Pelajaran Agama Buyar oleh Godaan Pacar

Belajar agama jika tidak sedari kecil tentu kurang kuat patrinya dalam kalbu. Seperti kata pepatah, belajar di waktu kecil ibarat memahat batu, sedangkan belajar saat usia dewasa ibarat menulis di atas air.
Setiap ada pertemuan Citra dilibatkan. Istilahnya liqoan. Cita merasa semakin gembira, karena bergaul dengan muslimah yang baik-baik dan suka mengaji. Lama-kelamaan ia menjalankan kebiasaan seperti temantemannya yang saling memanggil dengan sebutan ukhti.
Sebagai orang awam dia selalu mendengarkan saja apa pun ceramah dari rekan. Ada yang telah dipanggil ustadzah, dan sangat dihormati. Meski ia belum mengerti makna atau maksud dari kalimat-kalimat seniornya, ia manthukmanthuk saja. Bahkan meski sedang membahas politik dan gerakan partai, Citra ringan hati menghadiri liqoan meski malam hari dan jauh dari kos-kosannya.
Selanjutnya Citra jadi rajin sholat meski bacaannya belum fasih. Aktif pula membaca Alquran walau grothal-grathul. Juga membaca buku-buku keagamaan yang dipinjam dari akhwat (para ukhti).
Begitu naik semester dia memutuskan berjilbab. Ia telepon ibunya dan meminta tambahan kiriman uang. Karena hendak belanja busana muslimah yang besar-besar seperti temantemannya itu.
Di saat sama, ia didekati cowok lain fakultas. Sebut saja Angga. Sebenarnya Citra ogah merespon, tapi Angga rela ikut jamaahnya yang memang terkadang kumpul bareng kaum lelaki (disebut ikhwan). Dia jadi luluh tatkala Angga tampak serius menyesuaikan diri, misalnya memelihara jenggot, memotong kumis, memakai celana congkrang (ujung bawah celana di atas mata kaki). Baginya, simbol fisik itu sudah cukup, meski ia tak pernah tahu lelaki sangat mudah bermain peran.
Tak lama berselang mereka jadian. Tak beda dengan anak-anak kampusnya, mereka pun berpacaran. Pergi berboncengan sepeda motor dan memadu kasih di mana saja. Sudah kadung cinta, apa mau dikata.
Seringnya mereka indehoy tentu menimbulkan hasrat birahi. Badan sudah saling menempel, hawa dingin menusuk tulang, siapa tahan? Maka pada suatu malam di kos Angga yang berada di kawasan Semarang atas, bergumullah layaknya suami istri. Mereka lupa pada pelajaran agama yang selama ini sedang didalaminya. (ichwan-harian semarang)
Setiap ada pertemuan Citra dilibatkan. Istilahnya liqoan. Cita merasa semakin gembira, karena bergaul dengan muslimah yang baik-baik dan suka mengaji. Lama-kelamaan ia menjalankan kebiasaan seperti temantemannya yang saling memanggil dengan sebutan ukhti.
Sebagai orang awam dia selalu mendengarkan saja apa pun ceramah dari rekan. Ada yang telah dipanggil ustadzah, dan sangat dihormati. Meski ia belum mengerti makna atau maksud dari kalimat-kalimat seniornya, ia manthukmanthuk saja. Bahkan meski sedang membahas politik dan gerakan partai, Citra ringan hati menghadiri liqoan meski malam hari dan jauh dari kos-kosannya.
Selanjutnya Citra jadi rajin sholat meski bacaannya belum fasih. Aktif pula membaca Alquran walau grothal-grathul. Juga membaca buku-buku keagamaan yang dipinjam dari akhwat (para ukhti).
Begitu naik semester dia memutuskan berjilbab. Ia telepon ibunya dan meminta tambahan kiriman uang. Karena hendak belanja busana muslimah yang besar-besar seperti temantemannya itu.
Di saat sama, ia didekati cowok lain fakultas. Sebut saja Angga. Sebenarnya Citra ogah merespon, tapi Angga rela ikut jamaahnya yang memang terkadang kumpul bareng kaum lelaki (disebut ikhwan). Dia jadi luluh tatkala Angga tampak serius menyesuaikan diri, misalnya memelihara jenggot, memotong kumis, memakai celana congkrang (ujung bawah celana di atas mata kaki). Baginya, simbol fisik itu sudah cukup, meski ia tak pernah tahu lelaki sangat mudah bermain peran.
Tak lama berselang mereka jadian. Tak beda dengan anak-anak kampusnya, mereka pun berpacaran. Pergi berboncengan sepeda motor dan memadu kasih di mana saja. Sudah kadung cinta, apa mau dikata.
Seringnya mereka indehoy tentu menimbulkan hasrat birahi. Badan sudah saling menempel, hawa dingin menusuk tulang, siapa tahan? Maka pada suatu malam di kos Angga yang berada di kawasan Semarang atas, bergumullah layaknya suami istri. Mereka lupa pada pelajaran agama yang selama ini sedang didalaminya. (ichwan-harian semarang)
Post A Comment
No comments :
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.