Bubur Sumsum Suminem di Simpanglima Lezatya Sampai Mbalung Sumsum
Suminem, penjual bubur sumsum di kompleks Masjid Baiturrahman tengah melayani pembeli, kemarin.HARSEM/MUHAMMAD SYUKRON-SM Network |
Sudah puluhan tahun Suminem berjulan bubur sumsum di Kompleks Masjid Baiturrahman. Kelezat bubur racikannya sudah terkenal mbalung sumsum.
MATAHARI baru saja menampakkan diri. Semburat kemerahan langit pagi terlihat memancar. Di rumah kontrakan, seorang perempuan sibuk memasak di dalam panci berukuran sedang.
Tangannya terus mengaduk. Kepulan asap membumbung ke ternit yang telah berubah warna dari putih menjadi hitam.
Di rumah kontrakan kecil di Kampung Batan Miroto, Kelurahan Miroto Semarang Tengah itulah, Suminem (56), ibu dua anak dan tiga cucu.
Aktifitas pagi memasak adonan yang terdiri dari tepung beras dan santan atau biasa disebut bubur sumsum itu telah dilakukannya sejak berusia 20 tahun dan masih melajang.
Tak hanya bubur sumsum, jenang candil atau jenang grendul dan bubur ketan hitam juga dimasaknya.
Setelah semua masakan siap, tak memeras kelapa untuk dijadikan santan dan memasak gula jawa agar cair sebagai pelengkap menu.
Bubur sumsum yang diletakkan dalam panci itu pun dimasukkan dalam keranjang bambu. Sementara, adonan jenang candil dan bubur ketan hitam di dalam panci kecil pun dimasukkannya ke dalam tas keranjang plastik beserta beberapa potongan koran, daun pisang, air gula dan air santan yang telah dimasukkan ke dalam botol.
Ditunggu Pembeli
Pukul 07.00, istri dari Wagiyanto (65) itu pun berangkat. Sambil menggendong keranjang bambu dan menenteng keranjang plastik, ia berjalan pelan menuju Jalan Pandanaran untuk menunggu angkutan kota di depan restoran ayam goreng cepat saji.
Kurang dari lima menit, angkutan kota yang ditunggu tiba. Sampai di depan Masjid Baiturrahman. Suminem yang akrab disapa Mbok Wage itu pun memasuki kompleks Masjid Baiturrahman.
''Saya menunggu sejak pukul 06.30. Kangen dengan bubur sumsumnya. Saya minta enam bungkus saja,'' ujar perempuan berjilbab sambil membantu menenteng keranjang plastik yang dibawa Suminem.
Tepat di depan tempat wudhu perempuan kompleks Masjid Baiturrahman, Suminem kemudian menggelar dagangannya. Beberapa perempuan yang tengah menunggui anaknya sekolah di TK Hj Isriati mendekat dan memesan.
''Kehadiran Mbok Wage memang selalu dinanti Mas. Dalam budaya suku Jawa, bubur sumsum memilik arti kekuatan tubuh, memang sering digunakan untuk upacara selamatan. Bahan-bahannya pun alami sehingga baik dikonsumsi siapa saja, termasuk anak kecil,'' tutur Farida (34), warga Kembangsari di sela-sela antri bubur sumsum.
Suminem adalah warga kelahiran Dusun Walikukun, Desa Japanan, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten. Dia berhenti sekolah saat kelas 2 karena orangtuanya tak mampu
''Sejak dulu saya menggelar dagangan di depan tempat wudhu perempuan. Kalau tidak habis, sambil berjalan pulang, saya menjajakan bubur di kampung yang saya lewati, termasuk di depan dokter kulit di Kampung Kali sampai bubur habis,'' katanya.
Harga satu pincuk bubur sumsum yang dilengkapi candil dan ketan hitam Rp 4.000 hingga Rp 5.000 per bungkus. Dua anak saya, Supriyanti dan Suhartini juga bisa sekolah sampai SMA,'' paparnya. (Muhammad Syukron-SM Network/nji)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.