satu anak (laki-laki dan usianya sebaya).
Dulu sebelum kami menikah banyak teman mengatakan, suamiku punya banyak pacar. “Loh, mengapa gusar? Toh yang kucari sudah kudapatkan, mengapa harus mengingat masa lalu?” Elak Kuncoro. Dan sirnalah keraguan yang pernah singgah.
Suatu hari, aku harus bepergian ke Jakarta untuk beberapa hari, memenuhi tugas organisasi kewanitaan kantor suamiku. Ini kali pertama aku meninggalkan rumah dan keluargaku setelah sepuluh tahun menikah.
Dina, pembantuku, kutugaskan menggantikan peranku mengurus rumah. Dina adalah gadis yang mungil. Ia anak seorang bapak yang dulu pernah ditolong oleh Kuncoro. Karena mengetahui kerepotanku, akhirnya ia memberikan anaknya untuk membantu tugas-tugasku di rumah.
Saat teman-teman sejawat bersenang-senang usai rapat, aku larut dalam suasana hati yang sepi. Tiba-tiba aku berdebar-debar seperti kehilangan sesuatu. Ingin pulang, tapi acara belum usai.
Akhirnya aku tiba di rumah. Kuncoro tersenyum di pintu depan. Ciuman kecil mendarat di kening. Dua jejaka kecilku menghambur ke pelukanku. Oh, mereka tak kurang suatu apa. Kecemasanku pun lenyap.
Bergegas aku ke dapur, mencari Dina. Sorot mata Dina tampak aneh. Kupikir pasti kedua anakku mengusilinya. Beberapa kali Dina mengadu dijahili anak-anakku. Namun tampaknya bukan itu. Paginya, aku memutuskan memulangkan Dina ke kampung halamannya, karena kupikir ia sudah tak betah.
Hari-hari berlalu. Kuncoro jadi sering terlambat pulang, bahkan pernah tidak pulang. Aku bertanya-tanya, apa yang ia lakukan di luar sana? Padahal dulu ia hanya sesekali saja pulang terlambat. Sikapnya kini sangat mencurigakan.
Serapat-rapatnya bangkai disimpan, suatu ketika akan berbau juga. Dari seorang teman, aku menjadi tahu kemana ia pergi saat tak pulang. Ternyata ia ke rumah Dina, pembantuku itu.
Aku menatap mata Kuncoro dalam sebuah kesempatan, mencari-cari kejujurannya. Akhirnya ia mengakui perselingkuhan itu. Langit terasa runtuh mendengar pengakuannya.
Di tengah kalut, aku mengancam akan melaporkan perbuatan itu pada atasannya. Ia pun memohon dan mengiba agar aku tak melakukannya. Ia berjanji akan segera mengakhiri perselingkuhan tersebut.
Tapi janji tinggal janji. Kuncoro masih tetap berselingkuh. Akhirnya aku benar-benar melapor ke atasannya. Hanya saja yang kudapat ternyata cuma kepedihan. Pihak kantor menyatakan, laporan tersebut tak cukup bukti karena Dina menyangkal semua laporanku.
Dan setelah melalui tahun-tahun yang sulit, akhirnya kami bercerai. Kini Dina hidup bersama Kuncoro. Karena repot, Dina mengajak adiknya yang masih berusia 14 tahun dan tinggal bersama. Adik Dina pun juga hamil oleh Kuncoro. Sebuah perbuatan keji yang hanya setan yang bisa melakukannya.
Kini ketiganya hidup serumah, dan masing-masing mendapatkan dua orang anak. Kabarnya rumah tangga mereka selalu diwarnai pertengkaran. Tapi aku sudah tak peduli sebab bagiku kenangan bersama Kuncoro sangat menjijikkan … (Kisah nyata Ratih – bukan nama sebenarnya – di sebuah kompleks perumahan di Semarang Barat)
Menurut banyak orang, aku dan Kuncoro adalah pasangan serasi. Suamiku tampan, meski duda, dan oleh sebab itu semua orang iri padaku. Aku janda jelita beranak satu, bertubuh indah, ramah, dan pintar bergaul. Saat menikah, kami sama-sama membawa satu anak (laki-laki dan usianya sebaya).
