Ponpes Maunatul Mubarok
Khusus Orang Gila
SEORANG lelaki berdiri tegap, tangannya di atas sambil berteriak tidak begitu jelas. Sedangkan perempuan di sampingnya tertunduk malu, dengan senyum tipis dan tatapan kosong. Puluhan orang lainnya melakukan berbagai kegiatan yang mereka senangi.
Orang-orang itu tidak sedang bermain teater, melainkan mereka adalah orang-orang yang memang sedang mengidap gangguan jiwa.
Berlokasi di tengah hutan bambu pada kawasan yang cukup luas, dan akses jalan masuk yang masih agak susah dilalui, puluhan orang itu sedang menjalani rehabilitasi di Pondok Pesantren Maunatul Mubarok yang beralamat di Dukuh Lengkong, Desa dan Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.
Pemilik Ponpes Maunatul Mubarok, Kiai Haji Abdul Halim Zein ketika ditemui Harian Semarang
mengungkapkan bahwa orang-orang yang berada di tempatnya itu orangorang yang mengalami gangguan jiwa dengan berbagai latar belakang.
“Ada juga yang dari kecil, ada juga yang karena masalah ekonomi, cinta, serta narkoba. Di sini kami hanya ingin berusaha untuk mengembalikan mereka pada ingatannya semula. Karena mereka kan juga manusia, yang harus tetap dimanusiakan,” tuturnya.
Selain dikirim oleh keluarga, orang-orang yang mengikuti rehabilitasi itu juga orang-orang gila yang berkeliaran di jalanan. “Dulu sering kami serombongan itu membawa mobil pikup untuk jalan- jalan ke sekitar simpang lima. Dan orang-orang gila itu kami bawa ke sini. Tapi sudah sekitar enam bulan ini tidak melakukan hal semacam itu karena daya tampung tempat ini juga tidak mencukupi, terkadang ada juga yang merupakan limpahan dari Satpol PP,” tambah sang kiai.
Berdiri sejak tahun 1995, pondok pesantren ini membiayai operasionalnya dengan cara swadaya.
Pembangunan tempat tersebut juga dilakukan dengan cara swadaya dengan berbagai usaha yang dilakukan oleh pemilik ponpes. Bangunan yang tampak sederhana dengan nuansa cat hijau tersebut terdiri dari 23 kamar berdinding tembok berukuran 2x4 meter dengan pintu dan teralis dari bambu. Mirip seperti sel tahanan, tiap kamar itu dihuni antara satu hingga tujuh pasien.
Selain itu ada juga kamar besar ukuran 20x4 meter yang digunakan untuk merawat pasien yang hampir dan sudah sembuh. Di bagian depan ada pula sebuah Mushola yang sering digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas bagi mereka. Dalam mengurus ponpes ini, Kiai Haji Abdul Halim Zein dibantu sekitar 13 orang yang ikut mengasuh orang-orang yang mengalami gangguan jiwa tersebut. Saat ini, ponpes tersebut diisi sekitar 60-an orang.
Terapi yang dilakukan oleh Halim, merupakan terapi dengan pendekatan khusus dan obatobatan herbal. Berbagai kegiatan yang dilakukan antara lain yakni mandi, olah raga, serta berbagai kegiatan lain yang berkaitan dengan keagamaan. Pada bulan Ramadan ini, para pasien juga dikenalkan kembali dengan sholat tarawih dan ceramah agama. “Tiap hari kita ajak solat tarawih, yang jadi imamnya ya terkadang dari mereka yang sudah agak sembuh. Ya memang tidak semua bisa mengikuti sholat tarawih, tapi paling tidak mengingatkan mereka kembali dengan agama,’’ tambahnya.
Cara memandikan pasien berbeda dengan mandi orang biasa. Pasien disemprot dengan air bersih di bagian-bagian pusat syaraf. Menurut Halim perlakuan ini akan memperlancar aliran darah yang tersumbat. “Langkah kedua adalah dengan pengobatan herbal. Kami upayakan agar pasien sehat fisik, nafsu makan bertambah dan tubuh kebal terhadap penyakit. Jamunya terbuat dari jahe, kunyit, dan daun sirih. Kami juga rutin memberikan pasien jamu penenang yang terbuat dari daun waru. Itu penting supaya pasien lelap tidurnya dan tenang jiwanya,” ujarnya.
