Berita

[Berita][bleft]

Artikel

[Ekonomi][twocolumns]

Daerah Resapan Banyak yang Hilang, Bencana Banjir dan Longsor Meningkat



INTENSITAS curah hujan mulai berkurang, namun warga tetap diminta untuk waspada, mengingat hujan beberapa waktu lalu sempat menggenagi permukiman warga. Bahkan anehnya, daerah Semarang atas yang dulu tidak pernah banjir, tahun ini dilanda banjir.

    Dari analisa Wakil Ketua DPC Gerindra Kota Semarang, Ibnu Andika, salah satu yang menjadi penyebab munculnya masalah di Semarang bagian atas, adalah hilangnya daerah resapan air, dimana kawasan hijau berubah menjadi permukiman baru.

“Contoh di daerah Tembalang, hutan dan bukit banyak berubah dan tumbuh menjadi perumahan-perumahan baru. Kita tidak tahu apakah izin kelayakannya atau amdalnya sudah sesuai dengan aturan yang ada atau bagaimana,” uja Andika mempertanyakan.

    Apalagi, lanjutnya, jika melihat persentase banjir dari tahun ke tahun di Kota Semarang terus meningkat. Semarang atas yang kemarin tidak banjir, sekarang sudah ada yang mengalami kebanjiran, seperti di Pedalangan Banyumanik.

“Artinya ada kerusakan ekosistem yang luar biasa dan pola pembangunan yang tidak mengacu pada RTRW dan Amdal yang benar. Ini tugas dari teman-teman, baik pemkot maupun legislatif untuk melihat persoalan ini agar dapat tertangani,” ujar pria kelahiran Yogyakarta 48 tahun silam ini, saat ditemui di Kantor DPC Partai Gerindra, baru-baru ini.

Kalau tidak, lanjutnya, dikhawatirkan Kota Semarang yang dikenal sebagai kota banjir akan menjadi kenyataan. “Tidak hanya Semarang bagian bawah saja yang banjir, tapi juga Semarang atas ikut banjir,” imbuhnya.

Tak hanya banjir, hilangnya daerah-daerah resapan itu juga memicu bencana lain seperti longsor. Apalagi kini, banyak sekali bukit yang dikepras secara ilegal untuk keperluan penambangan tanah timbunan.

“Untuk itu Pemkot Semarang harus memperketat perizinan, baik itu izin pengembangan perumahan ataupun penambangan. Penataan wilayah di Semarang bagian atas, juga harus diperhatikan. Jangan sampai lahan-lahan hijau habis, sehingga tak ada resapan di daerah atas,” ujar suami Budiningsih ini ramah.

Selain masalah hilangnya daerah resapan, sistem drainase di Kota Semarang juga dinilai sangat buruk. Banyak wilayah perumahan yang tidak dilengkapi sistem drainase guna mengalirkan air ke sungai-sungai besar. Apalagi banyak jalan raya yang tidak dilengkapi drainase.

“Lihat saja pembangunan jalan di Jalan Fatmawati dan Kedungmundu. Di sana pembangunan dan peningkatan jalan sudah dilakukan, tapi drainasenya belum ada. Itu bisa memacu terjadinya banjir di wilayah sekitar, karena air akan mencari jalan sendiri,” tandas ayah dari Adelia Wanti Azzahra (9) dan Hengar Rizki Dewondaru (5). (lif/sae)


Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.


Desakundi

[Desakundi][threecolumns]

Pendidikan

[Pendidikan][list]

Ekonomi

[Ekonomi][grids]

Politik

[Politik][bsummary]

Oase

[Oase][threecolumns]
Create gif animations. Loogix.com. Animated avatars. Animated avatar. Motley Animated avatar. Gif animator. Animated avatar. Gif animator. Zoom Gif animator. Motley Create gif animations. Zoom Animated avatar. Movie Create gif animations. Gif animator. Zoom Animated avatar. Loogix.com. Animated avatars. Negative Animated avatar. Zoom Rumah Zakat Animated avatar. Negative Babyface, Harian Semarang liquid executive club, tonitok rendezvous