Dulu sebelum kami menikah banyak teman mengatakan, suamiku punya banyak pacar. “Loh, mengapa gusar? Toh yang kucari sudah kudapatkan, mengapa harus mengingat masa lalu?” Elak Kuncoro. Dan sirnalah keraguan yang pernah singgah.
Suatu hari, aku harus bepergian ke Jakarta untuk beberapa hari, memenuhi tugas organisasi kewanitaan kantor suamiku. Ini kali pertama aku meninggalkan rumah dan keluargaku setelah sepuluh tahun menikah.
Dina, pembantuku, kutugaskan menggantikan peranku mengurus rumah. Dina adalah gadis yang mungil. Ia anak seorang bapak yang dulu pernah ditolong oleh Kuncoro. Karena mengetahui kerepotanku, akhirnya ia memberikan anaknya untuk membantu tugas-tugasku di rumah.
Saat teman-teman sejawat bersenang-senang usai rapat, aku larut dalam suasana hati yang sepi. Tiba-tiba aku berdebar-debar seperti kehilangan sesuatu. Ingin pulang, tapi acara belum usai.
Akhirnya aku tiba di rumah. Kuncoro tersenyum di pintu depan. Ciuman kecil mendarat di kening. Dua jejaka kecilku menghambur ke pelukanku. Oh, mereka tak kurang suatu apa. Kecemasanku pun lenyap.
Bergegas aku ke dapur, mencari Dina. Sorot mata Dina tampak aneh. Kupikir pasti kedua anakku mengusilinya. Beberapa kali Dina mengadu dijahili anak-anakku. Namun tampaknya bukan itu. Paginya, aku memutuskan memulangkan Dina ke kampung halamannya, karena kupikir ia sudah tak betah.
Hari-hari berlalu. Kuncoro jadi sering terlambat pulang, bahkan pernah tidak pulang. Aku bertanya-tanya, apa yang ia lakukan di luar sana? Padahal dulu ia hanya sesekali saja pulang terlambat. Sikapnya kini sangat mencurigakan.
Serapat-rapatnya bangkai disimpan, suatu ketika akan berbau juga. Dari seorang teman, aku menjadi tahu kemana ia pergi saat tak pulang. Ternyata ia ke rumah Dina, pembantuku itu.
Aku menatap mata Kuncoro dalam sebuah kesempatan, mencari-cari kejujurannya. Akhirnya ia mengakui perselingkuhan itu. Langit terasa runtuh mendengar pengakuannya.
Di tengah kalut, aku mengancam akan melaporkan perbuatan itu pada atasannya. Ia pun memohon dan mengiba agar aku tak melakukannya. Ia berjanji akan segera mengakhiri perselingkuhan tersebut.
Tapi janji tinggal janji. Kuncoro masih tetap berselingkuh. Akhirnya aku benar-benar melapor ke atasannya. Hanya saja yang kudapat ternyata cuma kepedihan. Pihak kantor menyatakan, laporan tersebut tak cukup bukti karena Dina menyangkal semua laporanku.
Dan setelah melalui tahun-tahun yang sulit, akhirnya kami bercerai. Kini Dina hidup bersama Kuncoro. Karena repot, Dina mengajak adiknya yang masih berusia 14 tahun dan tinggal bersama. Adik Dina pun juga hamil oleh Kuncoro. Sebuah perbuatan keji yang hanya setan yang bisa melakukannya.
Kini ketiganya hidup serumah, dan masing-masing mendapatkan dua orang anak. Kabarnya rumah tangga mereka selalu diwarnai pertengkaran. Tapi aku sudah tak peduli sebab bagiku kenangan bersama Kuncoro sangat menjijikkan … (Kisah nyata Ratih – bukan nama sebenarnya – di sebuah kompleks perumahan di Semarang Barat)
Labels
Romantika
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.