Langkah lain untuk mengupayakan kesembuhan pasien sakit jiwa adalah dengan melakukan terapi pijat refleksi. Dengan perawatan rutin dan penuh kesabaran, Halim dan para pengasuh lainnya biasanya dapat menyembuhkan pasien sakit jiwa selama tiga bulan. Menurutnya hal itu berlaku untuk pasien yang sakit jiwanya belum berlangsung lama. “Kalau orang yang sudah sakit
jiwa tahunan, waktu penyembuhannya akan berbeda. Seperti halnya yang namanya Arif itu, dia sejak kecil sudah mengalami gangguan jiwa. Membutuhkan waktu yang lama untuk menyembuhkannya,” tutur Halim dengan menunjuk seorang lelaki tua yang berumur sekitar 40-an.
Halim bercerita bahwa pada mulanya, dia mendalami terapi pengobatan bukan hanya untuk orang yang mengalami gangguan jiwa. Namun ternyata banyak orang yang mengalami gangguan jiwa datang padanya dan bisa diobati. Motivasi kenapa memilih mendirikan Ponpes khusus bagi orang sakit jiwa, Halim mengatakan semua itu muncul atas dasar kemanusiaan. “Hati nurani telah mendorong saya untuk menampung santri orang gila. Saat melihat orang gila berkeliaran tak terurus, hati ini seperti berkata, bagaimana jika yang mengalami nasib seperti itu adalah saya,” paparnya.
Untuk merawat puluhan orang sakit jiwa selain memerlukan kesabaran ternyata juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk makan saja setiap bulannya bisa menghabiskan beras sebanyak 1,2 ton, belum termasuk lauk, sayuran, rokok serta kebutuhan lain. “Ya mungkin kira-kira sebulan habis sekitar Rp 20 jutaan lebih,” katanya. (puji_harian semarang)
___________
Dipersilahkan mengcopy dan menyebarluaskan artikel pada blog ini dengan tujuan untuk kemaslahatan bersama dan bukan untuk disalahgunakan. Namun perlu diingat, wajib menyertakan sumber blog ini yaitu http://hariansemarangbanget.blogspot.com. (terima kasih).
SEORANG lelaki berdiri tegap, tangannya di atas sambil berteriak tidak begitu jelas. Sedangkan perempuan di sampingnya tertunduk malu, dengan senyum tipis dan tatapan kosong. Puluhan orang lainnya melakukan berbagai kegiatan yang mereka senangi.
Orang-orang itu tidak sedang bermain teater, melainkan mereka adalah orang-orang yang memang sedang mengidap gangguan jiwa.
Berlokasi di tengah hutan bambu pada kawasan yang cukup luas, dan akses jalan masuk yang masih agak susah dilalui, puluhan orang itu sedang menjalani rehabilitasi di Pondok Pesantren Maunatul Mubarok yang beralamat di Dukuh Lengkong, Desa dan Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.
Pemilik Ponpes Maunatul Mubarok, Kiai Haji Abdul Halim Zein ketika ditemui Harian Semarang
mengungkapkan bahwa orang-orang yang berada di tempatnya itu orangorang yang mengalami gangguan jiwa dengan berbagai latar belakang.
“Ada juga yang dari kecil, ada juga yang karena masalah ekonomi, cinta, serta narkoba. Di sini kami hanya ingin berusaha untuk mengembalikan mereka pada ingatannya semula. Karena mereka kan juga manusia, yang harus tetap dimanusiakan,” tuturnya.
Selain dikirim oleh keluarga, orang-orang yang mengikuti rehabilitasi itu juga orang-orang gila yang berkeliaran di jalanan. “Dulu sering kami serombongan itu membawa mobil pikup untuk jalan- jalan ke sekitar simpang lima. Dan orang-orang gila itu kami bawa ke sini. Tapi sudah sekitar enam bulan ini tidak melakukan hal semacam itu karena daya tampung tempat ini juga tidak mencukupi, terkadang ada juga yang merupakan limpahan dari Satpol PP,” tambah sang kiai.
Berdiri sejak tahun 1995, pondok pesantren ini membiayai operasionalnya dengan cara swadaya.
Pembangunan tempat tersebut juga dilakukan dengan cara swadaya dengan berbagai usaha yang dilakukan oleh pemilik ponpes. Bangunan yang tampak sederhana dengan nuansa cat hijau tersebut terdiri dari 23 kamar berdinding tembok berukuran 2x4 meter dengan pintu dan teralis dari bambu. Mirip seperti sel tahanan, tiap kamar itu dihuni antara satu hingga tujuh pasien.
Selain itu ada juga kamar besar ukuran 20x4 meter yang digunakan untuk merawat pasien yang hampir dan sudah sembuh. Di bagian depan ada pula sebuah Mushola yang sering digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas bagi mereka. Dalam mengurus ponpes ini, Kiai Haji Abdul Halim Zein dibantu sekitar 13 orang yang ikut mengasuh orang-orang yang mengalami gangguan jiwa tersebut. Saat ini, ponpes tersebut diisi sekitar 60-an orang.
Terapi yang dilakukan oleh Halim, merupakan terapi dengan pendekatan khusus dan obatobatan herbal. Berbagai kegiatan yang dilakukan antara lain yakni mandi, olah raga, serta berbagai kegiatan lain yang berkaitan dengan keagamaan. Pada bulan Ramadan ini, para pasien juga dikenalkan kembali dengan sholat tarawih dan ceramah agama. “Tiap hari kita ajak solat tarawih, yang jadi imamnya ya terkadang dari mereka yang sudah agak sembuh. Ya memang tidak semua bisa mengikuti sholat tarawih, tapi paling tidak mengingatkan mereka kembali dengan agama,’’ tambahnya.
Cara memandikan pasien berbeda dengan mandi orang biasa. Pasien disemprot dengan air bersih di bagian-bagian pusat syaraf. Menurut Halim perlakuan ini akan memperlancar aliran darah yang tersumbat. “Langkah kedua adalah dengan pengobatan herbal. Kami upayakan agar pasien sehat fisik, nafsu makan bertambah dan tubuh kebal terhadap penyakit. Jamunya terbuat dari jahe, kunyit, dan daun sirih. Kami juga rutin memberikan pasien jamu penenang yang terbuat dari daun waru. Itu penting supaya pasien lelap tidurnya dan tenang jiwanya,” ujarnya.
Langkah lain untuk mengupayakan kesembuhan pasien sakit jiwa adalah dengan melakukan terapi pijat refleksi. Dengan perawatan rutin dan penuh kesabaran, Halim dan para pengasuh lainnya biasanya dapat menyembuhkan pasien sakit jiwa selama tiga bulan. Menurutnya hal itu berlaku untuk pasien yang sakit jiwanya belum berlangsung lama. “Kalau orang yang sudah sakit
jiwa tahunan, waktu penyembuhannya akan berbeda. Seperti halnya yang namanya Arif itu, dia sejak kecil sudah mengalami gangguan jiwa. Membutuhkan waktu yang lama untuk menyembuhkannya,” tutur Halim dengan menunjuk seorang lelaki tua yang berumur sekitar 40-an.
Halim bercerita bahwa pada mulanya, dia mendalami terapi pengobatan bukan hanya untuk orang yang mengalami gangguan jiwa. Namun ternyata banyak orang yang mengalami gangguan jiwa datang padanya dan bisa diobati. Motivasi kenapa memilih mendirikan Ponpes khusus bagi orang sakit jiwa, Halim mengatakan semua itu muncul atas dasar kemanusiaan. “Hati nurani telah mendorong saya untuk menampung santri orang gila. Saat melihat orang gila berkeliaran tak terurus, hati ini seperti berkata, bagaimana jika yang mengalami nasib seperti itu adalah saya,” paparnya.
Untuk merawat puluhan orang sakit jiwa selain memerlukan kesabaran ternyata juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk makan saja setiap bulannya bisa menghabiskan beras sebanyak 1,2 ton, belum termasuk lauk, sayuran, rokok serta kebutuhan lain. “Ya mungkin kira-kira sebulan habis sekitar Rp 20 jutaan lebih,” katanya. (puji_harian semarang)
___________
Dipersilahkan mengcopy dan menyebarluaskan artikel pada blog ini dengan tujuan untuk kemaslahatan bersama dan bukan untuk disalahgunakan. Namun perlu diingat, wajib menyertakan sumber blog ini yaitu http://hariansemarangbanget.blogspot.com. (terima kasih).
bisa minta contact/alamat lengkapnya?
ReplyDeletemohon Minta kontak ponpesnya dan minta alamatnya
ReplyDeletemohon Minta kontak ponpesnya dan minta alamatnya
ReplyDeleteraono no tlp ne kie piye
ReplyDeletemohon no.telp ponpesnya
ReplyDeletemohon no.telp ponpesnya
ReplyDeletemohon no.telp ponpesnya
ReplyDeletemohon no.telp ponpesnya
ReplyDeleteno kontak 081325038609 ( pengasuh pondok )
ReplyDeleteTerima kasih atas informasinya
Delete